Implementasi Pajak Karbon di Indonesia: Pembelajaran dari Swedia dan Finlandia serta Potensi Dampaknya Terhadap Perekonomian
Pendahuluan
Perubahan iklim menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Salah satu penyebab utama dari perubahan iklim adalah emisi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida (CO) yang berasal dari aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil. Untuk mengatasi hal ini, banyak negara di dunia telah mengadopsi kebijakan pajak karbon sebagai instrumen untuk menurunkan emisi karbon dan mendorong transisi menuju ekonomi hijau.
Indonesia, sebagai salah satu negara dengan tingkat emisi karbon tertinggi di dunia, telah mulai menerapkan kebijakan pajak karbon pada tahun 2022. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi emisi karbon sekaligus meningkatkan penerimaan negara. Namun, bagaimana efektivitas penerapan pajak karbon di Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain seperti Swedia dan Finlandia yang sudah lebih dahulu menerapkannya?
Artikel ini akan membahas implementasi pajak karbon di Indonesia dengan mengambil pembelajaran dari pengalaman Swedia dan Finlandia serta mengeksplorasi potensi dampaknya terhadap ekonomi dan lingkungan di Indonesia.
Pajak Karbon di Swedia dan Finlandia
Swedia dan Finlandia adalah contoh sukses dalam penerapan pajak karbon yang efektif. Finlandia menjadi negara pertama di dunia yang menerapkan pajak karbon pada tahun 1990. Keberhasilan Finlandia dalam mengurangi emisi karbon tanpa merusak pertumbuhan ekonomi menjadi acuan bagi banyak negara lainnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Barus dan Wijaya (2021), penerapan pajak karbon di Finlandia telah mampu menekan emisi karbon dari sektor transportasi hingga 48% dalam kurun waktu 15 tahun.
Swedia, di sisi lain, menerapkan tarif pajak karbon tertinggi di dunia sebesar USD 137 per ton CO ekuivalen. Hasilnya, Swedia berhasil mengurangi emisi karbon secara signifikan tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonominya. Pajak karbon di Swedia diterapkan secara konsisten dengan memperhatikan sektor-sektor yang menghasilkan emisi tinggi serta memberikan insentif bagi industri untuk beralih ke energi terbarukan.
Implementasi Pajak Karbon di Indonesia
Indonesia mulai menerapkan pajak karbon pada April 2022 dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Pajak karbon di Indonesia dikenakan dengan tarif minimum Rp 30 per kilogram CO ekuivalen, yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara maju seperti Swedia. Kebijakan ini diterapkan dengan skema Cap-and-Tax, yaitu kombinasi antara perdagangan karbon dan pajak karbon.
Menurut Pratama et al. (2022), potensi penerimaan negara dari pajak karbon di sektor energi di Indonesia diperkirakan mencapai Rp 23,651 triliun pada tahun 2025. Namun, potensi penerimaan yang besar ini harus diimbangi dengan mekanisme yang tepat agar dapat memberikan dampak signifikan terhadap penurunan emisi karbon.
Pembelajaran dari Swedia dan Finlandia
Indonesia dapat mengambil pembelajaran penting dari penerapan pajak karbon di Swedia dan Finlandia, di antaranya:
Penetapan Tarif yang Efektif: Swedia berhasil menekan emisi karbon secara signifikan karena menerapkan tarif pajak yang tinggi. Tarif yang rendah, seperti yang diterapkan di Indonesia, mungkin tidak cukup untuk memberikan dorongan kuat kepada industri untuk beralih ke energi yang lebih ramah lingkungan.
Transparansi dan Konsistensi Kebijakan: Keberhasilan Swedia dan Finlandia dalam penerapan pajak karbon didukung oleh kebijakan yang transparan dan konsisten. Kedua negara ini memberikan insentif bagi industri yang mengurangi emisi karbon dan menerapkan penalti bagi yang tidak memenuhi standar emisi.
Penggunaan Penerimaan Pajak untuk Proyek Hijau: Penerimaan pajak karbon di Finlandia sebagian besar dialokasikan untuk mendanai proyek-proyek energi terbarukan dan efisiensi energi. Indonesia dapat mempertimbangkan strategi serupa untuk memastikan bahwa penerimaan pajak karbon digunakan secara optimal dalam mendukung transisi menuju ekonomi hijau.
Potensi Dampak Pajak Karbon di Indonesia
Penerapan pajak karbon di Indonesia diharapkan dapat memberikan beberapa dampak positif, antara lain:
Pengurangan Emisi Karbon: Dengan menerapkan pajak karbon, pemerintah berharap dapat menekan emisi karbon, terutama dari sektor energi yang menjadi salah satu penyumbang terbesar emisi di Indonesia. Berdasarkan proyeksi Pratama et al. (2022), penerapan pajak karbon di sektor energi dapat membantu menurunkan emisi karbon secara signifikan dalam beberapa tahun ke depan.
Peningkatan Penerimaan Negara: Pajak karbon memberikan sumber penerimaan baru bagi pemerintah. Dengan tarif minimum Rp 30 per kilogram CO ekuivalen, potensi penerimaan dari sektor energi dapat mencapai triliunan rupiah. Hal ini memberikan peluang bagi pemerintah untuk mendanai proyek-proyek lingkungan yang berkelanjutan.
Dampak Terhadap Ekonomi: Salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia adalah dampak pajak karbon terhadap perekonomian. Tarif yang terlalu tinggi dapat membebani industri dan konsumen, sehingga memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan dalam penetapan tarif pajak karbon agar tidak menghambat perekonomian.
Kesimpulan
Pajak karbon merupakan instrumen kebijakan yang efektif dalam mengatasi permasalahan perubahan iklim jika diterapkan dengan tepat. Swedia dan Finlandia telah menunjukkan bahwa pajak karbon dapat menurunkan emisi karbon secara signifikan tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi. Indonesia, sebagai negara berkembang, memiliki potensi besar dalam penerapan pajak karbon, namun memerlukan strategi yang matang agar kebijakan ini dapat memberikan hasil yang optimal.
Pengalaman dari Swedia dan Finlandia memberikan pelajaran berharga bagi Indonesia, terutama dalam hal penetapan tarif yang efektif, transparansi kebijakan, serta penggunaan penerimaan pajak untuk mendukung proyek-proyek energi terbarukan. Dengan demikian, penerapan pajak karbon di Indonesia diharapkan tidak hanya membantu menurunkan emisi karbon, tetapi juga mendukung transisi menuju ekonomi hijau yang berkelanjutan.
Referensi
- Barus, E. B., & Wijaya, S. (2021). Penerapan Pajak Karbon di Swedia dan Finlandia serta Perbandingannya dengan Indonesia. Jurnal Pajak Indonesia, Vol. 5, No. 2.
- Pratama, B. A., Ramadhani, M. A., Lubis, P. M., & Firmansyah, A. (2022). Implementasi Pajak Karbon di Indonesia: Potensi Penerimaan Negara dan Penurunan Jumlah Emisi Karbon. Jurnal Pajak Indonesia, Vol. 6, No. 2.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H