Gelombang PHK adalah 'pandemi' sebenarnya dari musibah covid-19. Keputusan beberapa perusahaan yang memutuskan hubungan kerja sebagian karyawannya merupakan alasan yang cukup logis, mengingat berkurangnya pemasukan yang berdampak langsung pada keberadaan mereka.
Ancaman status sebagai pengangguran pun bukanlah isapan jempol semata, karena kini mereka benar-benar menjadi seorang pengangguran. Kata yang cukup mengerikan bagi kaum pekerja yang kehidupannya bergantung pada upah.Â
Stres yang diakibatkan tekanan hidup pun kini menjadi momok yang cukup menakutkan. Kalau tak pandai-pandai menghadapi kenyataan, maka penyakit biologis pun tak segan untuk berkunjung, termasuk covid-19.
Apa yang harus dilakukan, adalah pertanyaan yang tepat saat semua itu telah terjadi.
Untuk memulihkan diri, ada beberapa hal sederhana yang bisa diperhatikan saat semangat menurun drastis pasca-PHK terjadi. Step by step menuju pikiran dan tindakan yang lebih positif, meninggalkan pikiran negatif yang kerap kali menghantui.
Jangan melawan arus
Menolak untuk tidak diputuskan merupakan hal yang wajar, namun itu pun merupakan hal yang sia-sia apabila kenyataannya perusahaan tak mampu lagi memberikan upah. Sebagai kaum yang beragama, memasrahkan diri pada suratan takdir Tuhan adalah keputusan pertama yang tepat. Sebab, di sanalah nilai-nilai spiritual akan mulai tumbuh.
Pasrah bukan berarti 'mati' dan diam tak berbuat apa-apa, namun bersegeralah menuju takdir Tuhan lain yang lebih baik. Memperbaiki diri dengan meningkatkan intensitas kedekatan pada-Nya dengan beribadah yang khusyu merupakan sebuah keniscayaan.
Sadari sebagai bagian dari rencana Tuhan yang belum terjangkau hikmahnya
Karena manusia adalah hamba Tuhan yang 'lemah', maka -kadang- ada keputusan-keputusan Tuhan yang belum bisa dibaca oleh hati manusia, salah satunya hikmah dari semua musibah yang menimpa. Maka dengan berpikir tentang hikmah dibalik keputusan Tuhan yang mentakdirkan seseorang tidak bekerja lagi di suatu perusahaan tertentu, maka itu bagian dari terapi diri dalam menepis perasaan pesimis. Ada rencana lain dibalik semua ini, merupakan pernyataan postif dalam menumbuhkannya.Â
Bukan bagian dari kelemahan diri
Di-PHK bukan karena adanya kelemahan diri yang tak mampu bekerja dengan baik, meskipun benar demikian, sadarilah bahwa keputusan tersebut bukan karena kita lemah, tapi karena situasi global yang membuat kita harus mengalah untuk kepentingan bersama.Â
Kalau merasa diri lemah -tentu- sejak awal tak mungkin diterima bekerja pada perusahaan tersebut. Sadarilah bahwa manusia unggul pada potensinya masing-masing, carilah dan temukan potensi tersebut dengan rasa optimis.
Hindari diam
Diam terlalu lama menangisi nasib, bukanlah tindakan yang tepat. Seperti air yang mengalir; teruslah bergerak agar jernih dan tak banyak menimbulkan penyakit seperti halnya air yang tergenang.
Sambil memikirkan 'peluang', maka bergeraklah; lakukan hal positif dan bermanfaat meskipun tak berupah.Â
Membersihkan rumah dan pekarangan, misalkan, adalah contoh nyata menghindari diri dari diam. Atau, yang telah berkeluarga, dengan mengajarkan sesuatu hal yang bermafaat bagi buah hati, itu pun merupakan tindakan yang tak kalah bermafaatnya.
Ampil pena, dan mulailah untuk brainstorming mandiri
Tidak semua bisa menulis dengan rangkaian kalimat yang indah, tapi setiap orang pasti bisa corat-coret di atas kertas yang kosong. Ya, mereka yang sudah mengenal metode ini, maka tidak ada salahnya untuk melakukan brainstorming mandiri dengan memikirkan banyak hal secara radikal. Membebaskan pikiran untuk meraba banyak hal yang dimungkinkan untuk menemukan suatu ide adalah goal dari metode ini.
Seperti yang dilansir marketing.co.id bahwa brainstorming adalah teknik yang sangat berguna untuk mengembangkan solusi kreatif dalam menghadapi sebuah permasalahan. Teknik ini cukup populer dan sering digunakan dalam pekerjaan di kantor, juga dalam aktivitas keseharian lainnya.Â
Meskipun, biasanya dilakukan berkelompok, maka brainstorming secara mandiri juga cukup membantu dalam memunculkan ide dan kreatifitas atas masalah pribadi seseorang, termasuk masalah pasca-PHK.
Bermusyawarah dengan keluarga
Hal yang patut diingat adalah keberadaan keluarga. Maka dengan melibatkan mereka dalam mencari solusi adalah sebuah keniscayaan. Mengajak mereka berdiskusi atau melakukan brainstorming kelompok seperti yang dilakukan oleh kelompok kerja sebuah perusahaan, maka itu akan sangat membantu.
Kalaupun tak memperoleh solusi di hari ini, maka boleh jadi di esok hari ada solusi yang menjadikan seseorang menjadi orang yang lebih baik dari hanya sekedar bekerja di perusahaannya dulu.
Apakah memulai untuk berbisnis atau ternyata ada peluang kembali bekerja di tempat lain, merupakan pertanyaan yang nantinya akan ditemukan jawabannya.
Melengkapinya dengan doa
Jika semua ikhtiar telah dilalui, maka hal yang harus dilakukan adalah melengkapinya dengan doa. Memasrahkan diri pada Sang Maha Pemberi Rezeki dengan didorong rasa optimis merupakan bagian pamungkas dari seluruh rangkaian pemulihan semangat pasca-PHK.
Berbesar hatilah, karena dunia ini tidaklah abadi, termasuk juga kesulitan. Kehadirannya akan musnah seiring datangnya kemudahan. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H