Mohon tunggu...
Muhammad Rafly Setiawan
Muhammad Rafly Setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - Manager Pemantauan Nasional Netfid Indonesia

Kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang memiliki hobi travelling, menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Book

Kolom Demi Kolom

18 Desember 2024   14:47 Diperbarui: 19 Desember 2024   20:21 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.gramedia.com/products/kolom-demi-kolom?is_open_image_preview=true

Buku Kolom Demi Kolom juga secara jelas menggambarkan ketegangan antara kebebasan pers dan sensor yang diterapkan oleh pemerintah.

Pada masa Orde Baru, banyak jurnalis yang terpaksa mengelola kata-kata mereka dengan hati-hati atau bahkan menahan diri untuk tidak menyentuh isu-isu sensitif yang bisa memicu kontroversi atau bahkan dikriminalisasi dari pihak pemerintah.

Kendati demikian, meskipun berada di bawah kendali rezim yang represif, Mahbub menunjukkan bahwa kolom dapat menjadi sarana untuk mengkritik keadaan dengan cara yang cerdik dan hati-hati.

Translator buku Binatangisme karya George Orwell ini mengingatkan pembaca bahwa kendati ruang kebebasan pers dibatasi, tetap ada cara untuk menyampaikan kebenaran dan menggugah kesadaran publik melalui kata-kata yang tepat.

Dengan menggunakan bahasa yang elegan, tajam, dan kaya dengan sentuhan sarkasme, Mahbub tetap dapat menyampaikan pesan-pesan kritisnya tanpa langsung menantang otoritas yang ada.

Dalam buku ini, kita melihat bagaimana Mahbub menggunakan berbagai taktik dalam penulisannya untuk menghindari sensor seperti menggunakan alegori atau perbandingan yang halus.

Meski demikian, tulisan-tulisan dalam Kolom Demi Kolom tetap mengandung kritik tajam terhadap sistem yang ada tanpa harus kehilangan kredibilitas dan integritas jurnalis.

Kritik Sosial dan Refleksi tentang Pembangunan

Salah satu tema yang sering muncul dalam tulisan-tulisan Mahbub Djunaidi di Kolom Demi Kolom adalah kritik terhadap kebijakan pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah Orde Baru.

Meskipun pemerintah pada waktu itu banyak berfokus pada pembangunan ekonomi, Mahbub menyuarakan kekhawatirannya tentang ketimpangan sosial yang timbul akibat kebijakan tersebut.

Ketua Umum PB PMII Pertama ini melihat bahwa kendati banyak pembangunan infrastruktur yang berhasil dilakukan, namun sebagian besar rakyat Indonesia, terutama di daerah-daerah terpencil tidak merasakan dampak positif dari pembangunan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun