Di era informasi yang terhubung tanpa batas ini, kita seolah hidup di bawah bayang-bayang tiga ketakutan terbesar yang memengaruhi setiap langkah yang kita ambil.
Tiga fenomena tersebut adalah FOMO (Fear of Missing Out), FOBO (Fear of Better Options), dan FODA (Fear of Doing Anything).
Ketiganya tidak hanya menyerang pikiran kita dalam berbagai aspek kehidupan, tetapi juga menggerogoti keputusan finansial kita.
Tak jarang, ketakutan ini menggiring banyak orang ke dalam jebakan keputusan impulsif yang berisiko, utamanya dalam hal keuangan.
Mari kita akui bahwa dunia digital memompa adrenalin kita setiap detik. Instagram, TikTok, dan platform media sosial lainnya menghidangkan kehidupan yang penuh dengan pencapaian luar biasa, gaya hidup mewah, dan kesuksesan instan.
Ditambah dengan iklan produk investasi, cryptocurrency yang terus mendominasi percakapan, serta tren finansial yang datang dan pergi secepat kilat.
Semua ini membentuk ilusi bahwa kita harus mengikuti arus jika tidak ingin tertinggal. Namun, apa yang terjadi ketika kita berlarian mengikuti arus tersebut tanpa pertimbangan yang matang?
Jawabannya sering kali adalah keputusan finansial yang impulsif. Dan mungkin berujung pada kerugian yang lebih besar daripada mendatangkan keuntungan.
Takut Kehilangan Peluang, Tapi Apa Harganya?
FOMO adalah ketakutan bahwa kita akan kehilangan sesuatu yang sedang tren, baik itu pengalaman, kesempatan, maupun keuntungan finansial.
Ketakutan ini muncul ketika kita melihat orang lain menikmati hasil yang terlihat lebih baik, lebih cepat, dan lebih menguntungkan.
Di dunia investasi, fenomena ini sangat terasa, terutama ketika seseorang membeli saham atau aset hanya karena melihat orang lain meraup keuntungan besar dalam waktu singkat.
Bayangkan saja, kita mengikuti tren membeli cryptocurrency yang sedang melambung. Harga terus naik, dan setiap detik yang berlalu membuat kita semakin cemas apabila tidak ikut serta.
Kita mulai membeli aset ini hanya karena takut ketinggalan kesempatan, tanpa memikirkan apakah kita benar-benar memahami cara kerjanya dan potensi risikonya. Hanya karena orang lain melakukannya, bukan berarti itu adalah keputusan yang baik untuk kita.
FOMO menggiring kita untuk terjebak dalam keputusan impulsif yang tidak berdasarkan pada analisis rasional, dan akhirnya kita mungkin membeli di titik puncak harga.
Lalu, bagaimana cara menghindarinya? Jawabannya ada pada dua hal, yakni kesadaran diri dan pengetahuan.
Sebelum mengikuti setiap tren atau 'peluang emas', tanyakan dulu pada diri sendiri, apakah ini sesuai dengan tujuan finansial jangka panjang kita?
Selanjutnya, apakah kita memahami apa yang kita beli dan bagaimana risikonya? Jika jawabannya tidak, maka mungkin saatnya untuk menahan diri dan tidak terjebak dalam ilusi FOMO.
Pilihan yang Terlalu Banyak, Akhirnya Tidak Memilih Sama Sekali
Selain FOMO, fenomena lainnya adalah FOBO. Dalam arti, ketakutan akan pilihan yang lebih baik sehingga menimbulkan keragu-raguan dalam mengambil keputusan.
Ini merupakan ketakutan yang muncul ketika kita berada di hadapan berbagai pilihan investasi, namun kita terus-menerus merasa ragu dan tidak bisa memutuskan.
Misalnya, ketika kita ingin berinvestasi di saham atau reksa dana, kita mungkin terjebak dalam kebingungan memilih antara berbagai produk yang ada di pasar.
Ketakutan bahwa ada opsi yang lebih menguntungkan di luar sana membuat kita terus menunda keputusan. Hasilnya? Kita malah melewatkan peluang yang ada sekarang.
FOBO bukan hanya tentang ketakutan terhadap pilihan yang lebih baik, tetapi juga ketakutan terhadap keputusan yang salah.
Dalam dunia investasi, ini adalah jebakan besar dengan penundaan yang tidak perlu. Ketika kita menunda terlalu lama, ada kemungkinan kita tidak hanya kehilangan peluang, tetapi juga terlambat mengambil langkah yang benar.
Seiring berjalannya waktu, harga bisa berubah, pasar bisa bergejolak, dan kita bisa terjebak dalam situasi dimana keputusan kita menjadi kurang optimal.
Menghadapi FOBO, solusinya adalah dengan menetapkan batasan waktu untuk mengambil keputusan.
Kita bisa memberi diri atas waktu, katakanlah satu minggu atau satu bulan untuk meneliti opsi yang ada, tetapi setelah itu kita harus mengambil langkah. Jngan biarkan pilihan terlalu banyak mengaburkan tujuan finansial kita.
Oleh karena itu, fokus pada apa yang paling sesuai dengan strategi keuangan kita dan jangan biarkan ketakutan terhadap kemungkinan membuat kita kehilangan kesempatan lainnya menghentikan langkah kita sendiri.
Ketakutan untuk tidak Memutuskan apa-apa
FODA atau ketakutan akan mengambil keputusan sama sekali, sering kali datang dengan cara yang lebih subtil namun sangat berbahaya. Alih-alih memilih satu opsi, kita malah memilih untuk tidak memilih sama sekali.
Ini bisa terjadi ketika kita merasa terlalu banyak pilihan, maupun informasi yang berlebihan sehingga membuat kita bingung dan akhirnya memilih untuk tidak bertindak sama sekali.
Fenomena ini kerap terjadi ketika seseorang merasa kewalahan dengan banyaknya produk investasi yang tersedia, mulai dari saham, obligasi, hingga real estate dan cryptocurrency.
Ketika pilihan begitu banyak, kita cenderung menghindar dan berharap suatu solusi muncul dengan sendirinya.
Padahal sebetulnya, dengan tidak mengambil keputusan, kita justru membiarkan kesempatan berlalu begitu saja.Â
FODA adalah bentuk pasif dari ketakutan yang apabila dibiarkan dapat berakibat buruk bagi kesehatan finansial kita di masa depan.
Solusi untuk FODA adalah dengan memecah keputusan besar sehingga menjadi langkah-langkah kecil.
Misalnya, alih-alih memikirkan semua opsi investasi yang ada, tentukan satu tujuan keuangan utama kita terlebih dahulu seperti mempersiapkan mahar pernikahan, dana pensiun, maupun membeli rumah.
Dari sana, pilih opsi yang paling mendukung tujuan tersebut. Buat keputusan secara bertahap, bukan dengan membiarkan ketakutan membanjiri kita sendiri.
Menghindari Keputusan Finansial yang Impulsif
Keputusan finansial yang impulsif sering kali merupakan hasil dari ketiga fenomena psikologis , yakni FOMO, FOBO, dan FODA.
Untuk menghindarinya, kita harus terlebih dahulu mengenali adanya ketakutan yang memengaruhi kita.
Mengambil keputusan finansial yang bijak dan rasional, bukan berarti selalu memilih jalan yang cepat dan mudah.
Justru, ini berarti mengambil langkah yang lebih hati-hati dan terencana, walaupun terkadang itu berarti menunggu dan menilai risiko dengan seksama.
1. Tetapkan tujuan finansial yang jelas
Tanpa tujuan yang jelas, kita akan mudah terbawa arus. Tentukan tujuan finansial jangka panjang dan buat rencana yang realistis untuk mencapainya.
Dengan memiliki tujuan yang terfokus, maka kita akan lebih mudah menilai apakah suatu keputusan investasi benar-benar mendukung tujuan tersebut atau tidak.
2. Berinvestasi berdasarkan riset, bukan tren
Alih-alih mengikuti tren pasar atau keputusan orang lain, lakukan riset mendalam sebelum berinvestasi.
Dengan kata lain, pahami risiko yang terlibat dan pastikan bahwa pilihan kita sesuai dengan profil risiko kita.
3. Beri batas waktu untuk pengambilan keputusan
Hindari terjebak dalam FOBO dengan memberi diri kita dengan batas waktu untuk membuat keputusan.
Tentukan waktu yang cukup untuk menganalisis opsi yang ada, namun pastikan kita mengambil langkah setelah waktu tersebut habis.
4. Jangan takut untuk tidak memilih
Ketika dihadapkan pada banyak pilihan, ingatlah bahwa tidak memilih juga merupakan sebuah keputusan.
Fokus pada pilihan yang paling mendekati tujuan kita yang sebenarnya. Dan jangan sekali-kali terjebak dalam kebingungan.
Dengan demikian, melalui kesadaran diri yang lebih baik, perencanaan yang matang dan kendali atas emosi kita, maka kita dapat melawan arus ketakutan tersebut.
Pada akhirnya, keputusan finansial yang baik bukanlah yang diambil terburu-buru atau dengan mengikuti arus, melainkan yang didasarkan pada pemahaman yang jelas tentang tujuan kita dan risiko yang ada.
Orang yang paling menderita di dunia adalah orang yang selalu bimbang–William James
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI