Mohon tunggu...
Muhammad Ali
Muhammad Ali Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Menyukai literasi, menulis tentang sosial agama, politik dan pluralisme

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kedudukan LGBT dalam Perspektif Pancasila

15 Agustus 2022   11:04 Diperbarui: 16 Agustus 2022   03:15 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image.Dok.Pribadi 

Hukum positif mengenai larangan LGBT masih terlihat tabu dan samar-samar, sebab tidak ada UU yang mengatur secara kentara mengenai larangan tersebut. Ambiguitas ini menjadi legitimasi bagi pelaku LGBT atau aktivis LGBT untuk menyuarakan aspirasi mereka. Argumentasi mereka ini di konstruksi atas prinsip hak asasi manusia. Namun, suara yang membenarkan menyukai sesama jenis tidak mendapat tempat oleh khalayak ramai, karena bertentangan dengan norma agama, adat istiadat dan norma sosial.

Di dalam perspektif agama dan normatif sosial perbuatan LGBT merupakan sebuah distorsi. Oleh karena itu dalam hadis melarang tegas perbuatan tersebut.

Sunan Tirmidzi 1086: Telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Khalid Al Ahmar dari Adl Dlahak bin 'Utsman dari Makhramah bin Sulaiman dari Kuraib dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Allah tidak akan melihat seorang lelaki yang menyetubuhi lelaki lain (homoseksual) atau (menyetubuhi) wanita dari duburnya."

Abu Isa berkata: "Ini merupakan hadits hasan gharib."

Sunan Daruquthni 3208: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim Al Baghawi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Rabi'ah menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Ibnu Khutsaim, dari Mujahid dan Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas tentang perjaka yang didapati melakukan perbuatan homoseksual, ia berkata, "Ia harus dirajam."

Indonesia adalah negara demokrasi, yang mana keputusan tentang sesuatu diambil dari suara terbanyak. Selain itu demokrasi dikenal juga dengan kebebasan berpendapat, yang mana diakui oleh undang-undang. Begitu juga dengan LGBT, mereka berhak menyuarakan apa yang mereka inginkan. Indonesia adalah negara hukum, secara keseluruhan di atur oleh undang-undang. Jadi, kebebasan berpendapat, ideologi, beragama di berikan kebebasan oleh negara. Cacatnya, kebebasan yang di berikan negara, oleh sebagian orang di artikan dengan kebebasan muntlak, sehingga kebebasan tersebut menegasikan nilai-nilai normatif agama, dan normatif sosial budaya. Sepertinya, ada celah yang belum sempurna terhadap budaya demokrasi, yaitu mengatur etika dan adab dalam sosio-kultural dan sosio-agama. Seperti misalnya, perbuatan LGBT yang menyimpang dari sosial-kultural dan sosial-agama.

Nilai-nilai yang terkandung dalam falsafah pancasila

Pertama Nilai-nilai ketuhanan

Pancasila dirumuskan melalui dialektika panjang oleh founding father di negara ini. Mereka bertengkar, berdebat dan bermusyawarah demi terwujudnya dasar negara atau falsafah negara yaitu Pancasila. Bung Karno mengatakan pancasila adalah karakter bangsa Indonesia sekaligus menjadi landasan Ideologi bagi seluruh rakyat Republik Indonesia. Adapun para perumus falsafah Pancasila merupakan berasal dari orang-orang yang mempunyai agama dan berketuhanan. Faktanya, piagam Jakarta pertama bernuansa Islami, akan tetapi menimbang Indonesia terdiri dari berbagai macam agama, maka di satukan dengan ketuhanan yang Maha Esa. 

 Ibnu Khaldun menyatakan agama merupakan sebagai pemersatu. Manusia yang mempunyai agama tentu bersatu padu atas azas keyakinannya. Jika negara dipandang urgensi dalam agama, maka di sanalah kolektifitas dari pelaku agama akan termanifestasi untuk membangun negara. Selanjutnya, agama bagi negara sebagai wadah mencapai tujuan keberhasilan. Keberhasilan suatu negara akan tercipta ketika rakyatnya berintegritas, integritas akan di dapatkan ketika manusia tersebut mampu mengamalkan nilai-nilai agamanya masing-masing. Seterusnya, agama sebagai legitimasi dalam konstruksi bernegara, sebab sistem mengambil kebijakan dalam sebuah negara, dianjurkan dalam agama.

Dengan paparan di atas jelas bahwa agama dan nilai ketuhanan merupakan alat bantu dalam konstruksi sebuah negara. Negara tidak akan mampu mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat. Logikanya, negara tidak mungkin hadir membuat hukum pidana dalam masalah moral, adab dan estetika. Jadi, persoalan yang tidak mampu di jangkau oleh hukum negara, dengan itu agama hadir berperan melengkapi kekurangan tersebut.

Kedua, Nilai-nilai kolektif

Negara Indonesia dikenal dengan keragaman bahasa, agama, budaya, suku dan Ras. Keragaman tersebut bisa jadi sebuah disintegrasi jika tidak dikelola dengan baik. Namun, jika mampu di kelola dengan baik kontras tersebut, maka akan menghasilkan manfaat yang besar. Negara yang besar tidak akan mampu di kelola oleh satu etnis saja, akan tetapi harus di kelola dan di jaga oleh semua etnis yang ada di Indonesia.

Selanjutnya, dalam membangun negara yang besar perlu adanya persatuan dan kerjasama dari semua golongan agar tercapainya visi misi bangsa Indonesia dengan nilai-nilai Pancasila. Di dalam undang-undang dasar 1945 jelas memberikan penjelasan bahwa, persatuan Indonesia urgensi dalam membangun negara. Persatuan yang di maksud adalah kerja sama, bahu membahu, saling tolong menolong, gotong royong dalam mewujudkan Indonesia yang sejahtera, berkeadilan, dan perikemanusiaan.

KEDUDUKAN LGBT DALAM PERSPEKTIF PANCASILA

Nilai-nilai keadilan dan persamaan hak tercantum dalam Pancasila yang kelima. Di dalam Pancasila yang kelima terkandung keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan tidak memandang suku, agama, ras, etnis. Semua itu mendapatkan hak yang sama dalam menjalankan keyakinannya masing-masing tanpa adanya diskriminasi. Sepertinya bagi penggemar aliran LGBT berlindung di balik Pancasila yang kelima dengan apologi menuntut keadilan.

Argumentasi di atas di dukung oleh Undang-undang Hak Asasi Manusia pasal 3 Nomor 39 tahun 1999 yang berbunyi:"Setiap orang di lahirkan bebas dengan harkat martabat manusia yang sama dan sederajat serta di karuniai akal dan hati murni untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam semangat persaudaraan. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan pengakuan hukum yanga adil dan mendapatkan kepastian hukum serta perlakuan hukum yang sama di depan hukum. Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia serta tanpa diskriminasi."

Sementara itu juga tercantum pada pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Hak Asasi Manusia No.39 tahun 1999 menyatakan bahwa: "Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang maha kuasa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat martabat manusia."

Secara dasar undang-undang di atas memberikan legitimasi kebebasan bagi setiap individu untuk berekspresi dalam hal apapun dan itu di jamin oleh Negara Indonesia. Akan tetapi kebebasan yang di berikan oleh negara diartikan kebebasan muntlak tanpa batas. Pemahaman seperti ini merupakan interpretasi yang salah dalam menilai kebebasan yang di maksud dalam undang-undang dan Pancasila. Kebebasan yang maksud oleh negara bukan tidak memiliki batas, namun mempunyai batas yang jelas.

Sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 J ayat 2 menyatakan tentang Hak Asasi manusia dengan melalui batasan-batasan yang tidak boleh di langgar yang berbunyi," Dalam menjalankan hak dan kebebasan, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntunan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai agama, keamanan, ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis."

Sangat jelas dalam undang-undang di atas memberikan pengertian bahwa, kebebasan individu memiliki batas-batas yang harus di patuhi. Adapun batasan kebebasan bagi setiap individu yaitu, pertama, tidak boleh melanggar nilai-nilai agama. Hal ini Jelas tidak bisa di nafikan bahwa, agama manapun di Indonesia mengharamkan LGBT. Kedua, tidak boleh melanggar norma sosial. Ketiga, menjaga ketertiban umum dalam masyarakat demokrasi. Prilaku LGBT membuat riuh di publik bukanlah cerita dongeng, karena perbuatan tersebut tidak lazim untuk di legalkan di Indonesia.

Kendatipun undang-undang dan dalil agama melarang keras perbuatan LGBT, tidak pula di anjurkan untuk memaki-maki mereka dan mendeskriminasi mereka, sebab hal tersebut bukanlah sebuah solusi yang mapan dan baik dalam konteks zaman sekarang. Akan tetapi langkah yang baik adalah merangkul mereka sembari memberikan pembinaan dan mengembalikan mereka kepada fitrahnya. Seterusnya, perlu pendekatan persuasif dan bukan diskriminatif. Pendekatan ini adalah langkah awal untuk mengenali mereka dan mengobati penyimpangan tersebut serta mengembalikan mereka kepada fitrah sejati sebagai manusia normal

" Persoalan LGBT, lebih baik mengetahui dengan jelas, di bandingkan merasa normal-normal saja, akan tetapi tanpa disadari mereka bersarang di rumah kita"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun