Secara lebih rinci agar kita tidak terjebak praktik riba, Habib `Abdur Rahman bin Muhammad bin Husain bin `Umar Al Masyhur menjelaskan dalam kitabnya:Â
"Praktik hutang yang rusak dan haram adalah menghutangi dengan adanya syarat memberi manfaat kepada orang yang menghutangi. Hal ini jika syarat tersebut disebutkan dalam akad.Â
Adapun ketika syarat tersebut terjadi ketika sebelum akad dan tidak disebutkan di dalam akad, atau tidak adanya akad, maka hukumnya boleh dengan hukum makruh.Â
Seperti halnya berbagai cara untuk merekayasa riba pada selain tujuan yang dibenarkan syariat." (Bughyah al-Mustarsyidin, hlm 135)
Kedua, jangan menunda membayar hutang. Hukum menunda untuk membayar hutang jika sudah mampu hukum haram. Rasulullah SAW bersabda:Â
 "Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya." (HR Nasai) Dalam hadits riwayat Imam Bukhari disebutkan,
... "Penundaan (pembayaran) yang dilakukan orang mampu adalah suatu kezaliman...." (HR Bukhari).Â
"Makna hadits di atas ("menunda bayar hutang zalim") bahwa haram bagi orang yang cukup secara finansial melakukan penundaan membayar utang setelah tetapnya utang tersebut, berbeda halnya dengan orang yang belum mampu (membayar)." (Syekh Badruddin Al 'Aini, 'Umdah al-Qari Syarah Shahih Al Bukhari, juz 18, hal 325).
Â
Ketiga, memaafkan orang yang tidak mampu bayar hutang termasuk perbuatan mulia.Â
Hakikatnya hutang harus di bayar. Bahkan jika yang berhutangpun sudah meninggal, maka ahli warisnya punya kewajiban untuk melunasinya.Â