Mohon tunggu...
Muhammad Reza Santirta
Muhammad Reza Santirta Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Menulis adalah seni

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Jasa Batik Air dan Peran Aviasi dalam Misi Kemanusiaan

20 Februari 2020   14:00 Diperbarui: 20 Februari 2020   14:05 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pesawat Hercules C-130 milik TNI dalam misi kemanusiaan di Wamena pada Oktober 2019. / jawapos.com

Selasa (18/02/2020) para awak Maskapai Batik Air mendapatkan apresiasi dari Pimpinan Lion Air Group, Erdward Sirait setelah menjalani masa karantina selama 14 hari. Sebanyak 18 kru yang terdiri dari pilot, pramugari, petinggi Batik Air dan Lion Air Group, serta tim medis juga mendapatkan penghargaan dari Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, yaitu Adhikarya Dirgantara Adhirajasa yang berarti Penghargaan Penerbangan Tangguh/Pemberani.

https://www.portonews.com/2020/laporan-utama/batik-air-apresiasi-18-awak-pesawat-penerbangan-misi-kemanusiaan-rute-soekarno-hatta-wuhan/Para kru Batik Air ID-8618 yang mendapat penghargaan dari Kementerian Perhubungan setelah menjalani masa karantina selama 14 hari pada Selasa (18/02/2020) / beritasatu.com
https://www.portonews.com/2020/laporan-utama/batik-air-apresiasi-18-awak-pesawat-penerbangan-misi-kemanusiaan-rute-soekarno-hatta-wuhan/Para kru Batik Air ID-8618 yang mendapat penghargaan dari Kementerian Perhubungan setelah menjalani masa karantina selama 14 hari pada Selasa (18/02/2020) / beritasatu.com
Ini menjadi momen yang sangat mengharukan mengingat perjuangan yang sangat besar bagi para kru dan awak karena berhasil menyelamatkan para WNI yang terisolasi di Kota Wuhan. Kota yang menjadi pusat penyebaran virus paling mematikan saat ini yaitu virus Corona.

Pesawat yang digunakan adalah Batik Air jenis WIde Body armada Airbus A330-300CEO. Pesawat bernomor penerbangan ID-8618 terbang dari Bandara Soekarno Hatta pada 1 Februari 2020 pukul 13.00 WIB (GMT+07). Pesawat tersebut tiba di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China pada pukul 18.00 waktu setempat.

Pihak penyelamat harus berkoordinasi dengan KBRI China yang berlokasi di Beijing untuk mengevakuasi WNI yang masih tertahan. Awalnya, tim dari kedutaan mengalami kesulitan karena akses perbatasan menuju Kota Wuhan yang ditutup oleh pihak keamanan setempat.

Hal ini mengingat bahaya virus Covid-19 karena tingkat penularannya yang sangat cepat. Akibatnya, pihak pemerintah harus menginstruksikan penutupan akses dari kota pusat penyebaran virus ke seluruh wilayah. Bahkan, kota tersebut harus diisolasi selama beberapa waktu yang tidak ditentukan.

Setelah mengajalani proses yang alot, akhirnya pihak kedutaan dan tim penyelamat bisa memasuki kota tersebut. Mereka harus ekstra cepat dengan memperhitungkan segala resiko demi mencegah penyebaran virus tersebut lebih lanjut.

Selesai evakuasi, pada Minggu (02/02/2020), mereka bersiap kembali menuju Indonesia. Pesawat Batik Air mulai berangkat meninggalkan Bandara Tianhe, Wuhan pada pukul 04.30 waktu setempat (GMT+08). Pesawat itu menempuh perjalanan selama 4 jam perjalanan dan tiba di Bandara Hang Nadiem Batam pada pukul 08.30 WIB.

Selanjutnya, mereka akan diberangkatkan menuju Kepulauan Natuna untuk menjalani masa karantina. Hal ini dilakukan agar terhindar dari paparan virus yang sedang menjangkit.

Terkait dengan penerbangan itu, pihak maskapai sudah memperhitungkan semua hal. Mulai dari pesawat yang digunakan sampai sistem keselamatan yang diterapkan. Bahkan, sudah banyak maskapai dari seluruh dunia yang melakukan aksi penyelamatan warganya sebagai bagian dari misi kemanusiaan.

Pemilihan Batik Air

Pesawat yang dipilih adalah penerbangan yang mempunyai jadwal rute menuju Wuhan yang ditentukan oleh pemerintah China. Selain destinasi, pesawat itu juga merupakan jenis wide body yang daya tampungnya mencapai lebih dari 300 orang. Hal ini mengingat penyebaran virus Corona yang dapat memengaruhi saluran pernapasan yang dapat merusak.

Pemerintah Indonesia, melalui Kemenhub RI, sempat bernegosiasi dengan pemerintah China untuk menentukan penerbangan misi kemanusiaan. Tentu kita akan bertanya, mengapa tidak menggunakan pesawat berplat merah seperti Garuda Indonesia? Padahal, pesawat ini mempunyai beberapa armada berbadan lebar seperti 10 unit Boeing 777-300ER, 7 unit Airbus A330-200, 17 unit Airbus A330-300, dan yang terbaru 3 unit Airbus A330-900Neo.

Pesawat Batik Air ID-8618 telah tiba di Bandara Hang Nadiem, Batam, Kepri pada Minggu (02/02/2020) / id.berita.yahoo.com
Pesawat Batik Air ID-8618 telah tiba di Bandara Hang Nadiem, Batam, Kepri pada Minggu (02/02/2020) / id.berita.yahoo.com
Pemerintah China tetap bersikukuh menggunakan regulasi yang ditetapkan untuk penerbangan 'misi kemanusian'. Artinya, pesawat yang dipilih adalah operator yang memiliki izin penerbangan reguler dari dan ke Wuhan. Garuda Indonesia tereliminasi karena belum mengantongi izin untuk destinasi Wuhan. Pilihan hanya ada pada Maskapai Lion Air Group dan Sriwijaya Air yang memiliki izin terbang ke Wuhan. Kemudian, menurut Kementerian Perhubungan, dibutuhkan pesawat berbadan lebar dan yang memilikinya hanya anak perusahaan dari Lion Air Group yaitu Batik Air.

Adapun leading sector atau pihak pelaksana misi tersebut adalah Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Kesehatan. Mereka juga menetapkan bahwa penerbangan harus menyesuaikan peraturan resmi dunia penerbangan.

Teknologi yang Diterapkan

Pihaknya sudah menyediakan dan melakukan penyemprotan cairan multiguna pembunuh kuman (disinfectant spray) dan masker dan alat pelindung diri (APD), sarung tangan (hand gloves), dan cairan/gel pembersih tangan (hand sanitizer) agar terhindar dari penularan. Bahkan, pesawat Batik Air sudah mempunyai teknologi penyaring sekaligus pembunuh virus yaitu HEPA Air Filter yang terletak di bodi pesawat.

HEPA Air Filter pada kabin pesawat terbang / rtpcompany.com
HEPA Air Filter pada kabin pesawat terbang / rtpcompany.com
Menurut Presiden Direktur Lion Air Erdward Sirait, HEPA Air Cabin Filter (High-Efficiency Particle Filters) dapat menyaring udara dari kabin ke luar pesawat termasuk bakteri dan virus corona. Sistem kerja penyaring partikel ini bertugas menyaring serta membuat sirkulasi ulang dari kabin dan menyampurkannya dengan udara bersih.

Sebagian udara yang berada di dalam kabin dibuang hingga keluar menuju atmosfer. Sisanya, dipompa melalui filter udara HEPA dan bisa menghilangkan unsur bakterial hingga 99 persen. Bahkan kabarnya, sistem ini juga dapat menghilangkan unsur zat radioaktif.

Perputaran filter HEPA ini berlangsung cepat hingga mengubah udara seluruhnya sekitar 15-30 kali perjam atau 1-2 kali per menit.

Sistem sirkulasi HEPA pada pesawat terbang / avialiks.com
Sistem sirkulasi HEPA pada pesawat terbang / avialiks.com
Walaupun sistem HEPA Filter ini tergolong canggih, pihak maintenance tetap harus membersihkan bagian kabin untuk menghilangkan sisa paparan virus Corona. Pesawat ini harus dilakukan pembersihan secara rutin selama 14 hari agar sisa paparan virus ini bisa hilang seluruhnya.

Pesawat Sebagai Bagian dari Misi Kemanusiaan

Pesawat ini memiliki sistem canggih seperti yang dikatakan sebelumnya. Penyaringan zat-zat ataupun partikel di dalam kabin dapat disaring hingga bersih seluruhnya. Tentu kecanggihan ini dapat diterapkan pada tiap-tiap pesawat yang beroperasi setiap hari.

Pesawat memiliki peran besar dalam dunia transportasi. Begitu juga dalam misi penyelamatan, pesawat berperan dalam mempercepat evakuasi orang-orang dari wilayah rawan. Kita ingat ketika pesawat digunakan dalam evakuasi warga Papua yang ada di Wamena dan bencana alam yang terjadi di Palu pada Oktober 2018 silam.

Pesawat Hercules C-130 milik TNI dalam misi kemanusiaan di Wamena pada Oktober 2019. / jawapos.com
Pesawat Hercules C-130 milik TNI dalam misi kemanusiaan di Wamena pada Oktober 2019. / jawapos.com
Pesawat Hercules C-180 A dari TNI Skadron Udara 32 Abdulrahman Saleh dalam misi kemanusiaan gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi Palu dan Donggala pada November 2018 silam. / tni.mil.id
Pesawat Hercules C-180 A dari TNI Skadron Udara 32 Abdulrahman Saleh dalam misi kemanusiaan gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi Palu dan Donggala pada November 2018 silam. / tni.mil.id
Apalagi daya tampung pada pesawat komersil yang didesain untuk membawa orang dalam jumlah besar. Jumlah kursi pesawat ditampung hingga sebanyak lebih dari 200 unit untuk memudahkan misi penyelamatan. Apalagi, didukung dengan teknologi canggih yang berperan besar untuk mendukung keselamatan penerbangan.

Seperti teknologi HEPA Air Filter seperti yang sudah dijelaskan. Sistem ini berperan besar dalam memudahkan penyaringan dan pembuangan virus Corona. Sistem ini terletak di bagian dalam Air Conditioner yang memudahkan menyaring partikel yang ada di sekitarnya, termasuk penumpang. Teknologi itu diterapkan pada pesawat Batik Air yang menggunakan armada Airbus A330-300CEO.

Berkaitan misi penyelamatan, pesawat juga memiliki kecepatan yang sangat tinggi sehingga memudahkan sistem evakuasi dari satu wilayah ke wilayah lain termasuk antar negara. Seperti misi penyelamatan WNI dari Wuhan yang terisolasi selama beberapa hari.

Penggunaan pesawat komersial untuk misi penyelamatan ini sangat jarang. Sebab, mayoritas pesawat yang digunakan adalah pesawat militer yang memiliki akses izin yang mudah dari pemerintah RI.

Adapun pesawat komersial, pemerintah melalui kementerian perhubungan harus menggelontorkan biaya sekitar 100 juta dolar untuk berbagai hal. Mulai dari penyewaan itu sendiri, maintenance, pelayanan seperti logistik untuk penumpang, hingga biaya pembersihan virus seperti pada maskapai Batik Air.

Belum lagi, biaya perizinan dari pemerintah kepada pihak maskapai. Hal ini penting dilakukan agar terhindar dari resiko yang tidak diinginkan seperti gangguan pada penerbangan. Apalagi, pesawat komersial merupakan pesawat reguler yang sistem keamanannya tidak secanggih pesawat militer. Meskipun begitu, jumlah besar serta akses destinasi yang mudah dijangkau dapat mempermudah penerbangan misi kemanusiaan.

Tentu saja, misi ini membutuhkan pengorbanan yang sangat besar. Biaya dalam jumlah besar, perlindungan pengungsi, hingga perawatan pesawat semua harus dipikirkan dengan matang. Belum lagi, para awak harus menggunakan pakaian khusus yaitu hazmat suit yang berfungsi melindungi tubuh dari paparan virus termasuk Corona (Covid-19).

Seorang tim penyelamat menggunakan hazmat suit saat menjalankan misi kemanusiaan penyelamatan WNI di Wuhan, China. / kumparan.com
Seorang tim penyelamat menggunakan hazmat suit saat menjalankan misi kemanusiaan penyelamatan WNI di Wuhan, China. / kumparan.com
Misi ini sangatlah dramatis mengingat perjuangan yang besar. Maskapai akan mendapatkan reward seperti sertifikat maupun rating apabila misi ini berhasil. Tentu, perjuangan ini sangatlah besar dan tidak mudah dilakukan pihak maskapai. Mereka harus gerak cepat dan siap menghadapi resiko apapun untuk misi penyelamatan ini.

Tentu saja, prestasi yang diberikan pemerintah kepada Batik Air dapat menjadi perbaikan bagi maskapai penerbangan Indonesia di masa depan. Pelayanan seperti jam terbang, kedatangan, hingga kondisi prima para kru harus lebih ditingkatkan mengingat misi kemanusiaan di Wuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun