Mohon tunggu...
Muhammad Rofy Nurfadhilah
Muhammad Rofy Nurfadhilah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Menulis dan membaca merupakan cara yang paling elok dalam membunuh waktu.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bagaimana Mengkonversi Kekhawatiran menjadi Bentuk Kehati-hatian Terkontrol dalam Menjalani Hidup

29 Juni 2024   11:53 Diperbarui: 29 Juni 2024   12:13 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkah kita merasa khawatir, atau takut untuk menjalani suatu keadaan? Bila ya, berarti kita berada pada zona yang menguntungkan.

Terjebak pada mentalitas yang penuh kekhawatiran ataupun rasa takut dalam menjalani hari-hari yang akan dilalui mungkin bagi keumuman orang cukup mengganggu. 

Dimulai dari kekhawatiran akan keselamatan keluarga sampai pada keselaman diri sendiri. 

Dari hal yang paling besar, seperti kecelakaan pesawat yang akan ditumpangi, mobil yang akan dikendarai sampai hal yang paling sederhana seperti ketakutan adanya kuman yang menempel pada tubuh kita.

Namun hal tersebut bisa menjadi  sesuatu yang menguntungkan bila kita belajar merubah pola pikir tersebut dengan merangkul kekhawatiran dan mengkonversinya menjadi sebuah sinyal kehati-hatian.

Belajar bernafas perlahan

Dengan bernafas perlahan, berarti kita fokus pada hal yang paling penting namun sering kita lupakan, yaitu bernafas.

Dengan belajar fokus pada nafas kita, itu artinya kita mulai memperhatikan hal yang detail dan mampu kita kendalikan.

Tarik agak dalam dan buang perlahan, dengan mengadopsi teknik bermeditasi seperti itulah emosi kita menjadi terkontrol dan pikiran kita mulai fokus pada hal-hal yang mudah kita kendalikan. 

Membagi keadaan menjadi dualisme

Bagilah keadaan menjadi dua bagian yang sama-sama terpisah dan tak mungkin menyatu.

Yaitu, bagian pertama merupakan bagian yang tak dapat kita kendalikan sepenuhnnya, seperti bagaimana pesawat mampu terbang atau bagaimana hujan turun.

Bagian kedua, merupakan bagian yang mampu kita kendalikan sepenuhnya, seperti bagaimana kita mempersiapkan emosi kita sehingga harus bersabar dalam menghadapi kemacetan, melakukan perencanaan matang sebelum melakukan perjalanan, misalkan, seperti sedia payung sebelum hujan atau mengecek mesin kendaraaan yang akan kita pakai.

Dengan membagi keadaan tersebut menjadi dua bagian, maka tugas kita adalah membiarkan dan memasrahkan apa yang tak mampu kita kendalikan sepenuhnya dengan doa dan iman yang penuh pada Tuhan Yang Maha Pemelihara Alam Semesta.

Biarkan kekuatan iman bekerja untuk kita.

Dan tugas kita selanjutnya dengan membuat persiapan yang matang pada apa yang bisa kendalikan. 

Dengan persiapan yang matang terhadap apa-apa yang mungkin bisa dikendalikan tersebut merupakan bentuk pengejawantahan kehati-hatian yang paling nyata. 

Dengan persiapan matang terhadap apa yang mampu kita kendalikan, itu artinya kita mampu meminimalisir segala bentuk kekhawatiran dan ketakutan, seperti kecelakaan, cidera, emosi tidak terkontrol atau hal lainnya yang membahayakan fisik dan kesehatan mental kita.

Jika kita telah menguasai pola pikir tersebut, setidaknya kita telah merangkul segala kekhawatiran dan ketakutan dalam menjalani hidup, memahaminnya dan mengkonversinya sebagai bentuk kehati-hatian yang terkontrol. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun