Bayangkan saja, negara dengan 270 juta orang lebih, tetapi hanya sepertiga yang merasa politik itu penting.
Mungkin inilah saatnya bagi pemerintah untuk mulai mengadakan Pemilu dan Pemilihan ke depannya untuk mempertimbangkan kualitas pemimpin yang berbasis kebutuhan masyarakat, karena nampaknya sisa warga lainnya sudah lebih memilih untuk tidak repot-repot.
Ekonomi dan Politik hubungan yang saling Memperburuk
Lalu, bagaimana ekonomi dan politik saling memengaruhi satu sama lain? Tentu saja, politik yang penuh dengan ketidakpastian dan kepentingan jangka pendek akan selalu mengganggu kelangsungan ekonomi Indonesia.
Kebijakan ekonomi sering kali disusun tidak dengan mempertimbangkan suara masyarakat atau hanya bersifat keuntungan jangka pendek, bukan atas dasar kesejahteraan rakyat dalam jangka panjang.
Ini bisa dilihat dari cara pemerintah membuat kebijakan yang hanya menguntungkan kalangan elite, sementara kelas menengah dan bawah terabaikan.
Ambil contoh kebijakan fiskal dan pajak. Pemerintah akan terus mengklaim bahwa mereka meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui program-program sosial, tetapi pada kenyataannya, kebijakan pajak yang progresif hampir tidak pernah diterapkan dengan serius.
Sementara, para korporasi besar dan individu kaya terus mencari celah dalam sistem pajak yang sudah lapuk.
Ini adalah situasi yang menguntungkan bagi mereka yang berada di puncak piramida ekonomi, tetapi menambah beban rakyat kecil yang terus terjepit.
Menurut laporan Transparency International (2024), Indonesia masih berada di posisi yang buruk dalam hal transparansi dan pemberantasan korupsi.
Indeks persepsi korupsi Indonesia pada 2024 berada pada angka 38 dari 100, yang artinya Indonesia masih jauh dari harapan untuk menjadi negara bebas dari praktik korupsi.