Mohon tunggu...
Muhammad Rifqi Saifudin
Muhammad Rifqi Saifudin Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger dan Pelayan Masyarakat

Menjalani hidup ditemani angka di suatu tempat dengan sesuatu yang bernama keuangan. Menghabiskan sisa hari dengan membaca buku, menulis isi hati, dan menonton film.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perlukah Kita Privilege?

21 Desember 2023   15:38 Diperbarui: 21 Desember 2023   15:41 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Privilege merupakan istilah yang sering sekali akhir-akhir ini dipakai. Istilah ini sering dikatakan kemana para motivator yang mengajak untuk sukses padahal semua orang tahu bahwa orangtuanya sudah sukses. Hal tersebut punya dua sisi, satu sisi adalah menyadarkan bagaimana menjadi realistis, namun di sisi lain dapat berujung menjadi alasan untuk tidak berusaha dan berdiam diri dengan alasan tidak memiliki privilege.

Apa Sebenarnya Definisi Privilege?

Privilege, atau dalam bahasa Indonesia adalah privilese menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah hak Istimewa. Pengertian yang banyak dipahami Masyarakat adalah hak tertentu yang membuat seseorang mudah untuk melakukan sesuatu. Misalnya dalam bisnis, seorang anak konglomerat akan mudah memulai bisnis karena tidak perlu takut dengan modal, bahkan ketika dia gagal masih ada keluarganya yang bisa memberikan suntikan dana.

Contoh lain adalah di dalam Pendidikan, murid yang mengenyam Pendidikan di sekolah berfasilitas lengkap dapat memahami Pelajaran dengan lebih mudah, apalagi dengan guru yang berpengalaman. Termasuk sekolah yang memahami peluang siswa dapat membuat siswa mengembangkan kemampuannya dengan maksimal.

Tapi, apakah hanya itu bentuk dari privilese?

Privilege bukan (Hanya) Kekayaan

Ada banyak sebenarnya bentuk hak Istimewa. Sebagai warga negara Indonesia saja kita sudah memiliki privilese untuk bebas berpendapat dan dapat bertumbuh kembang dengan baik. Tidak ada perang berkecamuk di sekitar kita dan tidak ada perbedaan ras yang membuat seseorang dibatasi haknya di tempat umum.

Bagi yang hidup normal tanpa kecacatan, ia mendapatkan privilese untuk melakukan aktivitas sehari-hari tanpa alat bantu. Seseorang yang memiliki kekurangan pun diberikan privilese berupa Kelebihan di bidang lain.

Orang yang memiliki orangtua lengkap memiliki hak untuk mendapatkan kasih sayang dari ayah dan ibu. Bagi mereka yang hidup dengan salah satu atau bahkan tidak bersama orang tua mendapatkan privilese merasakan penggemblengan mental sejak kecil yang berguna untuk menghadapi kerasnya dunia.

Privilege (Katanya) Dimiliki Semua Orang

Penjelasan privilese di atas seakan mengatakan bahwa sebenarnya privilese dimiki semua orang. Seakan membenarkan para motivator bahwa kalau saya bisa makan anda juga bisa. Nyatanya tidak.

Tidak semua orang bisa mendapatkan privilese. Tidak semua orang hidupnya lancar-lancar saja. Tidak semua orang memilki perlindungan ketika terjadi hal-hal buruk. Privilese merupakan hak Istimewa yang dimilki orang-orang tertentu.

Tapi ini bukan pembenaran bagi orang-orang yang tidak melakukan apa-apa karena merasa tidak punya privilese. Lalu,

Bagaimana Kita Menyikapi Privilege?

Kalau merasa tidak memiliki privilese, jangan langsung pergi dan menyerah. Walaupun tanpa hak istimewa, Tuhan telah memberikan hak kepada tiap manusia untuk berpikir, hidup, dan memilih jalan sendiri. Manfaatnya hak ini sebaik-baiknya, tanpa privilese mungkin kita tidak akan sesukses orang-orang, tapi kita akan tetap hidup. 

Hidup hanya sekali jadi nikmati tiap detiknya. Satu saran dariku, tiap malam cobalah sebelum tidur merenung dan pikirkan, "Benarkah aku tidak punya privilese?"

Bagi yang merasa memiliki privilese, manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Kita harus dapat menyeimbangkan privilege dan tanggungjawab moral kepada orang-orang di luar sana.

Aku mengakui kalau hidupku memiliki beberapa privilese. Aku lahir di keluarga harmonis dengan orangtua yang supportif. Ayah seorang guru yang membuatku lebih mudah memahami pelajaran-pelajaran di sekolah. Beliau sejak kecil selalu mengajak untuk membaca buku sehingga sampai sekarang aku suka membaca.

Ayah bukan konglomerat tapi kami hidup berkecukupan. Ketika tetangga sekitar belum memiliki komputer, aku sejak TK sudah diperlihatkan dengan kecanggihan teknologi. Ini membuatku serasa Gen Z yang terpapar teknologi sejak dini. 

Ditambah saat ini teknologi belum semaju sekarang sehingga aku sadar bahwa dunia maya tidak nyata sehingga tidak adiksi dengan itu.

Sekolahku juga bagus. Ayah yang seorang guru membuatku bisa memanfaatkan fasilitas sekolah dengan maksimal dan banyak peluang yang dapat kuambil sampai aku bisa ada di titik ini.

Berbagi dan Sadar Diri

Penyampaian privileseku bukan untuk niat sombong. Ini sebagai pengingat bagi kita semua bahwa bisa saja hal-hal kecil merupakan privilese sederhana yang tidak kita sadari. Sebelum menyerah dan merasa hidup tidak berpihak pada kita, yuk mulai sadari hal-hal kecil. 

Bagi yang sadar bahwa hidupnya memiliki hak istimewa, yuk berbagi dengan teman-teman. Tidak semua orang memiliki hak tersebut, berbaginya tidak akan membuat hak itu hilang malah akan membuat mereka yang tidak yakin dengan hidup akan terus hidup dan melangkah. Karena, untuk apa di puncak sendiri?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun