Mohon tunggu...
Muhammad Rasyid Ridho
Muhammad Rasyid Ridho Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Penulis

Saya adalah mahasiswa yang gemar menulis, menulis untuk berpendapat dan menikmati waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Mengupas Tuntas Permasalahan Pendidikan dari Sisi Pandang Lain

3 September 2024   11:25 Diperbarui: 3 September 2024   11:27 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tekanan sosial yang mengharuskan anak mengikuti jalan yang diinginkan oleh masyarakat atau orang tua dapat mematikan potensi mereka. Banyak anak berbakat yang akhirnya terpaksa bekerja di bidang yang tidak sesuai dengan minat dan bakat mereka, hanya untuk memenuhi harapan sosial yang ada. Hal ini mengakibatkan istilah "the right man in the right place" jarang terjadi di Indonesia. Masyarakat dan terkadang orang tua cenderung mengarahkan anak untuk menjadi seperti yang mereka inginkan, bukan seperti yang anak tersebut mampu dan ingin lakukan.

Pada akhirnya, kebanggaan atas pekerjaan dan pencapaian yang diciptakan oleh masyarakat sosial bisa menjadi bumerang bagi kemajuan bangsa. Untuk mencapai potensi penuh dari setiap individu, penting untuk menghargai dan mendukung keragaman cita-cita dan bakat, serta mengurangi tekanan sosial yang membatasi pilihan anak dalam mengejar apa yang benar-benar mereka inginkan dan mampu lakukan..

Sistem skripsi

Apakah sistem skripsi itu bagus? Secara umum, skripsi memiliki peran penting dalam pendidikan tinggi, terutama karena skripsi memungkinkan mahasiswa menghasilkan karya ilmiah yang mencerminkan pemahaman mereka terhadap materi yang telah dipelajari selama masa kuliah. Skripsi membantu mahasiswa mengasah kemampuan berpikir kritis, melakukan penelitian, dan mengembangkan metodologi---keterampilan yang sangat diperlukan, terutama bagi mereka yang bercita-cita menjadi akademisi.

Namun, pertanyaan yang muncul adalah: apa manfaat skripsi bagi mahasiswa yang ingin menjadi praktisi? Apakah skripsi benar-benar relevan bagi mereka yang lebih tertarik pada karir praktis daripada jalur akademis? Pertanyaan ini layak untuk didiskusikan, terutama dalam konteks kurikulum Merdeka yang menawarkan program MSIB (Magang dan Studi Independen Bersertifikat).

Program MSIB dirancang untuk memberikan pengalaman praktis yang mendalam bagi mahasiswa yang ingin menjadi praktisi. Dalam program ini, mahasiswa diberi kesempatan untuk menguji kualitas mereka melalui magang bersertifikat atau studi independen bersertifikat, di mana mereka menghadapi kasus nyata yang menuntut aplikasi keterampilan praktis. Bagi mahasiswa yang telah melalui program MSIB dengan baik, pertanyaan yang muncul adalah apakah mereka masih perlu menyusun skripsi untuk memenuhi syarat kelulusan?

Penulis tidak bermaksud mengatakan bahwa skripsi itu buruk, namun sebagai seseorang yang ingin menjadi praktisi, ada argumen yang kuat bahwa program MSIB sudah cukup untuk menguji dan mengembangkan keterampilan yang relevan. Proses seleksi untuk MSIB sudah ketat, dan program tersebut memberikan pengujian langsung terhadap kemampuan mahasiswa dalam konteks dunia nyata. Dengan demikian, bagi mahasiswa MSIB, menambahkan beban skripsi mungkin tidak selalu diperlukan, mengingat mereka sudah melalui proses evaluasi yang ketat dan praktis.

Pernyataan ini tentu dapat menimbulkan perdebatan, karena skripsi tetap dianggap sebagai puncak pencapaian akademis dalam tradisi pendidikan tinggi. Namun, dengan adanya program seperti MSIB, ada ruang untuk mempertimbangkan apakah skripsi adalah satu-satunya cara yang tepat untuk mengukur kelayakan kelulusan mahasiswa, terutama bagi mereka yang lebih condong ke dunia praktis daripada akademis..

Masih banyak faktor lain yang menjelaskan mengapa sistem pendidikan di Indonesia belum mampu memberikan hasil yang maksimal bagi kemajuan bangsa. Namun, enam faktor yang telah dibahas di atas merupakan beberapa hal yang jarang disorot oleh masyarakat umum. Tentu saja, tidak semua pendapat penulis di atas sepenuhnya benar, dan mungkin hanya bisa dikatakan ada benarnya. Namun, tulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan diskusi yang konstruktif dan, pada akhirnya, dapat memberikan setidaknya satu pandangan atau solusi baru bagi perbaikan sistem pendidikan di Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun