Ingin tahu lebih lanjut? Cobalah perhatikan kebijakan energi yang masih berbasis subsidi. Meski pemerintah mengklaim ingin beralih ke energi terbarukan, kenyataannya subsidi bahan bakar fosil tetap menjadi kebijakan favorit yang memberikan keuntungan besar bagi segelintir orang.
Bayangkan saja, alih-alih menginvestasikan uang rakyat untuk sektor yang lebih berkelanjutan, kita justru tetap mengalirkan dana ke dalam lubang hitam subsidi energi yang tak terkontrol.
Mungkin 2025 adalah tahun yang lebih hijau. Dengan pengertian, hijau untuk perusahaan minyak dan gas. Ajaib bukan?
Lebih banyak Koalisi, Lebih sedikit Kebijakan
Apabila Anda berpikir bahwa Pemilu kemarin akan membawa angin segar bagi Indonesia, saya ingin mengingatkan bahwa kita sedang berbicara tentang politik Indonesia, bukan negeri dongeng.
Pada 2025, Indonesia akan melanjutkan tradisi koalisi politik yang rumit dan membingungkan. Presiden telah berjanji akan membawa perubahan dan keberlanjutan, tetapi pada kenyataannya mereka akan kembali terjebak dalam kompromi-kompromi yang lebih mirip "deal politik" daripada upaya nyata untuk memperbaiki kehidupan rakyat.
Koalisi besar dan koalisi kecil akan saling tarik ulur, bukan untuk merumuskan kebijakan yang substantif, tetapi untuk memastikan kursi-kursi kekuasaan tetap berada di tangan mereka. Para politisi akan terus melupakan rakyat dan lebih fokus pada membagi-bagi jabatan dan posisi strategis.
Bahkan, tak jarang kita akan menyaksikan bagaimana politik uang dan politik patronase terus menggerogoti sistem demokrasi yang sudah cukup rapuh ini.
Bagaimana dengan reformasi? Ah, reformasi hanyalah sebuah kata yang dibumbui dengan janji-janji manis yang tak pernah terealisasi.
Pemilu telah berakhir, tetapi masalah-masalah lama seperti korupsi dan nepotisme akan tetap hadir sebagai 'teman setia' yang tidak pernah bosan menyelami politik Indonesia.
Menurut studi oleh LIPI (2024), meskipun Indonesia mengklaim sebagai negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara, tetapi tingkat partisipasi publik dalam politik dan kepercayaan terhadap lembaga negara terus menurun. Bahkan, hanya 42% dari warga negara yang merasa terlibat secara aktif dalam proses politik.