Mohon tunggu...
Muhammad Sigit Santoso
Muhammad Sigit Santoso Mohon Tunggu... Mahasiswa - Petani Ilmu

Hanya noda pada debu yang suci

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gradasi

28 Juni 2022   09:24 Diperbarui: 28 Juni 2022   09:37 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Gradasi

By: Muhammad Sigit S                  

 

"ster" suara itu amat sangat semangat membuat Timur terkejut. Sudah 25 menit sejak kata ster itu diucapkan namun Timur masih saja termenung. Entah apa yang merasukinya. Sesampai kopi Barat tinggal seteguk.

"sudah?" tanya Barat sambil menghisap keluarkan asap rokok dari mulutnya.

"belum" jawab Timur, dengan termangu memandangi bidak caturnya yang hanya tersisa beberapa saja.

Suara jangkrik semakin nyaring berpadu dengan burung hantu, semilir angin menambah syahdu kelam itu. Rembulan 31 Juli ini sedang bersembunyi, hanya ada beberapa bintang saja yang sedang mau unjuk gigi menonton Timur dan Barat mangadu akal pola dan strategi.

22.51, ini sudah 35 menit dari lamunan si Timur. Tarik ulur tangannya menandakan keraguan yang sangat untuk menggeser sebuah bidak. Pertimbangan-pertimbangan yang begitu banyak, analisa yang begtu tak terjamah, serta langkah ke sekian kali hingganya mampu melumpuhkan lawan. Itulah keajaiban yang ingin Timur temukan, mengingat bidaknya hanya tinggal beberpa gelintir saja.

Sedang Barat dalam lengah di akhir menit tersadar sebuah celah yang ia lakukan, walau kali ini memang iya unggul dengan menster mentri Timur, padahal sebenarnya ia dapat membunuh raja dalam hitungan 2 langkah perjalanan Timur.

Setelah sekian purnama, akhirnya semesta menjawab doa Timur, dengan sangat hati-hati dan pelan menggeser satu bidak anak kecil yang berdiri tepat di depan kuda berhadapan langsung dengan ster dan raja yang membuka selunjur putih menyekak dan menster bidak Barat.

"skak Ster.!" Kata Timur dengan nada bangga. Ini sontak membuat Barat gelagapan kalang kabut tunggang langgang.

"wooolesss cuyyyy...," dengan nada setengah pongah. Walau dalam hatinya berkata "sial, ternyata Timur tahu kesalahanku".

Timur hanya tersenyum lega menunjukkan gigi kuning dengan karang giginya.

Obor yang minyaknya hampir habis membuat mereka berdua tidak lagi menjadi manusia yang utuh. Hanya tampak bergerak gerak dibalik sarung hitam bergaris. . . .

Akhirnya mereka menyelesaikan permainan malam ini tanpa kalah dan menang, namun kopi hitam, satu bungkus rokok dan  lintingan membuat mereka bahagia.

Manusia yang tak tahu menahu akan hiruk pikuk sebuah bangsa, perpolitikan yang tak kunjung berujung. Korupsi yang kian meraja lela, dan masih banyak hal lainnya yang tak mereka pahami namun mereka juga mendapatkan imbasnya. Apakah Indonesiaku Sakit.? _MSS_

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun