Judul       : Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah                        Pengarang           : Tere Liye
Penerbit     : PT Gramedia Pustaka Utama Tahun Terbit : 2012
Tebal buku   : 507 halaman                                               MenHarga buku           : Rp. 72.000,-
Kepengarangan :
Tere liye yang memiliki nama asli Darwis (lahir 21 Mei 1979) sudah malang melintang di dunia tulis menulis selama kurang lebih 16 tahun. Beberapa karyanya bahkan pernah diadaptasi ke layar lebar, yaitu Hafalan Shalat Delisa, Bidadari-Bidadari Surga, Moga Bunda Disayang Allah, dan Rembulan Tenggelam di Wajahmu. Walaupun banyak karya yang telah Ia hasilkan, menulis bukanlah pekerjaan utamanya. Tere Liye adalah seorang akuntan yang berasal dari keluarga sederhana. Nama Tere Liye sendiri diambil dari bahasa India yang artinya ‘untukmu’.
Ciri khas karya Tere Liye ada di teknik penyampaiannya yang sederhana dengan alur cerita yang unik & tidak mudah ditebak. Karyanya selalu mengetengahkan pengetahuan, agama islam, dan moral kehidupan. Tak jarang karyanya juga menyinggung & mengkritik tentang penegakan hukum, anti korupsi, utang negara, pertumbuhan ekonomi, politik, sosial dan masalah nasional lainnya. Ia juga aktif di facebook, Instagram dan juga akun twitter.
Sinopsis :
Ada tujuh miliar penduduk bumi saat ini. Jika separuh saja dari mereka pernah jatuh cinta, maka setidaknya akan ada satu miliar lebih cerita cinta. Akan ada setidaknya 5 kali dalam setiap detik, 300 kali dalam semenit, 18.000 kali dalam setiap jam, dan nyaris setengah juta sehari-semalam, seseorang entah di belahan dunia mana, berbinar, harap-harap cemas, gemetar, malu-malu menyatakan perasaannya.
Apakah novel ini sama spesialnya dengan kisah cinta lainnya?
Novel ini mengangkat sosok Borno sebagai tokoh utamanya, seorang pemuda yang digambarkan penulis sebagai ‘pemuda tangguh yang giat, tangguh, adaptif & bercita-cita besar’ yang jatuh cinta pada seorang gadis berdarah tionghoa, bernama Mei. Latar tempat cerita sebagian besar mengambil lokasi di Pontianak, terkhusus tepian sungai Kapuas.
Kisah dibuka ketika umur 12 tahun, Borno kecil harus menghadapi kenyataan pahit bahwa Ayah yang amat sangat disayanginya harus meninggal dunia setelah tersengat ubur-ubur saat sedang berlayar. Sebelum meninggal, sang Ayah telah menyetujui untuk mendonorkan jantungnya kepada pasien lain. Kepedihan Borno bukan semata-mata karena ditinggal sang Ayah, melainkan tanda tanya besar apakah sang ayah meninggal karena kecelakaan atau meninggal karena kecelakaan atau meninggal oleh pisau bedah ruang operasi?