Mohon tunggu...
Muhammad Rivo
Muhammad Rivo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Aktif Univ Muhammadiyah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dilema Pendidikan Pondok Pesantren Indonesia

17 Desember 2024   11:00 Diperbarui: 17 Desember 2024   10:55 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Abstrak

            Pendidikan adalah salah pondasi yang paling esensial dalam membangun kehidupan bangsa dan negara. Karena Pendidikan memuat tidak hanya nilai akademis, namun juga moral dan integritas. Sebagaimana pemikiran salah satu tokoh Pendidikan HOS Tjokroaminoto, bahwa Pendidikan haruslah menyemibangkan antara rasionalitas, demokratis, agamis, nasionalis. Jadi tidak mungkin rasanya seseorang dinyatakan orang yang berpendidikan, terkecuali ia menyeimbangkan keempat hal yang disebutkan diatas.

            Dalam hal membangun Pendidikan berbasis Agama, maka banyak sekali alternatif atau instansi yang berfokus pada keagamaan. Salah satunya adalah pondok pesantren yang sangat mengedepankan pendidikan kegamaan secara kontekstual dan implementasinya. Sehingga tak jarang orang yang lulus dari pondok memiliki bekal berupa pengetahuan agama yang lebih daripada lulusan sekolah pada umumnya.

Seiring berjalannya waktu, pondok pesantren semakin menjadi pilihan utama dalam melanjutkan jenjang pendidikan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pondok pesantren yang tidak hanya menawarkan pendidikan berbasis agama saja, namun juga pendidikan formal yang diterapkan pada sekolah umum. Ditambah lagi stigma pondok pesantren yang terkesan terbelakang, sudah mulai bergeser pandangan tersebut dengan banyaknya pondok peesantren yang lebih moderat. Sehingga banyak yang ingin menitipkan buah hatinya di pondok pesantren karena lingkungan pembelajaraan dan kurikulum yang tidak kalah bagus dengan sekolah umum.

Namun muncul problematika besar muncul seiring berkembangnya pendidikan pondok pesantren. Hal ini berkaitan dengan banyakknya Kasus pencabulan dan pelecehan seksual yang terjadi di pondok pesantren. Pada tahun 2024 periode januari hingga agustus, Federasi Guru Serikat Indonesia mencatat sudah ada sekita 101 anak menjadi korban pelecehan seksual yang terjadi di pondok pesantren. Dan sekitar 69% korbannya adalah Laki-laki, Adapun Perempuan berjumlah 31%. Hal ini belum termasuk Kasus bullying, penganiayaan, dan berbagai problematika lainnya. Pertanyaan besarnya adalah apa yang melatar belakangi Kasus-kasus ini terjadi?

Pembahasan

            Ide tentang pendidikan yang berbasis asrama atau yang sekarang dikenal sebagai pondok pesantren, menurut Zainal Abidin bin syamsuddin dalam bukunya Walisongo dan penyebaran islam Nusantara, beliau menyebutkan bahwa cikal bakal pondok pesantren pertama kali dibangun oleh Maulana Malik Ibrahim atau yang akrab dikenal Sunan Gresik pada masa Kerajaan demak. Pada saat itu nama Pesantren belum tercetus namun disebut sebagai padepokan. Padepokan inilah yang menjadi dasar kurikulum pondok pesantren dan terus berkembang hingga hari ini. Pada dasarnya sunan Gresik mendirikan padepokan untuk menciptakan kaderisasi muslim dalam membantu Perkembangan dakwah islam di Nusantara. Karena pada saat itu Hindu masih sangat kental sekali dengan rakayat Nusantara saat itu. Selain Sunan Gresik, sunan Ampel juga memiliki padepokan yang sama seperti sunan Gresik.

            Setelah itu barulah berdiri banyak lembaga yang melanjutkan tradisi pendidikan sunan Gresik dan Ampel, dan yang tadinya disebut padepokan menjadi Pondok Pesantren. Seperti contohnya Daarussalam Gontor, Tebu Ireng, dan masih banyak lagi. Pondok Pesantren pada zaman penjajahan atau kolonialisme, memiliki peranan besar dalam dunia pendidikan pada saat itu. Karena pada zaman kolonialisme, orang yang bisa bersekolah adalah orang yang bisa berbahasa Belanda dan harus masuk sekolah rakyat. Yang dimana lewat sekolah Rakyat lah ideologi Belanda tentang Gospel masuk. Maka pondok pesantren lah yang melindungi dan merawat akhlak umat lewat pendidikan berbasis agama.

            Namun sekarang pondok pesantren sudah mengalami pergeseran dan perkembangan secara fungsi. Yang tadinya menjadi pendidikan alternatif sekarang menjadi pendidikan yang bersifat formal dan primer. Sehingga stigma pesantren yang terkesan tertinggal, sudah mulai hilang dan menjadi sebuah tujuan pendidikan yang modern. Karena banyak pondok saat ini berlomba untuk menyediakan kurikulum yang tak hanya berbasis agama saja namun bertaraf international. Sehingga secara tidak langsung kualitasnya menjadi unggul. Apalagi dengan adanya kebijakan baru dari kementrian agama dimana ada bagian khusus yang membina pondok pesantren yaitu Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (Pendis).

            Namun dalam perkembangan dan reformasi pondok pesantren yang sedang berjalan di Indonesia, terdapat sebuah permasalahan yang terus bermunculan. Baru-baru ini banyak sekali bermunculan di berita dan media tentang pelecehan seksual terhadap santri dan santriwati di pondok pesantren. Tentunya ini adalah fakta yang sangat miris dan sangat berpengaruh dalam perkembangan dunia pondok pesantren. Dan yang membuat mirisnya adalah pelaku merupakan pengurus pesantren dan bahkan pemilik pesantren. Sebenarnya apa yang melatar belakangi kejadian ini?

            Sebenarnya untuk menjelaskan fenomena ini, banyak faktor yang menjadi latar belakangnya. Adapun pembahasannya sebagai berikut:

1. Lingkungan pesantren yang Ekslusif

            Ini menjadi faktor yang sangat berpengaruh. Karena banyak sekali kebijakan pondok pesantren yang melarang adanya komunikasi dengan dunia luar pondok hingga taraf tertentu. Sehingga ini menjadi sasaran yang sangat empuk bagi oknum yang tidak bertanggung jawab melakukan hal yang hina semacam ini. Karena oknum mengetahui bahwa korban akan sulit berkomunikasi dengan dunia luar.

2. Kurangnya pengawasan atau screening psikologis terhadap pengurus atau civitas pesantren

            Kenapa ini bisa menjadi faktor yang sangat berpengaruh karena banyak sekali pondok pesantren yang menerapkan sistem pengabdian. Sistem pengabdian adalah sistem yang dimana pemilihan tenaga pengajar atau civitas, merupakan alumni langsung pondok tersebut atau bisa dibilang fresh graduate. Seringkali pengabdia dipilih melalui subjektifitas dari pihak pondok dan tidak melalui test screening yang ketat baik secara psikologi dan kompetensi. Sehingga menyebabkan adanya anomali dalam hal piskologi.      

3. Kurangnya pendidikan seks kepada Santri / Santriwati

            Tidak dapat dipungkiri pendidikan seks remaja menjadi sangat penting terutama di lingkungan pondok pesantren. Karena pendidikan seks tak hanya mengajarkan bagaimana manusia berkembang biak, namun mengajarkan tentang hormon dan perubahan genetik pada manusia. Yang dimana hal ini jarang sekali diperhatikan di pondok pesantren, karena masih ada stigma dimana pendidikan seks adalah hal yang tabu. Sehingga ketika mereka mengalami sesuatu yang berbau pelecehan seksual, mereka cenderung diam dan menerima karena tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

4. Kurangnya penanganan Psikologis baik secara pencegahan ataupun penanggulangan.

            Penanganan psikolgis sangat penting sekali dalam membentuk lingkungan pembelajaran yang kondusif dan aman. Karena psikologi berbicara soal kesehatan mental seseorang supaya menjadi manusia yang produktif dan berkualitas. Hal ini sangat amat diperlukan pada pondok pesantren mengingat tidak adanya kehadiran orang tua sehingga diperlukan adanya bantuan psikologis baik untuk perkembangan emosional, pengolahan rasa, bahkan di titik penanganan korban pelecehan.

            Namun pada kenyataannya masih banyak pondok pesantren yang belum terbuka terhadap penanganan psikologis anak. Karena masih banyak yang beranggapan penaganan secara spiritual sudah cukup dalam menangani problematika psikologi bahkan terhadap korban pelecehan. Akibatnya tak jarang terutama di lingkungan pondok, korban pelecehan bisa berpotensi menjadi pelaku sehingga menciptakan lingkaran permasalah yang tak kunjung selesai.

            Alasan-alasan diatas merupakan faktor-faktor yang sangat mendasari adanya pelecehan seksual di pondok pesantren. Dan permasalahan ini terus menjadi perbincangan dan bahkan memunculkan stigma yang tidak baik terhadap pondok pesantren. Yang dimana pondok pesantren adalah institusi pendidikan yang sangat mengedepankan moral,etika, dan akhlaqul karimah.

Solusi

            Setiap masalah pasti memiliki solusi. Tentunya jika ingin menciptakan lingkungan pembelajaran yang terbebas dari adanya pelecehan seksual, maka sebuah institusi pun juga harus berbenah. Dan sebagaimana instansi pendidikan lainnya, pondok pesantren juga harus berkembang secara pendekatan, penanganan dan pengasuhan santri / santriwati. Akan menjadi suatu hal yang percuma jika secara infrastuktur dan kurikulum sudah berkembang pesat, namun menggunakan metode kepengurusan yang lam dan sudah tidak relevan. Maka berikut ini adalah solusi yang dapat diperhatikan sesuai hasil analisa kami:

1. Memberikan edukasi Seks remaja terhadap civitas pondok pesantren.

            Edukasi adalah inti dari penanganan. Karena prinsip dasarnya adalah mencegah lebih baik daripada menanggulangi. Maka edukasi seks menjadi pilar utama dalam membentuk lingkungan pembelajaran pondok pesantren yang kondusif. Yaitu lingkungan pendidikan yang terbebas dari pelecehan seksual dan pemahaman LQBTQ+.

2. Meningkatakan standar perekrutan tenaga pengajar dan dilakukan screening psikologis yang ketat

            Sebagaimana yang telah dipaparkan diatas, screening yang tidak tepat terhadap civitas akademika pesantren menjadi permasalahan. Oleh karenanya screening harus dilakukan secara ketat bahkan sampai ditahap psikologis. Karena tidak menutup kemungkinan jika tidak dilakukan screening yang tepat dapat menimbulkan masalah yang tidak diinginkan dikemudian hari.

3. Penanganan psikologis bagi korban pelecehan dan sanksi keras bagi pelaku pelecehan.

            Penanganan psikologis bagi korban pelecehan terutama di pondok pesantren sangatlah penting bagi kesehatan mental korban. karena korban pelecehan seksual akan cenderung diam akan sesuatu yang dialaminya. Yang dimana hal ini dapat menimbulkan trauma yang akan mempengaruhi kehidupannya. Oleh karenanya penanganan psikologis harus ditangani oleh ahli minimal adanya konseling yang difasilitasi oleh pihak ponsok pesantren.

            Adapun dengan pelaku harus diberikan sanksi yang keras. Jika pelaku merupakan seorang remaja maka pembinaan mental harus lebih diutamakan. Jika pelaku adalah orang dewasa maka harus dihuku dengan hukuman yang berlaku dan juga direhabilitasi secara mental sehingga tidak menciptakan lingkungan yang lebih buruk lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun