Gradasi
By: Muhammad Sigit S Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Â
"ster" suara itu amat sangat semangat membuat Timur terkejut. Sudah 25 menit sejak kata ster itu diucapkan namun Timur masih saja termenung. Entah apa yang merasukinya. Sesampai kopi Barat tinggal seteguk.
"sudah?" tanya Barat sambil menghisap keluarkan asap rokok dari mulutnya.
"belum" jawab Timur, dengan termangu memandangi bidak caturnya yang hanya tersisa beberapa saja.
Suara jangkrik semakin nyaring berpadu dengan burung hantu, semilir angin menambah syahdu kelam itu. Rembulan 31 Juli ini sedang bersembunyi, hanya ada beberapa bintang saja yang sedang mau unjuk gigi menonton Timur dan Barat mangadu akal pola dan strategi.
22.51, ini sudah 35 menit dari lamunan si Timur. Tarik ulur tangannya menandakan keraguan yang sangat untuk menggeser sebuah bidak. Pertimbangan-pertimbangan yang begitu banyak, analisa yang begtu tak terjamah, serta langkah ke sekian kali hingganya mampu melumpuhkan lawan. Itulah keajaiban yang ingin Timur temukan, mengingat bidaknya hanya tinggal beberpa gelintir saja.
Sedang Barat dalam lengah di akhir menit tersadar sebuah celah yang ia lakukan, walau kali ini memang iya unggul dengan menster mentri Timur, padahal sebenarnya ia dapat membunuh raja dalam hitungan 2 langkah perjalanan Timur.
Setelah sekian purnama, akhirnya semesta menjawab doa Timur, dengan sangat hati-hati dan pelan menggeser satu bidak anak kecil yang berdiri tepat di depan kuda berhadapan langsung dengan ster dan raja yang membuka selunjur putih menyekak dan menster bidak Barat.
"skak Ster.!" Kata Timur dengan nada bangga. Ini sontak membuat Barat gelagapan kalang kabut tunggang langgang.