Nama Penulis         : Muhammad Rifai Albana
Dosen Pengampu      : Saeful Mujab, S.Sos, M.I.Kom
ABSTRAK
Artikel ini memiliki tujuan untuk menganalisis dampak penurunan yang dihadapi oleh PT. Tupperware Indonesia, Penurunan ini menjadi ancaman serius terhadap keberlangsungan bisnis, hingga memicu isu kebangkrutan. Tentu krisis akan terjadi karena adanya masalah internal ataupun eksternal bagi sebuah perusahaan. Maka perusahaan perlu memiliki peran public relation untuk membantu dalam mengkomunikasikan dari internal perusahaan ke public ataupun sebaliknya untuk menjaga atau memperbaiki citra perusahaan dan membentuk opini publik yang positif, dengan hal tersebut sebuah krisis dapat menjadi sebuah hal yang positif atau negatif bertumpu dari public relation menghadapi dan menyikapi krisis. Arikel ini menggunakan metode dengan pendekatan kajian kepustakaan, di mana data diperoleh dari berbagai artikel, laporan, dan dokumen relevan. Hasil dari kajian ini Tupperware perlu menerapkan strategi komunikasi krisis yang efektif untuk menjaga citra merek, mengembalikan kepercayaan konsumen, dan menenangkan kekhawatiran para pemangku kepentingan (stakeholders).
PENDAHULUAN
Di Indonesia adanya perusahaan industri plastik yang dikenal dengan nama PT. Tupperware Indonesia. Tupperware merupakan merek peralatan rumah tangga yang saat ini sudah memiliki nama yang besar atau dikenal oleh Masyarakat. Dengan memiliki produk yang berbahan plastik, seperti wadah penyimpanan dan penyajian, serta memiliki produk seperti peralatan makanan dan minuman. Tupperware dikenal sejak tahun 1946, untuk menjaga kualitasnya, produk dari Tupperware tidak dijual di pasar umum, melainkan dijual melalui sistem penjualan langsung (Wulandari & Wartana, 2020)
Pada era globalisasi ini persaingan dalam dunia bisnis yang semangkin ketat dalam memasarkan produk, tiap perusahaan dituntut agar melakukan inovasi guna produk yang mereka miliki dapat bertahan dalam persaingan dan mampu menarik para konsumen akan produk yang ditawarkan. dengan tingginya tingkat persaingan seperti saat ini, tentu perusahaan memerlukan perhatian terutama terhadap faktor-faktor seperti kualitas produk dan harga produk yang menentukan dalam mempengaruhi Keputusan pembelian.
Tentu semangkin banyak pesaing maka akan semangkin banyak pilihan bagi konsumen untuk dapat memilih produk yang sesuai dengan harapannya. Tingkat persaingan yang tinggi saat ini membuat perusahaan harus memperhatikan kualitas produk dan harga produk agar bisa mempengaruhi keputusan pembelian dengan baik. Pilihan produk untuk pelanggan semakin bertambah, sehingga mereka dapat menemukan yang sesuai dengan keinginan mereka. Saat ini, banyak pilihan produk wadah makanan dan minuman dari plastik yang membuat konsumen harus memilih merek yang sesuai dengan kriteria mereka. Tupperware menawarkan harga yang lebih tinggi dibandingkan merek lain dalam industri yang sama. Dalam menilai kepuasan pelanggan, mereka biasanya melihat keunggulan kualitas produk dan citra merek yang terkait (Ita Bella Anggina Nst, 2019)
Dalam beberapa tahun terakhir, Tupperware mengalami krisis penurunan signifikan dalam penjualan dan permintaan pasar, yang berujung pada pengumuman kebangkrutan pada tahun 2023. Menurut Barton (1993), sebuah krisis adalah kejadian besar yang tiba-tiba dan dapat berdampak buruk pada organisasi dan masyarakatnya. Peristiwa ini bisa sangat merugikan bagi organisasi, karyawan, produk dan jasa yang dihasilkan, keuangan, dan reputasi perusahaan. Hal ini tidak hanya berdampak pada keuangan, tetapi juga menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana perusahaan dapat bertahan dalam situasi perubahan yang cepat dan tantangan yang semakin kompleks. Supplier atau anggota dalam penjualan Tupperware juga mengalami penurunan penjualan (Purwaningwulan, 2013)
Dikutip dari Youtz Media krisis yang diamali oleh tupperware telah berlangsung sejak 2020, dengan itu perusahaan berjuan untuk tetap bersaing dipasar yang semangkin ketat akibat munculnya pesaing. Pada juni 2023, Tupperware menutup satu-satunya pabrik dan memecat hingga 150 karyawan. Selain itu, adanya pandemi covid-19 memperburuk keadaan karena pergeseran perilaku konsumen yang beralih ke produk yang lebih mudah diakses secara online. Meski dengan kemajuan e-commerce dan penjualan online, metode tersebut dinilai kurang efektif, sebab brand-brand penyimpan makanan yang lebih terjangkau dan modern juga mulai menguasi pasar, sehingga membuat tupperware kesulitan dalam menentukan pangsa pasarnya. (Zahra, 2024)
Krisis merupakan hal yang akan terjadi dalam sebuah perusahaan, akan tetapi perusahaan dapat mencegah hingga memperispkan dalam menghadapinya. Tentu krisis akan terjadi karena adanya masalah internal ataupun eksternal bagi sebuah perusahaan. Perusahaan perlu memiliki peran public relation untuk membantu dalam mengkomunikasikan dari internal perusahaan ke public ataupun sebaliknya untuk menjaga atau memperbaiki citra perusahaan dan membentuk opini publik yang positif, dengan hal tersebut sebuah krisis dapat menjadi sebuah hal yang positif atau negatif bertumpu dari public relation menghadapi dan menyikapi krisis itu sendiri (Usman, 2014).
Public Relation harus memiliki hubungan yang baik dengan stakeholder tersebut guna mempersiapkan diri ketika perusahaan berada dalam kondisi yang tidak stabil. Salah satunya dengan media baik media massa maupun media sosial yang dimiliki oleh perusahaan. Dengan menggunakan media, sebuah perusahaan dapat menggunakannya untuk mengkonstruksi realitas yang didalamnya terdapat kepentingan pribadi bagi perusahaan (Kriyantono, 2015)
METODE
Pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan kajian kepustakaan (library research). Kajian Pustaka merupakan proses dalam mengmpulkan sebuah informasi dari berbagai sumber yang memiliki tujuan dalam memahami konteks masalah penelitian serta membangun sebuah argumen yang mendukung hipotesis atau pertanyaan penelitian (Ishtiaq, 2019). Dengan demikian, kajian kepustakaan menekankan pentingnya pemahaman terhadap sumber refernsi yang dapat memberikaan dasar teori serta mendukung analisis dalam penelitian. Pada penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah analisis isi, yang memungkinkan interpretasi mendalam terhadap data sekunder untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif terkait topik yang dibahas
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tupperware mengalami penurunan penjualan yang signifikan akibat perubahan perilaku konsumen, persaingan ketat, dan kurangnya inovasi produk. Penurunan ini menjadi ancaman serius terhadap keberlangsungan bisnis, hingga memicu isu kebangkrutan. Sebagai perusahaan global dengan reputasi panjang, Tupperware perlu menerapkan strategi komunikasi krisis yang efektif untuk menjaga citra merek, mengembalikan kepercayaan konsumen, dan menenangkan kekhawatiran para pemangku kepentingan (stakeholders).
Pergeseran preferensi konsumen menuju gaya hidup yang lebih minimalis, meningkatnya kesadaran akan lingkungan, serta persaingan dari produk sejenis yang lebih modern dan inovatif. Maka dengan Munculnya banyak kompetitor dengan produk serupa, baik dari segi kualitas maupun harga, yang menawarkan inovasi dan fitur yang lebih menarik. Produk Tupperware yang selama ini dikenal dengan daya tahannya, mungkin dianggap kurang menarik bagi konsumen generasi muda yang lebih menginginkan desain yang estetik dan fungsional. Serta metode penjualan yang digunakan oleh Tupperware yang mengandalkan model bisnis langsung (direct selling) yang menjadi ciri khas Tupperware mungkin kurang efektif dalam era digital saat ini, di mana konsumen lebih menyukai transaksi online dan pengalaman belanja yang lebih personal.
Tujuan Komunikasi Krisis
Dalam situasi krisis seperti ini, tujuan utama komunikasi adalah:
- Menjaga Reputasi Merek: Mempertahankan citra positif Tupperware sebagai merek yang berkualitas dan terpercaya.
- Mengembalikan Kepercayaan Konsumen: Membangun kembali kepercayaan konsumen melalui tindakan nyata dan komunikasi yang transparan.
- Menenangkan Stakeholder: Memberikan informasi yang akurat kepada karyawan, investor, dan mitra bisnis untuk mengurangi kekhawatiran.
- Mendorong Penjualan: Mengembangkan strategi pemasaran yang efektif untuk meningkatkan penjualan kembali.
STRATEGI KOMUNIKASI KRISIS
Berikut adalah langkah-langkah komunikasi krisis yang dapat diambil atau mungkin telah dilakukan oleh PT. Tupperware:
- Mengidentifikasi Pemangku Kepentingan
- Konsumen: Memberikan klarifikasi mengenai keberlanjutan bisnis dan langkah perbaikan.
- Investor: Menyampaikan rencana restrukturisasi keuangan untuk meyakinkan bahwa perusahaan mampu bertahan.
- Karyawan: Memberikan komunikasi internal yang terbuka untuk menjaga moral kerja.
b. Penyusunan Pesan Utama (Key Messages)
- Transparansi mengenai kondisi perusahaan dan tantangan yang dihadapi.
- Komitmen untuk menghadirkan inovasi produk dan peningkatan layanan.
- Penegasan rencana strategis perusahaan untuk mengatasi krisis.
c. Pemilihan Saluran Komunikasi
- Media Sosial: Digunakan untuk menjangkau konsumen secara langsung dengan pesan-pesan optimis dan program promosi.
- Media Massa: Memberikan pernyataan resmi melalui media untuk menjangkau audiens yang lebih luas.
- Komunikasi Internal: Menggunakan email atau forum internal untuk memberikan informasi kepada karyawan.
d. Langkah-Langkah Taktis
- Menyampaikan Klarifikasi Publik: Misalnya, CEO Tupperware memberikan pernyataan resmi mengenai langkah perusahaan menghadapi krisis.
- Meluncurkan Kampanye Digital: Fokus pada promosi produk baru atau program loyalitas untuk meningkatkan penjualan.
- Kolaborasi Strategis: Bekerja sama dengan mitra atau influencer untuk meningkatkan citra merek di mata konsumen.
KESIMPULAN
Â
PT Tupperware Indonesia menghadapi krisis yang signifikan akibat penurunan penjualan yang tajam dan ancaman kebangkrutan. Krisis ini dipicu oleh beberapa faktor, termasuk perubahan perilaku konsumen, peningkatan persaingan, dan dampak jangka panjang dari pandemi COVID-19. Pada era globalisasi ini persaingan dalam dunia bisnis semangkin ketat dalam memasarkan produk,, tiap perusahaan dituntut agar melakukan inovasi guna produk yang mereka miliki dapat bertahan dalam persaingan dan mampu menarik para konsumen akan produk yang ditawarkan. Maka krisis yang dihadapi oleh PT Tupperware Indonesia mencerminkan tantangan besar bagi perusahaan yang tidak mampu beradaptasi dengan perubahan pasar. Melalui manajemen krisis, tentu adanya harapan bagi perusahaan untuk bangkit dari situasi sulit ini. Namun, keberhasilan strategi ini sangat bergantung pada kemampuan perusahaan untuk merespons kebutuhan konsumen dengan cepat dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Â
Ita Bella Anggina Nst. (2019). Pengaruh Kualitas Produk dan Citra Merek Terhadap Keputusan Pembelian Tupperware (Studi Kasus Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Umsu).
Kriyantono, R. (2015). Teori Public Relations Perspektif Barat dan Lokal: Aplikasi Penelitian dan Praktik. Kencana Prenada Media Group.
Purwaningwulan, M. M. (2013). Public Relations dan Manajemen Krisis. Majalah Ilmiah UNIKOM, 11(2), 172.
Usman, Y. (2014). Peran Public Relations  dalam Manajemen Isu  dan Komunikasi Krisis. AL MUNIR: Jurnal Komunikasi Dan Penyiaran Islam, 0(0), 104--131. https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/almunir/article/view/690
Wulandari, Â putu sintia, & Wartana, Â i made hedy. (2020). Pengaruh Kualitas Produk dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian Tupperware (Studi Kasus Pada PT. Widya Mutiara Bali di Denpasar). Journal Research Management, 02(1), 58--67.
Zahra, W. L. A. (2024). Alami Penurunan Penjualan, Tupperware di Ambang Kebangkrutan. Youtz Media. https://youtzmedia.id/media/finance/alami-penurunan-penjualan-tupperware-di-ambang-kebangkrutan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI