"Dinamis Namun Nyaris Tak Logis" itulah judul yang terlintas dibenak saya ketika dualisme kubu sekarang saling berdampingan.
Beberapa bulan dan beberapa hari belakangan aktivitas politik dinegeri kita tercinta ini bergerak sangat dinamis hingga membuat rakyat kebingungan melihat para elit politik yang saling siku, saling caci, saling dengki, hingga saling membenci. Tak tau kawan ataupun lawan jika jabatan jadi taruhannya.
Menurut Filosof Barat Aristoteles Politik memiliki artian upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendakinya. Sejalan dengan pemikiran Aristoteles marilah kita tengok kembali keadaan politik didalam negeri kita ini. Seolah-olah sama dengan pemikiran sang filosof Aristoteles tentang politik.Â
Para elit politik seakan-akan mempertontonkan drama perpolitikan untuk mencapai sebuah jabatan. Sehingga akhirnya rakyat bingung dan terpecah belah akibat perbedaan pendapat untuk mendukung para elit politik.
Bak gayung bersambut, karna ulah para oknum elit politik yang sengaja saling sikut, saling caci, saling dengki, saling memaki, hingga saling membeci lawannya itulah yang membuat rakyat pun ikut-ikutan akan kengawuran yang telah diciptakan oleh para elit politik dinegeri ini.Â
Padahal para oknum elit politik ini tidak mungkin memperhatikan kehidupan masing-masing rakyat. Namun rakyat kita rela bermusuhan satu sama lain hanya karna perbedaan pendapat dan perbedaan sudut pandang serta pilihan politik.
Namun lihatlah alur berikutnya, setelah pemilu usai, setelah Presiden dan Wakil Presiden kita terpilih dan dilantik masih saja alur perpolitikan di negeri kita masih sangat dinamis hingga rakyat pun kembali bingung.Â
Mengapa demikian? Ternyata keluar statement yang mencengangkan dan bahkan belum terfikirkan sebelumnya karna persaingan yang sengit antar kedua kubu pasangan calon yaitu oposisi akan berkoalisi.Â
Apa maksudnya? Tentu sangat membingungkan, dan rakyat pun harus kembali berfikir dan bertanya, apakah logis jika lawan yang tadinya melawan bak pahlawan kini bergabung dengan meminta 2 kursi kementrian? Jawaban pribadi saya, tentu bisa saja kubu oposisi bergabung kedalam pemerintahan bukan hal yang tidak mungkin jika kedua kubu bersatu tujuan Indonesia yang maju.
Tetapi statement tentang oposisi akan berkoalisi itu juga membuat para Ahli Ilmu Politik dan masing-masing petinggi partai kedua kubu mengeluarkan opininya. Dan kembali statement tersebut membuat perpecahan karna perbedaan sudut pandang. Ada ahli yang mengatakan, politik itu bebas yang dulu lawan bisa saja berkawan selama hal itu demi memajukan bangsa tentu boleh-boleh saja.Â
Tetapi adapula petinggi partai politik yang mengatakan, "alangkah baiknya seluruh koalisi kubu oposisi tetaplah menjadi oposisi namun kritis dan konstruktif", Ujar salah satu petinggi partai kubu oposisi.
Hingga pada akhirnya Presiden Joko Widodo dan Wakilnya Ma'ruf Amin mengumumkan daftar nama menteri-menterinya yang didalamnya terdapat kubu oposisi yang memilih bergabung kedalam pemerintahan. Dan inilah contoh bukti dinamisnya perpolitikan di negeri ini hingga rakyat pun mesti cermat dalam memilih dan cermat dalam berpendapat.
Hal penting lainnya menurut saya ialah jangan terlalu fanatik atau menjadi fanatisme buta akan pemikiran tentang suatu hal atau mengidolakan salah satu kubu, jika pada akhirnya kita akan terpecah belah hanya karna perbedaan sudut pandang dan perbedaan pendapat tentang pilihan politik masing-masing.
Yang terakhir mengutip dari semboyan Negara kita Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu "Bhineka Tunggal Ika" berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Walaupun terjadi perbedaan dikalangan kita namun kita tetap harus bersatu karna kita Saudara Sebangsa dan Setanah Air.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H