Seorang gadis rela merobek salah satu organ tubuhnya. Bukan hanya sekali, tapi dua kali dia merobeknya. Robek pertama demi masuk benih dalam rahimnya. Di dalam rahim, benih itu tumbuh, bertransformasi dari benda cair sederhana tanpa nyawa hingga menjadi anak manusia.
Selama sembilan bulan lamanya, seorang wanita menanggung beban di dalam rahimnya. Dan dia bersedia akan mengalami robek yang kedua kalinya. Robek ini untuk memastikan bayi berpindah dari rahim ibunya ke rahim dunia. Dengan cara ini, si anak siap memulai proses kehidupannya yang kedua, mencapai segala sesuatu yang bisa dicapai.
Sungguh tak tahu diri mereka yang semula tidak tahu siapa dirinya dan mereka yang semula bukan siapa-siapa tak punya apa-apa, namun setelah memiliki sesuatu, tiba-tiba mereka menjadi pelupa yang melupakan ibunya. Sang ibu lah yang membawanya keluar dari alam rahim yang gelap dan sempit menuju alam dunia yang terang dan luas.
Perempuan rela merasakan sakitnya dirobek dua kali, demi hidup dan keberlangsungan hidup. Dari sudut pandang ini, tidak berlebihan jika dikatakan perempuan adalah manifestasi yang maha menghidupkan. Lantas, apakah merobek tubuh sama dengan merusak tubuh? Jika iya, rusak apakah berarti buruk? Atau ada makna lain dari kata rusak?
Jika alam adalah kiasan tentang perempuan memberi kehidupan, lalu apa makna dari merusak alam? Apakah tidak merusak alam artinya membiarkan hutan agar tetap utuh? Membiarkan pohon tidak ditebang? Apakah dengan membiarkan rumput dan rumput liar tumbuh? Biarkan hewan itu tidak tersentuh? Apakah ada kehidupan tanpa pembunuhan? Mungkinkah tumbuh tanpa kehancuran?
Mari kita bedah dengan perspektif filsafat ekoharmonisme.
Ekoharmonisme merupakan teori kosmos dari perspektif filsafat. Filsafat yang berupaya menemukan hakikat realitas sebagai landasan perilaku harmonis dalam realitas.
Harmonisasi memperlakukan sesuatu sesuai dengan falsafah wujud sesuatu. Dalam hal ini, ekoharmonisme merupakan upaya untuk memperlakukan alam sesuai dengan falsafah penciptaan wujud alam. Alam diciptakan sebagai sarana kesempurnaan. Kesempurnaan yang dimaksud untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Gerak harmonisasi pada alam adalah dengan memanfaatkan alam sebagai sarana dalam menempuh gerak penghambaan. Eksploitasi tidak sejalan dengan kesempurnaan, kedzaliman tidak pernah relevan dengan penghambaan.
Tuhan menciptakan manusia adalah semata-mata untuk alam. Sebagai Khalifah Fil ardh, manusia sebagai penjaga alam yang memastikan alam dimanfaatkan sesuai dengan falsafah penciptaannya. Alam diciptakan untuk manusia. Namun, manusia tidak diciptakan untuk mengeksploitasi alam. Falsafah penciptaan alam akan terwujud, jika manusia berperan sebagai penjaga alam, bukan sebagai predator dan pencuri alam.
Dengan demikian, diantara postulat-postulat yang menjadi landasan ekoharmonisme adalah :
1. Filsafat Manusia : Jiwa adalah hakikat manusia, sebagai hakikat dari kesempurnaan manusia.
2. Filsafat Ketuhanan : Kedekatan dengan Tuhan merupakan tolak ukur kesempurnaan jiwa manusia.
Pada dasarnya, rusak berarti tidak berfungsi. Handphone rusak adalah handphone yang tidak lagi dapat digunakan untuk berkomunikasi, panca indera melemah jika tidak lagi dapat mempersepsi.
Rusak juga diartikan dengan tidak utuh atau tidak seperti semula. Modifikasi adalah merusak orisinalitas sesuatu. Kaca pecah artinya kaca tersebut rusak karena bentuknya tidak lagi sama seperti semula Dalam pengertian ini, perempuan yang robek salah satu organ tubuhnya berarti organ tubuh tersebut telah rusak. Alasannya jelas, organ tubuh tersebut tidak lagi seperti "setelan pabrik" atau telah kehilangan "segel".
Dalam Al-Qur'an terdapat kata fujur yang dihadapkan dengan kata taqwa. Sebagaimana Firman Tuhan ; Wa nafsiw wama sawwaha, fa alhamaha fujuraha wa taqwaha (Q.S. As-Syams : 7-8). Fujur merupakan kegiatan yang merusak keaslian jiwa. Begitupun dengan taqwa, taqwa mengacu pada tindakan yang memelihara atau selaras dengan sifat jiwa.
Dalam ekoharmonisme, merusak adalah tidak menggunakan sesuatu sesuai dengan falsafah wujud sesuatu tersebut. Perhatikan, dis-fungsi dan dis-ori bukan esensi rusak. Esensi rusak adalah dis-orientasi. Orientasi yang dimaksud adalah perfeksi jiwa. Gelas rusak bukan berarti gelas tersebut tidak dapat digunakan lagi untuk minum. Gelas dikatakan rusak jika digunakan untuk melempar ayam.
Dalam ekoharmonisme, merusak gelas berarti menuangkan alkohol ke dalam gelas. Yang artinya, gelas tidak digunakan sebagai alat kesempurnaan. Hutan yang terdegradasi bukan berarti hutan yang sudah tidak perawan dan kehilangan fungsinya. Hutan rusak adalah hutan yang digunakan para pendaki sebagai tempat romantis untuk bercinta secara ilegal. Merenggut keperawanan gadis secara paksa dalam hutan perawan, adalah merusak perempuan sekaligus hutan, adalah sejenis eksploitasi pada alam.
Sedangkan hutan yang diambil isinya untuk kesejahteraan manusia, agar manusia dapat hidup layak dan menempuh gerak yang sempurna, hal tersebut bukanlah suatu tindakan perusakan hutan, sekalipun hutan tidak lagi utuh. Pasalnya, hasil hutan terlibat dalam misi profetik. Ini sama persis dengan perempuan yang siap merobek salah satu organ tubuhnya demi hidupnya kehidupan.
Hal ini juga berlaku dengan raga. Raga memang tercipta untuk membusuk dan kehilangan fungsinya. Namun hal ini bukan bermakna rusaknya raga. Merusak raga adalah melibatkan raga dalam eksploitasi, betapapun raga tetap utuh dan berkilau. Jari jemari dirusak bila digunakan untuk merampok idealisme dan keadilan, walaupun jemari tersebut dililitkan oleh cincin berlian.
Harmonisasi pada raga adalah melibatkan raga dalam gerak penghambaan, hingga raga habis masa aktifnya. Biarkan mata memutih, telinga tuli, kaki dan tangan lumpuh berdebu, di jalan penghambaan dan pencerahan. Biarkan raga terkoyak berlumur darah, jika jihad memanggil demi meraih syahadah.
Ironi bukan ketika pohon ditebang, disulap jadi kertas yang di atasnya tertulis jangan menebang pohon. Hal ini tidak berbeda dengan pohon ditebang, disulap jadi komponen gitar atau rumah yang di dalamnya dinyanyikan senandung penebangan hutan.
Ironi adalah menulis dusta di atas selembar kertas yang dihasilkan dari penebangan pohon. Ironi adalah menyanyikan lagu yang merusak jiwa dalam rumah kayu diiringi petikan gitar yang salah satu komponennya berasal dari pohon. Ironi ketika rumah yang terbuat dari pohon atau beton hanya dijadikan sebagai hunian, namun gelap dari cahaya penghambaan dan pencerahan. Rumah tanpa penghambaan dan pencerahan adalah kandang. Penghuninya, sekumpulan satwa.
Terlebih lagi, tak ada kehidupan tanpa ada yang dimatikan. Tak ada pertumbuhan tanpa ada yang dikorbankan. Bahkan sebatang pohon harus membelah tanah, menyingkirkan apa saja yang ada di sekitar dan di atasnya, agar bisa tetap bertumbuh. Kepompong harus merobek rumahnya agar bermetamorfosa menjadi kupu-kupu. Begitu juga dengan telur yang harus pecah agar menjadi ayam atau berakhir di dapur.
Ini tetumbuhan dan hewan. Apalagi manusia. Ada banyak sekali hewan yang harus disembelih agar manusia bisa makan sendiri. Berapa banyak hama dan kecoa harus dibunuh, agar manusia bisa hidup sehat. Berapa banyak tanaman yang harus dipotong dan dimasukkan ke dalam air mendidih untuk dimakan manusia dan memperoleh gizi.
Artinya kematian dan kerusakan alam tidak bisa dihindari. Ekoharmonisme hadir untuk memastikan pengorbanan alam tidak sia-sia. Pasalnya, alam dan seisinya terlibat dalam misi profetik dan gerak kesempurnaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H