Mohon tunggu...
muhammadreichard
muhammadreichard Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Akun ini dibuat untuk menyelesaikan tugas kuliah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Quiz Etika UMB - Praktik Stoicisme Membedakan Antara Forutna VS Virtu Untuk Menjadi Sarjana Unggul dan Profesional

28 Januari 2025   22:45 Diperbarui: 28 Januari 2025   22:45 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sarjana unggul adalah lulusan perguruan tinggi yang memiliki kompetensi akademik yang kuat, mampu memahami dan menerapkan ilmu secara mendalam, serta memiliki keterampilan soft skills seperti komunikasi, kepemimpinan, dan kerja sama tim yang baik. Mereka berdaya saing secara global, inovatif, kreatif, dan mampu menciptakan solusi bagi permasalahan masyarakat maupun industri. Selain itu, sarjana unggul menjunjung tinggi integritas, berkarakter, dan memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi. Mereka juga adaptif terhadap perubahan, mampu mengikuti perkembangan teknologi, budaya, dan tren global, sehingga menjadi individu yang relevan dan berkontribusi di berbagai bidang.

Praktik Stoicisme adalah penerapan prinsip-prinsip filsafat Stoic dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai ketenangan batin, kebijaksanaan, dan kebahagiaan melalui pengendalian diri dan penerimaan terhadap hal-hal yang di luar kendali kita. Salah satu konsep utamanya adalah dikotomi kendali, yaitu membedakan antara apa yang dapat kita kendalikan, seperti pikiran, tindakan, dan sikap, dengan apa yang tidak dapat kita kendalikan, seperti opini orang lain atau peristiwa eksternal, sehingga fokus diberikan pada hal-hal yang berada dalam lingkup kendali kita. Praktik ini juga mencakup meditasi harian untuk merenungkan tindakan dan emosi, serta premeditatio malorum, yaitu membayangkan kemungkinan buruk yang dapat terjadi sebagai persiapan mental dan pengurangan rasa takut terhadap ketidakpastian. Selain itu, Stoicisme mendorong pengendalian diri dengan menahan godaan dan emosi negatif seperti marah atau iri, serta menggantikannya dengan ketenangan dan kebijaksanaan. Melalui konsep memento mori, pengingat tentang kematian, Stoicisme mengajarkan pentingnya memanfaatkan setiap momen hidup dengan penuh makna dan kesadaran. Praktik ini juga berakar pada kebajikan, seperti kebijaksanaan, keberanian, keadilan, dan pengendalian diri, yang menjadi dasar dalam setiap tindakan dan keputusan. Dengan menjalankan Stoicisme, seseorang dapat menghadapi tantangan hidup dengan lebih tenang, tangguh, dan bijaksana.

Fortuna vs Virtue: Untuk Menjadi Sarjana Unggul dan Profesional

Dalam perjalanan hidup, khususnya dalam pencapaian kesuksesan akademik dan profesional, manusia sering dihadapkan pada dua elemen penting yang disebut sebagai fortuna dan virtue. Istilah ini dipopulerkan oleh Niccol Machiavelli dalam karyanya Il Principe. Dalam konteks ini, fortuna merujuk pada keberuntungan atau nasib baik, sedangkan virtue adalah kebajikan, kemampuan, atau kualitas pribadi yang memungkinkan seseorang untuk mengendalikan dan mengarahkan hidupnya menuju kesuksesan. Bagi seorang sarjana yang ingin menjadi unggul dan profesional, memahami dan menyeimbangkan kedua aspek ini sangat penting.

Memahami Fortuna: Keberuntungan dalam Kesuksesan

Fortuna sering kali diartikan sebagai hal-hal yang berada di luar kendali kita, seperti situasi sosial, kondisi ekonomi, atau peluang yang datang secara tiba-tiba. Dalam kehidupan akademik, fortuna dapat berupa mendapatkan dosen yang suportif, akses ke sumber daya belajar yang berkualitas, atau peluang magang yang datang tanpa diduga. Namun, keberuntungan tidak selalu bersifat positif; terkadang, rintangan yang tidak terduga juga termasuk dalam lingkup fortuna.

Sebagai contoh, seorang mahasiswa mungkin mendapat beasiswa karena kriteria tertentu yang sesuai dengan profilnya. Namun, tanpa upaya untuk memanfaatkan peluang ini dengan baik, keberuntungan tersebut bisa berlalu tanpa hasil signifikan. Oleh karena itu, keberuntungan hanyalah salah satu elemen dalam kesuksesan; elemen lainnya adalah bagaimana individu merespons dan memanfaatkan keberuntungan tersebut.

Virtue: Kompetensi dan Karakter

Di sisi lain, virtue mencakup keterampilan, pengetahuan, dan karakter yang dimiliki seseorang untuk menghadapi tantangan hidup. Dalam konteks akademik dan profesional, virtue meliputi kecerdasan intelektual, keterampilan manajemen waktu, kemampuan komunikasi, serta sikap disiplin dan tanggung jawab.

Seorang sarjana unggul tidak hanya mengandalkan keberuntungan semata, tetapi juga mengasah keterampilannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Misalnya, mahasiswa yang rajin belajar, aktif dalam organisasi, dan terus memperluas wawasan akan memiliki virtue yang kuat untuk bersaing di dunia kerja. Dengan virtue yang kokoh, seseorang dapat mengatasi kesulitan dan meraih peluang yang tampak mustahil.

Kolaborasi antara Fortuna dan Virtue

Kesuksesan sering kali merupakan hasil kolaborasi antara fortuna dan virtue. Keberuntungan mungkin membuka pintu kesempatan, tetapi hanya dengan virtue, seseorang dapat memanfaatkan peluang tersebut secara maksimal. Sebaliknya, tanpa fortuna, usaha yang dilakukan mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Sebagai ilustrasi, bayangkan seorang mahasiswa mendapatkan kesempatan magang di perusahaan besar (fortuna). Namun, jika mahasiswa tersebut tidak memiliki kompetensi yang dibutuhkan atau sikap profesional yang baik (virtue), peluang tersebut mungkin tidak akan memberikan dampak positif jangka panjang. Di sisi lain, seorang mahasiswa yang memiliki virtue yang kuat dapat menciptakan peluangnya sendiri meskipun kondisi awalnya kurang mendukung.

Strategi untuk Menyeimbangkan Fortuna dan Virtue

Untuk menjadi sarjana unggul dan profesional, berikut adalah beberapa strategi yang dapat dilakukan:

1. Mengembangkan Virtue

  • Disiplin Diri: Membiasakan diri untuk mengatur waktu dengan baik, menyelesaikan tugas tepat waktu, dan terus belajar meskipun tanpa paksaan.
  • Kompetensi Teknis: Menguasai bidang ilmu yang dipelajari serta keterampilan yang relevan dengan dunia kerja.
  • Kemampuan Adaptasi: Mampu beradaptasi dengan perubahan situasi dan lingkungan, baik di kampus maupun dunia kerja.
  • Jaringan Sosial: Membangun hubungan yang baik dengan sesama mahasiswa, dosen, dan profesional di bidang yang diminati.

2. Memanfaatkan Fortuna

  • Mengenali Peluang: Selalu waspada terhadap peluang yang mungkin muncul, seperti seminar, kompetisi, atau program pertukaran pelajar.
  • Bersyukur dan Bersikap Positif: Menghargai setiap peluang yang datang dan menggunakannya sebaik mungkin.
  • Mengelola Risiko: Menyadari bahwa setiap peluang mungkin memiliki risiko, sehingga penting untuk membuat keputusan yang bijak.

3. Menghadapi Ketidakpastian

Tidak semua hal dalam hidup dapat direncanakan. Oleh karena itu, seorang sarjana unggul harus memiliki keberanian untuk menghadapi ketidakpastian. Dalam hal ini, penting untuk mengembangkan mental yang tangguh dan fleksibilitas dalam merespons perubahan.

Peran Pendidikan dalam Mengasah Virtue

Institusi pendidikan memiliki peran penting dalam membantu mahasiswa mengembangkan virtue. Melalui kurikulum yang terstruktur, kegiatan ekstrakurikuler, dan lingkungan akademik yang mendukung, mahasiswa dapat belajar untuk:

  • Berpikir kritis dan kreatif.
  • Mengatasi konflik dan bekerja dalam tim.
  • Mengambil keputusan berdasarkan etika dan logika.

Selain itu, perguruan tinggi juga dapat menyediakan akses ke berbagai peluang yang memungkinkan mahasiswa untuk memanfaatkan fortuna. Misalnya, program magang, penelitian kolaboratif, atau kerjasama dengan perusahaan multinasional.

Contoh Kasus: Fortuna dan Virtue dalam Kehidupan Nyata

Mari kita lihat dua kasus hipotetis:

  1. Kasus Pertama: Seorang mahasiswa mendapat kesempatan untuk mengikuti konferensi internasional (fortuna). Namun, ia kurang mempersiapkan diri dan gagal memanfaatkan kesempatan tersebut. Akibatnya, ia tidak mendapat manfaat maksimal dari pengalaman itu.
  2. Kasus Kedua: Mahasiswa lain tidak mendapat peluang serupa, tetapi ia secara proaktif mencari alternatif seperti mengikuti webinar atau program lokal. Dengan virtue-nya, ia berhasil meningkatkan kualitas dirinya meskipun tanpa dukungan keberuntungan yang besar.

Dari dua kasus ini, jelas bahwa virtue memiliki peran yang lebih dominan dalam jangka panjang. Namun, jika virtue dipadukan dengan fortuna, hasil yang dicapai bisa jauh lebih optimal.

Kesimpulan

Menjadi sarjana unggul dan profesional membutuhkan keseimbangan antara fortuna dan virtue. Keberuntungan dapat membuka jalan, tetapi kebajikan dan kemampuan pribadi adalah kunci untuk menjaga dan memaksimalkan peluang tersebut. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk terus mengembangkan diri, tetap waspada terhadap peluang, dan menghadapi ketidakpastian dengan sikap yang positif.

Dengan menyeimbangkan fortuna dan virtue, seorang sarjana tidak hanya dapat meraih kesuksesan akademik dan profesional, tetapi juga menjadi pribadi yang inspiratif bagi lingkungan sekitarnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun