Soemitro Djojohadikusumo, yang juga dikenal sebagai Sumitro Joyohadikusumo, adalah seorang ekonom dan politikus Indonesia yang memainkan peran penting dalam sejarah ekonomi dan politik negara. Lahir pada 29 Mei 1917 di Kebumen, Jawa Tengah, Soemitro berasal dari keluarga bangsawan Jawa. Ia adalah anak tertua dari Raden Mas Margono Djojohadikusumo, seorang bangsawan yang bekerja sebagai ambtenar pada masa pemerintahan Hindia Belanda dan pendiri Bank Negara Indonesia (BNI).
Karier Politik dan Ekonomi
Soemitro pernah menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Industri, Menteri Keuangan, serta Menteri Riset pada masa Orde Lama dan Orde Baru. Dalam perannya tersebut, ia berkontribusi signifikan terhadap pengembangan sistem ekonomi Indonesia. Selain itu, Soemitro menjabat sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dari tahun 1951 hingga 1957, di mana ia berperan besar dalam mencetak ekonom-ekonom Indonesia melalui lembaga pendidikan tersebut.
Kebijakan Ekonomi
Soemitro dikenal karena kebijakan ekonominya yang menekankan industrialisasi dan teknokrasi. Ia lebih condong ke Blok Barat selama Perang Dingin dan bersikap anti-komunis. Meskipun bernaung di bawah Partai Sosialis, ia tidak setuju dengan sosialisme demokratis yang dianut banyak anggota partai.Â
Soemitro juga mendukung pengembangan usaha koperasi untuk memajukan perekonomian pedesaan. Dalam kebijakan pemerintah, ia mendukung anggaran berimbang karena khawatir bahwa anggaran bisa dihabiskan oleh politisi tanpa disiplin fiskal.
Namun, ia menolak anggaran pembangunan meskipun menganggapnya penting. Melihat kondisi ekonomi dan birokrasi Indonesia yang masih muda saat itu, Soemitro menyimpulkan bahwa cara terbaik untuk mencapai pemerataan ekonomi adalah melalui serikat pekerja yang kuat, bukan lewat perpajakan.
Kontribusi Dalam Bidang Ekonomi Indonesia
Dalam karirnya, Soemitro Djojohadikusumo telah memberikan kontribusi signifikan dalam sejarah ekonomi Indonesia. Salah satu kontribusinya adalah pembentukan Sistem Ekonomi Gerakan Benteng, yang fokus pada industrialisasi dan teknokrasi untuk memajukan industri nasional dan mengurangi ketergantungan pada impor.Â
Ia juga menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Industri dalam beberapa kabinet serta Menteri Riset dan Pengembangan dalam Kabinet Pembangunan II. Sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dari tahun 1951 hingga 1957, Soemitro berperan penting dalam melahirkan ekonom-ekonom Indonesia.Â
Ia juga mengembangkan kebijakan ekonomi yang berfokus pada industrialisasi dan teknologi, mendukung anggaran yang berimbang, dan mengkritik beberapa kebijakan pemerintah, seperti program mobil nasional Timor dan korupsi yang memperburuk dampak krisis finansial Asia pada 1997-1998. Soemitro turut mengembangkan Lembaga Pendidikan Ekonomi (LPEM) FEB UI, menjabat sebagai Dekan dari tahun 1953 hingga 1955.Â
Pengaruhnya juga terlihat pada generasi berikutnya, dengan murid-muridnya seperti JB Sumarlin, Ali Wardhana, dan Widjojo Nitisastro yang kemudian menjadi Menteri Ekonomi Indonesia. Dalam keseluruhan karirnya, Soemitro meninggalkan jejak yang sangat signifikan dalam sejarah ekonomi Indonesia dan dikenal sebagai begawan ekonom serta politikus terkemuka yang berperan besar dalam mencetak ekonom-ekonom Indonesia melalui lembaga pendidikan dan kebijakan ekonomi yang inovatif.
Â
Kematian dan Warisan
Soemitro meninggal dunia pada 9 Maret 2001 di Rumah Sakit Dharma Nugraha, Rawamangun, Jakarta Timur, dalam usia 84 tahun. Ia dikuburkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak dengan cara dan di tempat sederhana sesuai dengan wasiatnya. Soemitro meninggalkan warisan yang penting dalam sejarah ekonomi dan politik Indonesia, serta menjadi guru bagi beberapa menteri pada masa pemerintahan Soeharto
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI