Si Anak: "Aku jadi takut Bu, tidak adakah cara yang lebih baik dari keadaan yang mengkhawatirkan?"
Si Ibu: "Tentu tidak. Sekarang Zaman edan, semua harus berlomba menjadi yang terbaik. Terkadang yang terbaik justru terbalik Nak."
Si Anak: "Ah maksudnya?"
Si Ibu: "Terbaik bukan berarti berpenampilan paling bagus, tapi terkadang yang paling mengkhawatirkan. Ada satu sisi kita berlomba untuk menjadi paling buruk untuk mendapatkan simpati orang."
Si Anak: "Sekali lagi Aku takut Bu."
Si Ibu: "Tenang, nikmatilah peranmu Nak, Ibu ada di balik pohon."
Rombongan muka sedih itu semakin mendekat. Paling depan ada mobil ngiung-ngiung atau orang menyebutnya ambulans. Orang-orang muka sedih turun dari kendaraannya, lalu mereka beranjak jalan mendekati liang kubur. Semakin mendekat mereka semakin kencang menangis, diantara mereka malah ada yang pingsan. Kasian benar.
Yang menangis itu cuma mereka-mereka, sedangkan si anak-anak mempersiapkan wajah memelas sembari menahan ketawa karena sebelahnya malah bercanda. Ingat! Dari wajah, orang-orang bisa lihat mana anak yang mengkhawatirkan. Oh iya, si jenasah rupanya sudah memasuki tempat peristirahatan terakhir. Maka orang-orang yang bersedih pun beriringan pulang. Nah saatnya anak-anak beraksi!
Si Anak: "Bu, sedekah. Bu, sedekah, sedekah, Bu"
Si Ibu: "Nah loh, Kami tak bawa receh. Lain kali lah"
Si Anak: "Bu tolong ini Bu. Kami belum makan, tolong ini Bu"