Mohon tunggu...
Muhammad Reza Santirta
Muhammad Reza Santirta Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Menulis adalah seni

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Haruskah Percaya Teori Konspirasi

2 Agustus 2020   17:26 Diperbarui: 2 Agustus 2020   17:32 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The Eye of Providence | wikimedia.org

Kita penting membahas konten yang mengandung teori konspirasi. Berbagai fakta maupun peristiwa yang terjadi pasti ada penyebabnya. Apakah terjadi karena kekuatan Sang Pencipta ataukan dorongan manusia di balik suatu peristiwa. Metode kritis sudah diajarkan dalam metode analisis yang dimulai dari pengamatan, pengumpulan data, pembuktian, hingga kesimpulan.

Validitas juga penting dalam mengamati latar belakang atau sejarah terjadinya suatu peristiwa. Siapapun bisa melakukan hal itu dengan melakukan pengkajian secara mendalam. Tidak harus peristiwa berbau politik, kejadian sehari-haripun bisa dikritisi dengan bersandar pada referensi yang ada.

Kita tidak bisa bersandar kepada orang lain bahkan memercayainya mentah-mentah. Sikap bijak dan mawas diri sangat penting supaya tidak mengecewakan diri sendiri maupun orang lain.

Kita mengenal teori kritis dalam perkualiahan yang menekankan pada pendalaman suatu fakta secara menyeluruh. Mulai dari latar belakang, kejadiannya, hingga dampak yang ditimbulkan. Teori kritis ini dapat diaplikasikan dalam memahami teori konspirasi.

Bagaimana teori ini mampu mengguncang kesadaran masyarakat terhadap suatu fakta ditinjau dari sisi lain. Tentu saja sikap objektif dan bijak harus dikedepankan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. Dibutuhkan pendalaman terhadap suatu fakta secara konkret dengan berpijak pada data dan sudut pandang lain.

Untuk menyampaikan argumen kritis, kita harus memahami sistem algoritma yang ada di era komputerisasi ini. Ada protokol yang harus dipatuhi dengan tidak mengandung konten kekerasan, pornografi, menjiplak, hingga menimbulkan kekacauan. Provider bisa saja mencabut hak siar dengan menghapus konten maupun akun pemilik jika melanggar. Tentunya, jika ada pengaduan dari pihak yang mengajukan komplain.

Penting bagi kita untuk mempertimbangkan hal tersebut. Bagaimana cara membuat konten kritik tapi tidak melanggar aturan. Tentu, harus ada pihak yang mendukung asumsi kritis (teori konspirasi) dalam menyuarakan aspirasinya. Kita mengenal istilah agitator.

Sebuah peristiwa pasti terjadi dalam kehidupan kita. Apakah disengaja atau tidak semua dapat saja terjadi, tentunya dengan campur tangan Tuhan. Sebagaimana dalam ajaran suatu agama, jika kita menerima suatu berita maka periksalah kebenarannya sesuai dengan fakta dan bukti agar tidak menimbulkan kerusakan akibat salah paham.

Kembali lagi kita pada penting atau tidak memercayai teori konspirasi. Jawabannya, kita harus bijak dalam menerima teori tersebut dan tidak mentah-mentah (istilah Jawa yaitu kepanggih). Jika sesuai dengan fakta dan ada bukti maka diterima jika sebaliknya maka ditolak saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun