Presiden Joko Widodo pada hari Jum'at 15 Januari 2022, telah menetapkan ibukota baru NKRI di Kalimantan Timur dengan nama "Nusantara". Nama tersebut dikabarkan dipilih dari lebih 80 nama yang diusulkan.Â
Kompas TV pada tanggal 18 Januari 2022 menyiarkan perdebatan antara sejarawan LIPI Dr. Asvi Marwan Adam (AMA) dan anggota Fraksi PKS - DPR Suryadi.Â
Menurut AMA, nama Nusantara tersebut sangat tepat karena sudah dikenal sejak masa Majapahit. Â
Nusantara merupakan sinonim dari Indonesia, sudah disebut oleh Ki Hadjar Dewantoro sejak masa pergerakan kemerdekaan dan secara geografis pilihan lokasinya terletak di tengah-tengah Indonesia.Â
Juga Presiden kelima RI Megawati Sukarnoputri telah menetapkan Hari Nusantara yang jatuh pada tanggal 13 Desember untuk mengukuhkan dan mengenang Deklarasi Juanda tahun 1957 yang menetapkan bahwa pulau-pulau dan laut yang menhubungkan adalah merupakan wilayah Nusantara.Â
Sedangkan Suryadi menyatakan penolakan karena menganggap pemindahan ibukota negara merupakan kebijakan yang buru-buru dan masih perlu didiskusikan secara luas. Nama Nusantara katanya mengandung sejarah penaklukan sehingga dikhawatirkan timbul masalah di kemudian hari.
Sebelumnya, penulis pernah mengusulkan agar ibukota baru NKRI diberi nama "Sukarnopura" dengan pertimbangan atau alasan sebagai berikut :
Pertama. Pada waktu menyelenggarakan Konperensi Islam Asia -Afrika (KIAA) tahun 1965 di Jakarta, salah satu keputusannya menetapkan Dr. Ir. Sukarno sebagai Pahlawan Islam dan Kemerdekaan. Oleh karena itu tidak heran apabila ada jalan raya di sejumlah negara Islam misalnya Mesir, Libya, Pakistan dan Maroko mengabadikan nama Sukarno.
Kedua. Pada waktu mengikuti pendidikan di Akademi Minyak dan Gas Bumi (AKAMIGAS) Cepu tahun 1973-1975, ada salah seorang dosen yang bernama Ir. Djafar Lawira, beristerikan wanita Rumania.Â
Ibu Djafar ini pernah bercerita bahwa dia tertarik pada pak Djafar karena  waktu tugas belajar di Rumania, sehari-hari sering mengenakan peci Sukarno. Ibu ini ternyata salah seorang asing yang mengagumi Dr. Ir. Sukarno.
Ketiga. Kita pernah menistakan Sukarno setelah dijatuhkan pada tahun 1966. Menyebut namanya saja dengan sebutan penghinaan Orde Lama dan mengganti hampir semua obyek yang menggunakan nama Sukarno.Â
Pada hal dia berjuang sejak muda untuk kemerdekaan, bahkan sempat beberapa kali ditangkap penjajah Belanda. Dia juga yang mewujudkan keutuhan Indonesia dari Sabang sampai Merauke dan berhasil mempersatukannya. Peran ini diakui oleh Sutan Syahrir dan Jenderal Besar AH Nasution.
Dalam buku Rosihan Anwar terbitan Kompas Agustus 2005 hal. 124 menyebut bahwa sewaktu di tahanan Keagungan  Jakarta, Sutan Syahrir mendapat kunjungan Lebaran Dr. Sudarsono mantan Menteri Dalam Negeri dan Sosial dalam Kabinet Syahrir dan mantan Dubes RI di India dan Burma (sekarang Myanmar).Â
Syahrir berpesan kepada Sudarsono :"Apa pun kritik kita kepada Sukarno, kita tidak boleh lupa bahwa dialah yang mempersatukan kita sebagai bangsa. Itulah jasanya".Â
Jenderal Besar AH Nasution dalam rubrik Pokok & Tokoh majalah Tempo, ketika menjawab pertanyaan siapa tokoh yang ia kagumi? Dia sebut bahwa sangat mengagumi dua orang, yaitu : Gubernur Jenderal Belanda yang menciptakan hegemoni Hindia-Belanda, dan Sukarno yang mewarisi melalui Proklamasi 17 Agustus 1945 dan mempersatukan sebagai Indonesia Merdeka dari Sabang sampai Merauke.
Keempat. Dokter Ben Mboi yang pernah menjadi Gubernur Nusa Tenggara Timur dalam memoarnya mengungkap bahwa ketika menempuh pendidikan lanjutan kedokteran di Belgia, mahasiswa dari Asia-Afrika menyebut Indonesia identik dengan Sukarno yang mereka akui sebagai Pahlawan Kemerdekaan negara-negara Asia-Afrika. Agaknya, Ben Mboi menyesali karena pernah terbawa arus ikut menista dan mengganyang Sang Proklamator Ir. Sukarno.
Kelima. Ternyata, bahwa apabila kita menyebut Indonesia, banyak orang mengenal secara otomatis nama Sukarno, seperti juga Pulau Bali yang lebih terkenal daripada Indonesia.Â
Bahkan Presiden Amerika Serikat Barack Obama yang terpilih selama dua periode masa jabatan presiden, dalam otobiografinya menyebut pernah tinggal di Indonesia, negara yang didirikan oleh Sukarno yang diakuinya sebagai tokoh kharismatik dan cemerlang.
Keenam. Kata Nusantara mungkin akan rancu karena salah satu saja sebagai contoh, ada Pelabuhan Laut di Pare-pare Sulawesi Selatan juga bernama  Pelabuhan Nusantara. Bahkan ada terminal pelabuhan laut yang diberi nama Nusantara di Pelabuhan Tanjung  Priok -- Jakarta.
Ketujuh. Apabila kita memperhatikan di TV, seringkali kita melihat para pendiri bangsa suatu negara terpampang gambarnya di ruang-ruang resmi. George Washington (Amerika Serikat), Muhammad Ali Jinnah (Pakistan), Kemal Ataturk (Turki), dan banyak lagi nampak terpasang di Istana Kepresidenan dan Kerajaan sampai di Kantor Kedutaan Besarnya.Â
Bung Karno sebagai pendiri bangsa dan berjuang sampai akhir hayatnya, mestinya layak mendapat penghargaan semacam itu. Bukan untuk mengkultuskan, melainkan untuk mengobarkan semangat persatuan, perjuangan dan mencapai kemajuan. Bahkan Universitas Bung Karno (UBK) layak didirikan di IKN baru yang lengkap dan modern.Â
Bila perlu, Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dilebur saja menjadi UBK karena Aparat Sipil Negara (ASN) bisa dipenuhi dari perguruan tinggi yang bisa menghasilkan semua SDM sesuai kebutuhan pembangunan.
Kedelapan. Nama kota Sukarnopura ini pernah ada sebagai ibukota Provinsi Irian Barat (Papua) antara tahun 1964-1968. Oleh Presiden Suharto kemudian diganti dengan Jayapura.Â
Mungkin dia berpikir, masak Proklamator kok cuma sebagai nama ibukota sebuah Provinsi. Maka tepatlah kalau kemudian Sukarnopura menjadi nama IKN seperti yang pernah penulis usulkan. Mungkinkah bisa berubah?
Tetapi, IKN Nusantara sudah dikukuhkan. Titik Nolnya sudah ditetapkan dengan ritual pengumpulan tanah dan air dari 34 provinsi yang dibawa langsung oleh para Gubernurnya atau yang mewakili.Â
Acara simbolis yang mestinya sakral itu dilakukan pada tanggal 14 Maret 2022 dan dilanjutkan Presiden Jokowi bersama beberapa Menteri berkemah di Titik Nol IKN Nusantara.Â
Pada waktu acara tersebut, seolah Tuhan mengingatkan, karena Jakarta dan juga Balikpapan Kalimantan Timur secara bersamaan dilanda banjir. Semoga IKN Nusantara sanggup mengantisipasi masalah tersebut sepanjang masa, dengan penampilan kota yang indah, bersih dan rapi.Â
IKN baru diharapkan tidak banyak tiang-tiang besi atau beton dan kabel berselawiran serta tidak nampak kawasan kumuh seperti di Jakarta sekarang ini.
Oleh karena itu, penduduk awal yang sekarang ada, rumah hunian dan kawasan lingkungannya mestinya sudah mulai ditata yang manusiawi dan indah sehingga tidak terkesan terpinggirkan atau tergusur oleh pendatang.Â
Semoga mereka terurus dengan baik sehingga tidak mengalami seperti masyarakat Betawi. Dan yang terpenting, seluruh rakyat Indonesia mestinya wajib mendukung terhadap upaya pemerataan agar pembangunan dan kemajuan tidak hanya tepusat di Pulau Jawa. Memindahkan IKN adalah langkah yang tepat sehingga diharapkan bisa segera terwujud tanpa gangguan!*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H