Mohon tunggu...
Muhammad Reza Santirta
Muhammad Reza Santirta Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Menulis adalah seni

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Haruskah Percaya Teori Konspirasi

2 Agustus 2020   17:26 Diperbarui: 2 Agustus 2020   17:32 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peristiwa besar selalu menyita perhatian publik. Mulai dari bencana alam, kecelakaan, peperangan, hingga kekerasan. Reaksi yang ditimbulkan pun beragam mulai dari ngeri, benci, hingga penasaran. Di sisi lain, yang abstain atau tidak peduli (netral).

Hal itu memunculkan serangkaian gagasan yang memancing siapapun untuk semakin penasaran. Biasanya, argumen yang ditimbulkan bersifat kontroversial karena menimbulkan pro dan kontra. Orang yang berani melontarkan asumsi itu cenderung peka dan berani mengungkap apa yang ada di balik isu tersebut (kritis).

Biasanya, ia menelisik kejanggalan di balik kejadian tersebut termasuk pemberitaannya. Layaknya detektif, Ia akan menyampaikan suatu kritik yang cenderung sinis kepada kelompok tertentu yang sifatnya rahasia namun punya kekuatan dalam mengatur pemerintahan.

Inilah yang seringkali orang hubungkan dengan teori konspirasi. Secara terminologi, teori adalah seperangkat asumsi yang disimpulkan dari fenomena yang ada.Hal itu dikaji dari sebuah kejadian yang berpengaruh besar terhadap kehidupan manusia secara meluas.

Dalam kajian fenomenologi, sebuah peristiwa akan memunculkan kesadaran manusia atas pengalaman yang membentuk dirinya. Pengalaman itu tentu bersifat subjektif dan mampu menyadarkan daya intelektual manusia dengan berfikir secara kritis.

Fenomena munculnya teori konspirasi terbangun atas kesadaran manusia atas kendali 'maha kuasa' kelompok besar dan rahasia. Hal itu mengacu pada sebuah kejanggalan karena adanya unsur kesengajaan. Kejanggalan itu bisa menjadi pembeda antara peristiwa yang bersifat alami dengan peristiwa yang sudah direncanakan.

Kesengajaan itu akan diarahkan sebagai tuduhan ketika sebuah peristiwa besar terjadi. Kelompok besar seperti pemerintah, jajarannya, kelompok intelektual rahasia, mafia, hingga individu merupakan objek sasaran. Hal itu berangkat dari asumsi atas siapa yang berpengaruh dalam mengatur kejadian tersebut dan bagaimana mereka mendapatkan kekayaan dalam jumlah besar.

The Eye of Providence | wikimedia.org
The Eye of Providence | wikimedia.org
Kita mengenal beberapa kelompok rahasia besar dan berpengaruh secara politik seperti Freemason, Illuminati, Keluarga Rothschild, Keluarga Rockefeller, hingga City of London. Mereka dianggap punya kuasa dalam menjalankan pemerintahan dalam skala global.

Logo Freemasons | wikimedia.org
Logo Freemasons | wikimedia.org
Logo City of London | wikimedia.org
Logo City of London | wikimedia.org
Baru-baru ini, Bill Gates menjadi tokoh kontroversial di balik isu Covid-19 karena merencanakan penanaman chips dalam vaksin corona. Meskipun dibantah oleh beliau, bukti berupa ucapan pemimpin Microsoft 3 tahun lalu (dunia akan diguncang wabah) menjadi sebuah pengaminan.

Bukti itu diperkuat oleh dokumen berjudul 'Scenarios for The Future of Technology and International Development' dan hubungan Bill Gates dengan Keluarga Rockefeller. Bahkan, situasi pandemi ini dianggap sudah direncanakan 10 tahun lalu. Anggapan bermunculan karena kelompok itu ingin mengembangkan teknologi modern yang semakin memudahkan mobilitas manusia.

Komentar seorang artis tentang Covid-19 menyadarkan kita tentang teori konspirasi. Menurutnya, wabah corona ini sudah direncanakan Bill Gates sejak 2010 dan makin kuat pada tahun 2017. Perencanaan itu seperti proposal pengadaan inovasi teknologi baru seperti data identitas dengan menanam chips dalam vaksin. Selain itu, ia mengeritik media yang membesarkan berita Covid-19 sebagai cara untuk menyesatkan manusia dengan menyebarkan ketakutan publik.

Ungkapan viral itu seakan membangun kesadaran kita untuk berfikir kritis. Siapapun tergugah untuk mencari tahu bagaimana kekuatan global memengaruhi kebijakan dunia. Tak jarang, hal itu berbenturan dengan kebijakan yang bersifat politis.

Kita juga pernah dihebohkan oleh teori konspirasi Tsunami Aceh pada 2004. Seorang mantan anggota militer Amerika Serikat, yang kini tinggal di Aceh, mengatakan bahwa gelombang besar tersebut berasal dari ledakan nuklir. Hal ini dibuktikan dengan kondisi korban tsunami yang sebagian besar menghitam seperti gosong begitu juga bangunan yang hancur rata seperti habis diledakkan.

Menurutnya, tes ledakan nuklir di laut Samudera Hindia itu dilakukan Amerika Serikat untuk menghancurkan negara yang dianggap mendukung Irak dalam Perang Irak. Komentar itu dibantah banyak pihak karena tidak adanya bukti berupa bekas ledakan nuklir. Namun, ada beberapa pihak yang terlanjur percaya.

Inilah yang memunculkan keyakinan bahwa ada pihak yang bisa membuat bencana buatan maupun merekayasa peristiwa. Begitu juga dengan Perang Dunia 1 dan 2, Tewasnya Lady Diana, Kerusuhan Mei 1998, hingga Meninggalnya Munir. Dibutuhkan bukti yang membenarkan bahwa ada pihak yang menciptakan bencana seperti perang dan bencana alam.

Teori konspirasi juga jarang diangkat dalam kajian akademik di kampus. Padahal universitas mengarahkan mahasiswa untuk kritis dan independen sehingga mestinya mampu membahas keabsahan teori konspirasi. Namun, kajian semacam itu hanya bisa dilakukan di luar dengan mengadakan diskusi maupun bincang-bincang santai.

Gambaran tentang  pengendalian kelompok terselubung dapat kita lihat dalam drama Korea, King 2 Hearts (2012). Drama yang diperankan Lee Seung-gi (Lee Jae-Ha) dan Ha Ji Won (Kim Hang-Ah) dapat menjadi gambaran bagaimana sisa Kerajaan Joseon di Korea Modern digoncang oleh kelompok kecil namun berpengaruh yaitu Club M. Bagaimana seorang anak dari keluarga kerajaan yang beroposisi, yaitu John Mayer (Kim Bong Gu alias Yoon Je-Moon) mengadakan konspirasi untuk menjatuhkan sisa keluarga kerajaan Joseon agar dapat mengambil alih kekuasaan.

Meskipun kisah keluarga kerajaan tersebut fiktif, namun kita dapat mengambil gambaran bagaimana permainan politik dijalankan. Ada suatu konspirasi yang dijalankan oleh kelompok kecil untuk mengacaukan suatu negara demi kepentingan pribadi. Tentu saja yang dikejar adalah uang dan kekuasaan. 

Kelompok tersebut menggunakan berbagai sarana untuk mengokohkan ambisinya. Mulai dari politisi pendukungnya, pengusaha, hingga media. Untuk mencegah ambisinya gagal, mereka membutuhkan 'lembaga sensor'.

Apalagi, lembaga telekomunikasi sudah mulai sadar pentingnya teori konspirasi dengan pelabelan hoaks maupun faktual. Meskipun hanya sekedar opini, pemaparan sebuah fakta yang dianggap berseberangan dengan pemerintah harus dihapus dengan label hoaks. Jika melanggar, akan mendapat sanksi penjara.

Padahal, di negara belahan Barat, banyak kaum intelektual yang memaparkan konspirasi dari suatu peristiwa. Hal itu didorong oleh paham kebebasan berpendapat. Meskipun begitu, mereka tetap menggunakan standar ganda yang berbahaya bagi siapa saja yang kritis.

Namun, pemerintah tidak akan bergerak banyak jika sebagian besar orang memercayai teori tersebut. Teori itu mampu memberikan kekuatan berupa paradigma baru yang dulu dianggap aneh bahkan cenderung berbahaya. Hal itu dikarenakan teori itu bisa menjadi alternatif perubahan sistem baru.

Kita penting membahas konten yang mengandung teori konspirasi. Berbagai fakta maupun peristiwa yang terjadi pasti ada penyebabnya. Apakah terjadi karena kekuatan Sang Pencipta ataukan dorongan manusia di balik suatu peristiwa. Metode kritis sudah diajarkan dalam metode analisis yang dimulai dari pengamatan, pengumpulan data, pembuktian, hingga kesimpulan.

Validitas juga penting dalam mengamati latar belakang atau sejarah terjadinya suatu peristiwa. Siapapun bisa melakukan hal itu dengan melakukan pengkajian secara mendalam. Tidak harus peristiwa berbau politik, kejadian sehari-haripun bisa dikritisi dengan bersandar pada referensi yang ada.

Kita tidak bisa bersandar kepada orang lain bahkan memercayainya mentah-mentah. Sikap bijak dan mawas diri sangat penting supaya tidak mengecewakan diri sendiri maupun orang lain.

Kita mengenal teori kritis dalam perkualiahan yang menekankan pada pendalaman suatu fakta secara menyeluruh. Mulai dari latar belakang, kejadiannya, hingga dampak yang ditimbulkan. Teori kritis ini dapat diaplikasikan dalam memahami teori konspirasi.

Bagaimana teori ini mampu mengguncang kesadaran masyarakat terhadap suatu fakta ditinjau dari sisi lain. Tentu saja sikap objektif dan bijak harus dikedepankan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. Dibutuhkan pendalaman terhadap suatu fakta secara konkret dengan berpijak pada data dan sudut pandang lain.

Untuk menyampaikan argumen kritis, kita harus memahami sistem algoritma yang ada di era komputerisasi ini. Ada protokol yang harus dipatuhi dengan tidak mengandung konten kekerasan, pornografi, menjiplak, hingga menimbulkan kekacauan. Provider bisa saja mencabut hak siar dengan menghapus konten maupun akun pemilik jika melanggar. Tentunya, jika ada pengaduan dari pihak yang mengajukan komplain.

Penting bagi kita untuk mempertimbangkan hal tersebut. Bagaimana cara membuat konten kritik tapi tidak melanggar aturan. Tentu, harus ada pihak yang mendukung asumsi kritis (teori konspirasi) dalam menyuarakan aspirasinya. Kita mengenal istilah agitator.

Sebuah peristiwa pasti terjadi dalam kehidupan kita. Apakah disengaja atau tidak semua dapat saja terjadi, tentunya dengan campur tangan Tuhan. Sebagaimana dalam ajaran suatu agama, jika kita menerima suatu berita maka periksalah kebenarannya sesuai dengan fakta dan bukti agar tidak menimbulkan kerusakan akibat salah paham.

Kembali lagi kita pada penting atau tidak memercayai teori konspirasi. Jawabannya, kita harus bijak dalam menerima teori tersebut dan tidak mentah-mentah (istilah Jawa yaitu kepanggih). Jika sesuai dengan fakta dan ada bukti maka diterima jika sebaliknya maka ditolak saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun