Public Relation harus memiliki hubungan yang baik dengan stakeholder tersebut guna mempersiapkan diri ketika perusahaan berada dalam kondisi yang tidak stabil. Salah satunya dengan media baik media massa maupun media sosial yang dimiliki oleh perusahaan. Dengan menggunakan media, sebuah perusahaan dapat menggunakannya untuk mengkonstruksi realitas yang didalamnya terdapat kepentingan pribadi bagi perusahaan (Kriyantono, 2015)
METODE
Pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan kajian kepustakaan (library research). Kajian Pustaka merupakan proses dalam mengmpulkan sebuah informasi dari berbagai sumber yang memiliki tujuan dalam memahami konteks masalah penelitian serta membangun sebuah argumen yang mendukung hipotesis atau pertanyaan penelitian (Ishtiaq, 2019). Dengan demikian, kajian kepustakaan menekankan pentingnya pemahaman terhadap sumber refernsi yang dapat memberikaan dasar teori serta mendukung analisis dalam penelitian. Pada penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah analisis isi, yang memungkinkan interpretasi mendalam terhadap data sekunder untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif terkait topik yang dibahas
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tupperware mengalami penurunan penjualan yang signifikan akibat perubahan perilaku konsumen, persaingan ketat, dan kurangnya inovasi produk. Penurunan ini menjadi ancaman serius terhadap keberlangsungan bisnis, hingga memicu isu kebangkrutan. Sebagai perusahaan global dengan reputasi panjang, Tupperware perlu menerapkan strategi komunikasi krisis yang efektif untuk menjaga citra merek, mengembalikan kepercayaan konsumen, dan menenangkan kekhawatiran para pemangku kepentingan (stakeholders).
Pergeseran preferensi konsumen menuju gaya hidup yang lebih minimalis, meningkatnya kesadaran akan lingkungan, serta persaingan dari produk sejenis yang lebih modern dan inovatif. Maka dengan Munculnya banyak kompetitor dengan produk serupa, baik dari segi kualitas maupun harga, yang menawarkan inovasi dan fitur yang lebih menarik. Produk Tupperware yang selama ini dikenal dengan daya tahannya, mungkin dianggap kurang menarik bagi konsumen generasi muda yang lebih menginginkan desain yang estetik dan fungsional. Serta metode penjualan yang digunakan oleh Tupperware yang mengandalkan model bisnis langsung (direct selling) yang menjadi ciri khas Tupperware mungkin kurang efektif dalam era digital saat ini, di mana konsumen lebih menyukai transaksi online dan pengalaman belanja yang lebih personal.
Tujuan Komunikasi Krisis
Dalam situasi krisis seperti ini, tujuan utama komunikasi adalah:
- Menjaga Reputasi Merek: Mempertahankan citra positif Tupperware sebagai merek yang berkualitas dan terpercaya.
- Mengembalikan Kepercayaan Konsumen: Membangun kembali kepercayaan konsumen melalui tindakan nyata dan komunikasi yang transparan.
- Menenangkan Stakeholder: Memberikan informasi yang akurat kepada karyawan, investor, dan mitra bisnis untuk mengurangi kekhawatiran.
- Mendorong Penjualan: Mengembangkan strategi pemasaran yang efektif untuk meningkatkan penjualan kembali.
STRATEGI KOMUNIKASI KRISIS
Berikut adalah langkah-langkah komunikasi krisis yang dapat diambil atau mungkin telah dilakukan oleh PT. Tupperware:
- Mengidentifikasi Pemangku Kepentingan
- Konsumen: Memberikan klarifikasi mengenai keberlanjutan bisnis dan langkah perbaikan.
- Investor: Menyampaikan rencana restrukturisasi keuangan untuk meyakinkan bahwa perusahaan mampu bertahan.
- Karyawan: Memberikan komunikasi internal yang terbuka untuk menjaga moral kerja.
b. Penyusunan Pesan Utama (Key Messages)
- Transparansi mengenai kondisi perusahaan dan tantangan yang dihadapi.
- Komitmen untuk menghadirkan inovasi produk dan peningkatan layanan.
- Penegasan rencana strategis perusahaan untuk mengatasi krisis.