Terlebih lagi, tak ada kehidupan tanpa ada yang dimatikan. Tak ada pertumbuhan tanpa ada yang dikorbankan. Bahkan sebatang pohon harus membelah tanah, menyingkirkan apa saja yang ada di sekitar dan di atasnya, agar bisa tetap bertumbuh. Kepompong harus merobek rumahnya agar bermetamorfosa menjadi kupu-kupu. Begitu juga dengan telur yang harus pecah agar menjadi ayam atau berakhir di dapur.
Ini tetumbuhan dan hewan. Apalagi manusia. Ada banyak sekali hewan yang harus disembelih agar manusia bisa makan sendiri. Berapa banyak hama dan kecoa harus dibunuh, agar manusia bisa hidup sehat. Berapa banyak tanaman yang harus dipotong dan dimasukkan ke dalam air mendidih untuk dimakan manusia dan memperoleh gizi.
Artinya kematian dan kerusakan alam tidak bisa dihindari. Ekoharmonisme hadir untuk memastikan pengorbanan alam tidak sia-sia. Pasalnya, alam dan seisinya terlibat dalam misi profetik dan gerak kesempurnaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H