Mata kuliah terkait kelompok rentan ini mencakup beberapa aspek penting, antara lain:
1. Pemahaman Hak Asasi Manusia: Materi ini penting agar calon petugas dapat memahami hak-hak yang dimiliki oleh narapidana, termasuk kelompok rentan. Pemahaman yang baik tentang hak asasi manusia diharapkan dapat mencegah terjadinya pelanggaran hak dalam pelaksanaan tugas di satuan pemasyarakatan.
2. Komunikasi Empati dan Pendekatan Psikologis: Petugas pemasyarakatan dituntut untuk memiliki keterampilan komunikasi yang baik dan mampu berempati terhadap narapidana, khususnya mereka yang berasal dari kelompok rentan. Pendekatan psikologis ini diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan kondusif di lapas.
3. Pengelolaan dan Pelayanan Khusus: Mahasiswa/ taruna diajarkan tentang pengelolaan lapas yang inklusif bagi kelompok rentan, termasuk penyediaan fasilitas khusus bagi penyandang disabilitas atau layanan kesehatan yang sesuai bagi lansia.
4. Studi Kasus dan Praktikum di satuan pemasyarakatan : Melalui praktik langsung, mahasiswa dapat mengidentifikasi permasalahan yang sering dihadapi kelompok rentan di lapas, rutan maupun LPKA. Studi kasus ini membantu mahasiswa/ taruna memahami kompleksitas situasi yang akan mereka hadapi ketika menjadi petugas pemasyarakatan.
Studi Kelompok Rentan di Kurikulum POLTEKIP: Sebuah Inovasi Pendidikan Pemasyarakatan
Kurikulum POLTEKIP yang mengintegrasikan studi kelompok rentan merupakan inovasi penting dalam pendidikan pemasyarakatan di Indonesia. Fokus pada kelompok rentan ini bertujuan untuk menghasilkan petugas lapas yang tidak hanya menjalankan tugas dengan baik, tetapi juga memiliki kemampuan untuk memberikan perlindungan bagi kelompok-kelompok rentan.
1. Anak-anak di LPKA: Anak-anak yang berada di lapas sering kali mengalami trauma akibat terpisah dari keluarga atau karena pengalaman buruk selama penahanan. Kurikulum POLTEKIP memberikan perhatian khusus terhadap anak-anak di LPKA, dengan mengajarkan calon petugas tentang psikologi anak dan cara pendekatan yang tepat agar anak-anak merasa aman dan tidak merasa tertekan. Selain itu, pengetahuan tentang perlindungan hak anak juga disampaikan untuk memastikan petugas peka terhadap hak-hak dasar anak.
 Â
2. Perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) : Perempuan di LPP sering kali memiliki pengalaman yang berbeda dibandingkan narapidana pria. Mereka cenderung lebih rentan terhadap kekerasan, serta membutuhkan akses terhadap kesehatan reproduksi. Kurikulum POLTEKIP mengajarkan calon petugas untuk lebih sensitif terhadap kebutuhan khusus perempuan, termasuk penyediaan layanan kesehatan yang sesuai dan perlindungan dari kekerasan fisik maupun psikis.
 Â
3. Lanjut Usia di Lapas: Narapidana lanjut usia membutuhkan layanan kesehatan tambahan, perawatan khusus, dan fasilitas yang mendukung mobilitas mereka. Kurikulum POLTEKIP memberikan pemahaman kepada calon petugas tentang pentingnya layanan kesehatan bagi lansia di lapas. Calon petugas dibekali dengan keterampilan dasar dalam memberikan perawatan dan dukungan bagi narapidana lansia.
 Â
4. Penyandang Disabilitas di Lapas: Penyandang disabilitas di lapas memiliki keterbatasan yang membutuhkan fasilitas khusus. Melalui kurikulumnya, POLTEKIP menanamkan kesadaran kepada calon petugas untuk menyediakan fasilitas dan akses yang memadai bagi penyandang disabilitas, seperti jalur akses kursi roda, toilet khusus, serta akses informasi dalam bentuk yang dapat dipahami oleh penyandang disabilitas tertentu.
 Â
5. Individu dengan Masalah Kesehatan Mental: Narapidana dengan masalah kesehatan mental sering kali mengalami kesulitan beradaptasi dengan lingkungan lapas yang penuh tekanan. POLTEKIP mengajarkan calon petugas untuk mengenali tanda-tanda gangguan kesehatan mental dan memberikan perhatian serta penanganan yang sesuai.
Tantangan dalam Implementasi Kurikulum
Meskipun kurikulum POLTEKIP telah dirancang dengan baik, masih terdapat tantangan dalam implementasinya di lapangan. Salah satu tantangan terbesar adalah minimnya fasilitas dan sumber daya di lapas yang membuat pelaksanaan standar pelayanan bagi kelompok rentan menjadi sulit.Â
Misalnya, banyak lapas di Indonesia yang masih kekurangan tenaga medis, fasilitas khusus, dan infrastruktur yang memadai untuk mendukung narapidana penyandang disabilitas.
Selain itu, perlu adanya upaya kontinu dalam memperkuat budaya empati dan kesadaran terhadap hak-hak kelompok rentan di antara petugas lapas. Pendidikan di POLTEKIP baru tahap awal; ketika berada di lapangan, calon petugas lapas perlu terus beradaptasi dan meningkatkan pemahaman mereka tentang pendekatan yang humanis dan berbasis hak asasi manusia.