Butalah hati mereka yang menyakiti. Mendugamu di sana, kami di sini. Maka dengarlah diktum suci ini, Wa huwa ma'akum, aina ma kuntum.
Engkaulah samudra
Samudra tiada tepi
Berpuisi aku tak mampu lagi
Kelu lidahku, beku nalarku
Lenyap wujudku
Bagaimana bisa patuh perintah paduka. Bagaimna bisa mencintai dan membenci karya kekasih.Â
Bagaimana bisa menyaksikan wajah Rahman di sekujur cermin ciptaan.Â
Bila aku meniada, fana fillah.
Itulah setetes air yang melompat ke samudra.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H