Mohon tunggu...
Muhammad Ryan Ridwan
Muhammad Ryan Ridwan Mohon Tunggu... Freelancer - Ilmu Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB University

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengertian, Konsep dan Mekanisme Rahn dalam Keuangan Syariah

29 Juli 2023   21:54 Diperbarui: 29 Juli 2023   22:24 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Firman Allah hanyalah irsad (anjuran baik saja) kepada orang yang beriman sebab dalam lanjutan ayat tersebut dinyatakan, yang artinya :

"Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah secara tidak tunai) sedangkan kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh piutang). Akan tetapi, jika sabagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanatnya (utangnya). (Q.S.Al baqarah :283).

Ulama Fiqh sepakat bahwa ar-rahn dapat dilakukan selama perjalanan dan kehadiran ketika debitur dapat secara sah menguasai/mengelola agunan. Dengan kata lain, karena debitur tidak dapat mengurus/mengelola semua jaminan secara langsung, maka sekurang-kurangnya ada semacam perintah yang dapat digunakan untuk menjamin barang tersebut dalam keadaan al-Marhun (sebagai jaminan utang). Misalnya, jika jaminannya adalah sebidang tanah, maka sertifikat jaminan negara itu dipantau. 

Tidak ada jaminan kecuali dengan ijab dan qabul. Dan tidak harus pengalihan, jika keduanya sepakat bahwa jaminan ada di tangan kreditur (pegadaian), maka undang-undang membolehkannya. Dan jika keduanya sepakat bahwa keselamatan ada di tangan orang yang bertakwa, maka hukum pun berlaku. Dan jika keduanya memiliki hartanya, hakim akan memberikannya kepada orang benar. Semua barang yang dijual juga dilengkapi dengan jaminan.

Sumber hukum lain berasal dari amalan Rasulullah sallallahu alaihi wasallam yang menjadi dasar para ahli fikih yang menyepakati bahwa akad rahn adalah hal yang mubah, yang dapat dipelajari dari Al Bukhari No. 2513 dan Muslim no. 1603 Dikisahkan Umul Mu'minin A'ishyah Radhiyallahu 'anha. "Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam membeli makanan dari seorang Yahudi secara mengutang dan menggadaikan baju besinya" [HR Al Bukhari dan Muslim].

Menurut kesepakatan peristiwa para ahli fiqih Nabi SAW. merahnkan baju besinya adalah kasus ar-rahn pertama dalam Islam dan dilakukan oleh Nabi sendiri. Berdasarkan ayat dan hadits di atas, para ulama fiqh sepakat  bahwa akad ar-rahn diperbolehkan karena mengandung banyak manfaat dalam hubungan hubungan antarmanusia.

Konsensus para ulama mengenai akad rahn juga didasarkan pada sifat orang yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dan bantuan saudaranya, termasuk pinjam meminjam. Selain itu, fatwa Dewan Syari'ah Nasional No. 25/DSNMUI/III/2002, 26.06.2002, disebutkan bahwa pinjaman diperbolehkan dalam perjanjian pengangkutan barang gadaian sebagai jaminan hutang.

Mekanisme Pegadaian Syariah

Mekanisme operasional Pegadaian Syariah dapat dijelaskan sebagai berikut: Melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak kepada Pegadaian. Selanjutnya, Pegadaian bertanggung jawab untuk menyimpan dan merawat barang tersebut di lokasi yang telah disediakan oleh Pegadaian. Dalam proses penyimpanan ini, timbul berbagai biaya seperti biaya investasi untuk tempat penyimpanan, biaya perawatan, dan biaya keseluruhan proses kegiatan.

Karena adanya biaya-biaya tersebut, Pegadaian berhak untuk mengenakan biaya sewa kepada nasabah. Jumlah biaya sewa ini ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Pegadaian dan nasabah. Hal ini diakui sebagai bagian yang sah dari mekanisme operasional Pegadaian Syariah untuk memastikan kelangsungan layanan dan perawatan barang yang diserahkan oleh nasabah.

Jadi Rahn itu berarti Gadai, dengan berbagai jenis rahn seperti Rahn Iqar dan Rahn Hiyazi, Selain itu Rahn juga memiliki beberapa jenis Rukun yang terbagi atas 4 bagian yaitu, Shighat (lafal ijab dan qabul), Aqid (orang yang berakad), Marhun (barang yang digadaikan), dan Marhun bih (utang), Kemudian untuk Hukum dari Rahn sendiri Para ulama sepakat bahwa rahn boleh tetapi tidak wajib karena gadai hanya menjadi jaminan jika kedua belah pihak tidak saling percaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun