Zakat merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh segenap warga muslim, terkhusus bagi yang mampu. Baik zakat fitrah, yang dikeluarkan saat bulan suci Ramadan, maupun zakat mal (harta) yang dikeluarkan ketika telah mencapai kadar tertentu (nisab).
Selain sebagai kewajiban yang mengikat, zakat pun merupakan ibadah rohani yang -sejatinya- mampu membersihkan hati dari berbagai sifat buruk, seperti sifat kikir dan pongah, karena merasa dirinya yang -hanya- telah mendapatkan harta yang dimilikinya.
Ibarat sebuah metode pengendalian ekonomi, semasa kekhalifahan Islam, zakat yang terkumpul kemudian dihimpun dan disimpan dulu di 'Bait al-Mal' (Rumah Harta) yang kemudian didistribusikan kepada seluruh warga dengan kriteria tertentu (mustahiq zakat).
Mustahiq zakat ini, sebagaimana yang terdapat dalam Alquran (At-Taubah: 60), ada delapan golongan. Masing-masing mempunyai kriteria tertentu.Â
Fakir
Seseorang dikatakan fakir menurut ulama Syafi'iyah dan Malikiyah adalah orang yang tidak punya harta dan usaha yang dapat memenuhi kebutuhannya.Â
Termasuk juga dalam hal ini, misalkan, seseorang yang berpenghasilan 10 ribu rupiah sehari, namun ia sama sekali tak mampu memenuhi kebutuhannya, bahkan walaupun hanya separuh dari kebutuhannya.
Miskin
Sedangkan miskin, masih menurut ulama Syafi'iyah dan Malikiyah, adalah orang yang berpenghasilan namun hanya mampu mencukupi separuh kebutuhannya atau lebih dari separuh kebutuhannya, dan tak mampu memenuhi seluruhnya.
Ilustrasi mudah untuk golongan ini adalah mereka, misalkan, yang mempunyai penghasilan 20 ribu per hari, namun kebutuhan per harinya mencapai 40 ribu rupiah.
Amil Zakat
Pengelola atau panitia zakat, berhak menerima zakat sesuai dengan kesepakatan. Termasuk di dalamnya karyawan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), misalkan.
Muallaf
Orang yang baru masuk Islam (muallaf) juga berhak menerima zakat, sebagai bentuk kasih sayang dari agama baru yang telah dianutnya.
Riqab
Hamba sahaya atau budak (riqab), sekarang -mungkin- hampir sudah tidak ada, namun jika ada maka golongan ini berhak menerima santunan zakat.
GharimÂ
Orang yang terlilit hutang (gharim) dan tak mampu sama sekali untuk membayarnya, bahkan hampir tak mempunyai -kemungkinan- celah untuk membayarnya, maka golongan ini berhak menerima zakat.
Fisabilillah
Pejuang di jalan Tuhannya (fisabilillah) untuk suatu kemerdekaan agama, bangsa dan negaranya, maka ini pun berhak menerima santunan zakat.
Ibnu Sabil
Mereka adalah musafir yang berada dalam perjalanan jauh, atau perantau; termasuk para pelajar yang sedang belajar di negeri lain, maka golongan ini pun berhak menerima zakat.
Hal ini, termasuk tunawisma yang betul-betul tidak memiliki rumah dan cukup sulit dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kedelapan golongan ini merupakan fokus utama dalam pendistribusian zakat. Namun, apakah karyawan dengan status PHK mendapatkan santunan ini?
Maka, kembali lagi pada kriteria sebelumnya; ketika mereka masih mempunyai tabungan, pesangon atau bagian dari keluarganya (istri atau suami) masih berpenghasilan dan mampu memenuhi kebutuhan pokok keluarganya dalam jangka waktu yang masih lama, maka tak berhak menerima zakat.Â
Memprioritaskan yang betul-betul kekurangan maka lebih utama dalam pendistribusian zakat ini. (*)
Bibliografi:
Alquran dan Terjemahannya. 2011. Jakarta: Khazanah Mimbar Plus
Tuasikal, Muhammad Abduh. "Golongan Penerima Zakat (1)". Rumaysho, 6 Juni 2012, dilihat 15 Mei 2020. .