Mohon tunggu...
Muhammad Ridwan Tri Wibowo
Muhammad Ridwan Tri Wibowo Mohon Tunggu... Lainnya - Pengangguran

Suka jalan kaki.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengenal Teori Kebutuhan Abraham Maslow Menurut Akun Youtube Satu Persen dan Ngaji Filsafat

29 Juni 2023   02:08 Diperbarui: 3 Juli 2023   16:41 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SEBENARNYA aku pernah membaca dan melihat video penjelasan tentang teori ini di tahun 2020 di akun Youtube Satu Persen dan menontonnya kembali di tahun 2022 di channel Youtube Ngaji Filsafat.

Awalnya aku kira teori ini hanya sekedar mencari keseimbangan dan mencari kebahagiaan hidup, tapi ternyata teori ini mencakup luas. Teori ini mampu menjawab pertayaan-pertanyaan kehidupaan di masyarakat sekitar kita.

Contohnya:
Mengapa masyarakat kita rendah terhadap minat baca?
Mengapa banyak masyarakat kita yang miskin?
Mengapa gaji sudah UMR tapi kebutuhan dasar tidak tercukupi?
Mengapa orang berpengaruh kebanyakan lahir dari keluarga kaya?
Ya, itu semua akan aku ulas.

Penjabaran Menurut Akun Satu Persen 

Level 1: Kebutuhan Tubuh
Level 2: Keamanan (Finansial)
Level 3: Hubungan Sosial
Level 4: Harga Diri (Apresiasi)
Level 5: Aktualisasi

Level 1 dan Level 2 adalah kebutuhan dasar, level 3 dan level 4 adalah kebutuhan psikologis, dan level 5 dijawab dengan slogan Satu Persen, yaitu hidup seutuhnya (berdamai dengan diri sendiri dan menjadi apa yang dikehendaki pada kita). Kebutuhan tubuh, keamanan, hubungan sosial, dan harga diri masuk ke dalam kebutuhan yang didorong dengan ada rasanya tidak puas (Deficiency Needs).

Sedangkan aktualisasi diri (Being Needs) atau kebutuhan menjalani hidup yang sesuai dengan potensi, dikendalikan dengan perasaan di mana kamu ingin hidup sesuai dengan potensi yang kamu punya. Ada orang yang acuh sama kondisi finansialnya hanya memikirkan kebahagiaannya saja. Di sisi lain, ada orang yang terlalu materialistis hingga melupakan kebahagiaannya. Kita perlu sadar bahwa materi dan psikologis harus seimbang. Kita juga secara tidak sadar lebih sering dimotivasi sama Deficiency Needs dibanding Being Needs.

Nah, dari penjabaran akun Satu Persen, kita bisa pahami teori kebutuhan Maslow secara umum.  Namun penjabaran di atas rasanya belum tepat sasaran dengan yang ingin aku sampaikan. Penjabaran di atas lebih menjorok ke dalam keresahan masyarakat metropolitan yang sudah mempunyai banyak privilage dalam hidupnya. Jadi poin pertanyaan penjabaran di atas adalah gimana seseorang menyeimbang Deficiency Needs dan Being Needs. Setidaknya kita sudah tahu dulu level-level kebutuhan manusia.

 

Penjabaran Menurut Akun Ngaji Filsafat 

MENURUT Fahruddin Faiz selaku pembicara di akun Ngaji Filsafat, sebelum naik ke level berikutnya, kebutuhan level 1 harus tercukupi terlebih dahulu. Gimana kita akan merasa aman dan nyaman kalau kita masih kepikiran "besok makan apa?”. Biasanya orang yang tidak aman dan nyaman selalu ketakukan. Energinya habis ke sana semua.

Nah, menurut kacamataku biasanya masyarakat miskin yang masih berusaha mencukupi kebutuhan level 1 dan 2 (tapi yang sadar akan hal ini, bukan yang sok bergengsi) mereka tidak berpikir besok mau jadi apa atau bercita-cita menjadi apa. Mau menjadi kuli bangunan atau tukang sayur mereka cuek. Karena yang ada dalam pikirannya yang penting bisa makan. Masyarakat ini kalau dipaksakan membaca buku, bukan hidupnya makin baik tapi makin buruk karena cuma menambah pengeluaran dan beban pikiran saja. (Poin ini bisa menjawab mengapa masyarakat kita rendah terhadap minat baca)

Di level 3 ada namanya hubungan sosial. Di sini timbul keinginan rasa ingin saling memiliki. Makanya, di dunia ini banyak perkumpulan dan organisasi. Dalam urusan percintaan, kita ingin ada rasa saling memiliki. Mencintai saja tentu pahit dan dicintai tanpa mencintai rasanya hambar.  

Dalam hal ini, aku ingin menekankan lebih ke kasus percintaan. Banyak masyarakat di sekitar kita yang kebutuhan level 1 masih belum tercukupi tapi memaksa saling berkomitmen untuk melangkah bersama ke hubungan yang lebih serius. Kita pasti sering mendengar, "nikah bukan modal cinta doang", aku rasa perkataan itu benar adanya. Kalau dipaksakan cuma menambah beban pengeluaran untuk makan. Masyarakat seperti ini biasa selalu berdalih rezeki akan lebih banyak kalau sudah menikah. (Poin ini bisa menjawab mengapa masyarakat kita banyak yang miskin)

Lanjut ke level 4, yaitu harga diri atau apresisasi. Di dalam hidup kita butuh penghargaan dari orang lain. Orang lain menganggap diri kita penting, menganggapmu punya peran. Ironisnya di masyarakat yang kebutuhan dasarnya belum tercukupi, bisa-bisa masih berpikir orang lain memberikan penghargaan terhadap dirinya. Kalau mau gajinya yang UMR bisa mengatasi masalah kebutuhan level 1 dan level 2, mereka malah kredit motor dan hp (ah, malas ngetik mereknya); yang akhirnya tidak bisa kebayar dan melakukan pinjaman online. (poin ini bisa menjawab mengapa gaji sudah UMR tapi kebutuhan dasar tidak tercukupi)

Dan, level 5 adalah aktualisasi diri. Kebutuhan menjalani hidup yang sesuai dengan potensi, dikendalikan dengan perasaan di mana kamu ingin hidup sesuai dengan potensi yang kamu punya. Yang terakhir ini mampu menjawab pertanyaan, "Kenapa si orang berpengaruh lahir dari keluarga kaya?"

Ya, karena dia sudah tidak lagi mikirin besok bisa makan apa tidak? Besok ada ongkos kuliah apa tidak? Atau pertanyaan-pertanyaan yang cukup menggangu lainnya.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun