Potensi PMII dan Tantangan di Era Oligarki
Sebagai organisasi mahasiswa Islam terbesar di Indonesia, PMII memiliki peran penting dalam membentuk kesadaran politik dan sosial kaum muda.
Sejak didirikan pada tahun 1960, PMII membawa misi untuk memperjuangkan nilai-nilai Islam, demokrasi, dan kemanusiaan.
Kendati demikian, dalam era dimana oligarki mendominasi politik nasional, pertanyaan krusial muncul, yaitu sejauh mana PMII mampu menjadi kekuatan alternatif yang menawarkan solusi bagi ketidakadilan sistemik?
PMII memiliki potensi besar sebagai gerakan yang berakar pada tradisi Nahdlatul Ulama (NU) yang menganut prinsip tawassuth (moderat), tasamuh (toleran), dan i'tidal (adil).
Nilai-nilai ini relevan untuk mendorong perubahan sosial yang lebih adil. Namun tantangannya adalah bagaimana menjaga independensi ideologis dan politik di tengah godaan pragmatisme yang sering kali merangkul organisasi mahasiswa.
Dalam beberapa dekade terakhir, PMII seperti organisasi mahasiswa lainnya, menghadapi dilema antara idealisme dan realitas politik.
Banyak kader PMII yang setelah lulus, memasuki arena politik praktis dan berafiliasi dengan kekuatan politik yang justru memperkuat oligarki.
Hal ini menimbulkan kritik bahwa gerakan mahasiswa kerap menjadi batu loncatan bagi ambisi pribadi, alih-alih memperjuangkan perubahan struktural yang mendasar.
Apa yang Bisa Dilakukan PMII?