Nama adalah bagian penting dalam identitas seseorang. Bagi umat Islam, nama bukan hanya sekadar sebutan, tetapi juga doa dan harapan yang mencerminkan nilai-nilai keislaman. Dalam tradisi Islam, inspirasi dalam pemberian nama sering kali bersumber dari Al-Qur'an, hadits, dan warisan budaya Islami, salah satunya adalah Asmaul Husna, 99 nama indah Allah yang penuh dengan makna dan keagungan.
Namun, penggunaan Asmaul Husna sebagai nama seseorang sering kali memunculkan pertanyaan: apakah diperbolehkan dalam syariat Islam? Bagaimana sebaiknya nama-nama yang menggambarkan sifat-sifat Allah digunakan agar tetap sesuai dengan ajaran agama?
Melalui artikel ini, kita akan menelaah lebih dalam tentang hukum penggunaan nama-nama Asmaul Husna untuk manusia, dengan merujuk kepada dalil-dalil syar'i, pendapat ulama, serta implikasinya dalam kehidupan umat Muslim.
Asmaul Husna artinya nama-nama Allah yang Maha Indah dan Maha Sempurna. Kata asma berasal dari bahasa Arab yang berarti nama-nama, sedangkan husna artinya terbaik.
Asmaul Husna merupakan nama-nama Allah yang sesuai dengan sifat-sifat-Nya yang sempurna. Jumlah Asmaul Husna yang diperkenalkan Allah SWT kepada manusia adalah 99, karena kemampuan dan sifat manusia yang terbatas.
Penggunaan nama-nama ini sebagai inspirasi dalam memberikan nama seseorang telah menjadi tradisi di kalangan umat Islam. Namun, untuk memahami hukum penggunaannya, perlu dilihat dari perspektif syariat Islam yang berlandaskan Al-Qur'an, hadits, dan pendapat para ulama.
1. Penggunaan Asmaul Husna dengan Modifikasi
Sebagian nama dalam Asmaul Husna dapat digunakan untuk manusia dengan penyesuaian tertentu, seperti menambahkan kata Abd (hamba) di depannya. Contohnya, Abdurrahman (hamba Allah Yang Maha Pengasih) atau Abdul Malik (hamba Allah Yang Maha Merajai). Hal ini merujuk pada hadits Nabi Muhammad SAW:
"Sesungguhnya nama yang paling dicintai oleh Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman." (HR. Muslim)
Modifikasi ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa manusia adalah hamba Allah, sehingga tidak menyamai sifat ketuhanan.
2. Nama Asmaul Husna yang Bermakna Umum
Beberapa nama dalam Asmaul Husna memiliki makna umum dan dapat digunakan tanpa modifikasi, seperti Karim (pemurah), Hakim (bijaksana), atau Rashid (petunjuk). Nama-nama ini sering dipakai karena sifat-sifat tersebut juga dapat dimiliki manusia dalam kadar yang sesuai dengan keterbatasannya.
Namun, para ulama mengingatkan bahwa niat dalam pemberian nama ini harus tetap diarahkan kepada makna kebaikan, bukan untuk menyaingi sifat Allah.
3. Nama yang Khusus untuk Allah
Ada beberapa nama dalam Asmaul Husna yang secara khusus hanya layak untuk Allah dan tidak boleh digunakan sebagai nama manusia tanpa tambahan kata Abd. Nama-nama ini, seperti Al-Rahman (Yang Maha Pengasih), Al-Ahad (Yang Maha Esa), atau Al-Khaliq (Sang Pencipta), mencerminkan sifat eksklusif Allah yang tidak dimiliki manusia.
Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:
"Dialah Allah, tidak ada Tuhan selain Dia, yang memiliki Asmaul Husna." (QS. Thaha: 8)
Penggunaan nama-nama ini tanpa modifikasi dianggap sebagai bentuk menyerupakan manusia dengan Allah, yang dilarang dalam Islam.
4. Pendapat Para Ulama
Pendapat ulama terkait hukum ini bervariasi:
- Ulama yang Membolehkan dengan Syarat: Sebagian besar ulama sepakat bahwa penggunaan Asmaul Husna diperbolehkan jika memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti menambahkan Abd atau memilih nama yang bermakna umum.
- Ulama yang Lebih Ketat: Ada pula ulama yang lebih berhati-hati, yang menyarankan agar nama-nama tersebut dihindari jika dapat menimbulkan kesalahpahaman atau dianggap sebagai tindakan menyerupai Allah.
5. Etika dalam Pemberian Nama
Islam mengajarkan bahwa pemberian nama adalah tanggung jawab orang tua untuk memberikan yang terbaik bagi anaknya. Nama yang diberikan sebaiknya mengandung doa dan harapan yang positif, sesuai dengan nilai-nilai Islam. Selain itu, nama tersebut harus mencerminkan kedudukan manusia sebagai makhluk Allah yang penuh keterbatasan.
nama manusia boleh diambil dari Asmaul Husna, atau nama-nama Allah yang baik. Namun, sebagian ulama menganjurkan agar tidak menggunakan nama-nama Allah yang disebut asmaul husna secara langsung. Sebagian ulama menganjurkan untuk tidak menggunakan nama-nama Allah yang disebut Asmaul Husna secara langsung. Hal ini karena nama-nama Allah bersifat tauqifi, yaitu Allah tidak boleh diberi nama kecuali nama yang telah Dia tetapkan untuk diri-Nya sendiri, atau yang telah ditetapkan oleh Rasulullah.
Adapun pendapat Al-Ustad Buya Yahya mengenai hal tersebut, Beliau pernah membicarakan hal tersebut dalam salah satu ceramahnya "jika itu sifat yang memang Allah SWT berikan kepada Hamba-Nya maka itu di perekenankan, biasanya Nabi Sallahu alaihi wasallam juga di berikan sifat Rokhim, kalau ada orang di beri nama Rokhim itu bukan Pelanggaran, Cuma tetap lebih baik karena ta'adduban agar kita tidak salah pemahaman maka di kasihlah "Abdurrokhim".
Namun, nama-nama yang tidak khusus bagi Allah SWT dan memiliki makna yang juga merupakan sifat yang dimiliki oleh makhluk, maka boleh digunakan. Contohnya, nama Al-Aziz yang artinya orang yang dimuliakan di tengah kaumnya.
Penutup
Menggunakan Asmaul Husna sebagai nama manusia adalah sesuatu yang diperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu, seperti menambahkan Abd untuk nama yang mencerminkan sifat ketuhanan atau memilih nama-nama yang memiliki makna umum. Pemberian nama ini harus dilakukan dengan niat yang benar, sebagai doa dan harapan, tanpa melupakan kedudukan manusia sebagai hamba Allah. Dengan memahami ketentuan ini, umat Muslim dapat menjaga keindahan tradisi pemberian nama sesuai dengan ajaran Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H