Siapa yang tak mengenal nama Airin Rachmi Diany? Mantan Walikota Tangerang Selatan maju dalam kontestasi politik lokal, yakni Pilkada Provinsi Banten 2024. Airin memegang harapan tinggi banyak pihak yang berharap perubahan besar di Provinsi Banten.
Namun setelah berlalu, hasilnya seperti menonton pertandingan sepak bola yang penuh kejutan, Airin menuai kekalahan. Sebuah kejutan? Mungkin. Tetapi mari kita lihat apakah sesungguhnya ini adalah kegagalan yang bisa jadi lebih cerdas dari yang terlihat.
Kegagalan Airin dalam Pilkada Banten bukan sekedar soal tidak memenangkan kursi Gubernur. Bagi sebagian orang, ini adalah indikasi dari begitu banyak hal yang salah dalam politik kita, yaitu ketidaksiapan pemimpin, lemahnya komunikasi politik, hingga mirisnya adalah ketidakmampuan untuk benar-benar menangkap sentimen masyarakat.
Namun demikian, penulis akan menelaah dari sudut pandang yang sedikit berbeda dan sarkas, karena terkadang kegagalan bisa sangat lebih menguntungkan dibandingkan kemenangan.
Tidak ada yang mampu Menaklukkan Masyarakat Banten?
Pilkada 2024 di Provinsi Banten bukan hanya soal strategi politik, melainkan cerminan dari ketegangan sosial dan ekonomi yang ada di wilayah tersebut. Banten, yang secara geografis berdekatan dengan DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan Indonesia, memiliki struktural sosial yang cukup kompleks.
Kendati Airin berstatus sebagai politikus dengan rekam jejak yang cukup baik di Tangerang Selatan, apakah masyarakat Banten benar-benar merasa dirinya cukup dekat dengan sosok Airin? Mungkin tidak.
Faktanya, Banten masih dihantui oleh ketidaksetaraan ekonomi dan ketegangan antara daerah pusat dan periferal yang sulit diatasi dengan hanya membawa citra seorang Walikota yang sukses.
Menurut beberapa studi tentang dinamika politik lokal di Indonesia, hubungan antara pejabat dan pemilih tidak selalu dan semudah yang kita pikirkan. Dalam penelitian Nurhayati & Setiawan (2022) tentang politik lokal di Jawa, ditemukan bahwa figur yang dikenal di kota besar sering kali mengalami kesulitan untuk diterima di daerah-daerah yang lebih periferal dan jauh dari pusat.
Airin mungkin sudah cukup sukses di Tangerang Selatan, namun Banten adalah cerita lain. Mengandalkan kesuksesan lokal untuk memikat hati rakyat Banten yang memiliki banyak perbedaan dalam hal sosial dan ekonomi, bukanlah taktik yang efektif. Bahkan, bisa dipandang sebagai sebuah kesalahan fatal.
Mungkin terlalu Cerdas untuk Masyarakat Banten
Apabila kita berpikir lebih jauh, kegagalan Airin juga bisa jadi cerminan dari strategi kampanye yang kurang efektif. Dalam dunia politik, kita sering kali mendengar bahwa kampanye adalah segalanya.
Namun terkadang, kampanye yang terlalu cerdas dan "melangit" bisa malah berbalik merugikan terutama kampanye tersebut tidak relevan dengan masalah sehari-hari yang dihadapi oleh masyarakat.
Mungkin, pesan yang terlalu elegan dan terkesan elitis itu tidak mampu menyentuh emosi masyarakat Banten yang lebih peduli dengan isu-isu kesejahteraan dan pemberdayaan.
Sebuah studi dari Lembaga Survei Indonesia (2023), menunjukkan bahwa calon pemimpin daerah yang terlalu fokus pada jargon elit dan program-program besar, sering kali gagal memahami kebutuhan dasar masyarakat.
Airin, yang memiliki citra seorang pemimpin di kota besar dengan segudang program canggihnya, mungkin tidak terlalu memperhitungkan bahwa masyarakat Banten lebih membutuhkan solusi konkret terhadap masalah seperti infrastruktur yang buruk, akses pendidikan yang terbatas, atau lapangan kerja yang minim.
Pengaruh Koalisi dan Dukungan Parpol yang telalu Manis?
Satu lagi faktor yang tak bisa diabaikan adalah strategi koalisi politik. Seperti yang kita ketahui, Pilkada di Indonesia tidak pernah jauh dari koalisi politik yang kompleks dan terkadang penuh intrik.
Airin, kendati memiliki jaringan politik yang solid di Tangerang Selatan, tampaknya tidak cukup mendapatkan dukungan dari koalisi-koalisi penting yang bisa mempengaruhi perolehan suara di Banten.
Ini bukan hanya soal popularitas, tetapi lebih kepada bagaimana kekuatan partai dan koalisi politik dapat mempengaruhi hasil akhir pemilihan.
Setiawan & Nasution (2021) mengungkapkan bahwa dalam Pilkada, kekuatan partai politik sering kali lebih penting dibandingkan dengan kuaitas individu calon pemimpin itu sendiri.
Di Banten, dengan keanekaragaman suara dan pengaruh politik yang tersebar, Airin mungkin kekurangan koalisi yang solid dan dapat menarik massa pemilih dari berbagai kalangan.
Sementara calon lain yang mungkin tidak sepopuler Airin, tetapi memiliki dukungan politik yang lebih kuat dan berhasil memanfaatkan situasi tersebut sehingga membalikkan keadaan dengan memperoleh suara yang lebih besar darinya.
Apakah Kegagalan ini Sebenarnya Keberhasilan Tersembunyi?
Lalu apabila kita sedikit lebih sarkas, apakah kegagalan Airin sebenarnya merupakan keberhasilan yang tersembunyi? Sebuah pembebasan dari tanggung jawab politik yang jauh lebih rumit daripada yang kita bayangkan?
Kemenangan dalam Pilkada sering kali lebih rumit daripada sekedar duduk di tampuk kekuasaan sebagai Gubernur dan meresmikan berbagai mega proyek.
Pemimpin yang menang, sering kali terjebak dalam birokrasi dan politik yang mengikat. Sementara mereka yang gagal, sering kali bebas untuk menjadi figur yang dihormati tanpa harus terjerat dalam perangkap politik yang tidak menguntungkan.
Pada akhirnya, kita bisa melihat bahwa kekalahan Airin dalam Pilkada Banten bukan sekedar kegagalan, melainkan sebuah pelajaran penting tentang bagaimana politik lokal di Indonesia lebih kompleks dari yang tampak di permukaan.
Untuk Airin, mungkin inilah waktu yang tepat untuk mundur sejenak dan merenungkan kembali arah politiknya. Siapa tahu, dengan tidak terpilih menjadi Gubernur, Airin malah mendapatkan kesempatan untuk merancang langkah politik berikutnya yang lebih cerdas, strategis, dan menyentuh hati masyarakat.
Penulis ucapkan demikian sebagai pelipur lara dan pemanis di tengah pahitnya kekalahan serta terjungkalnya Airin dalam gelanggang politik lokal. Namun apapun itu, suara rakyatlah yang menentukan kemenangan. Berbahagialah Rakyat!
Referensi
Nurhayati, I.,& Setiawan, A. (2022). Politik Lokal dan Dinamika Pemilihan Kepala Daerah: Studi Kasus di Jawa. Jurnal Politik Indonesia, 27(2), 113-127.
Lembaga Survei Indonesia. (2023). Pengaruh Strategi Kampanye dalam Pilkada: Studi Kasus di Provinsi Banten. Jurna Survei Politik Indonesia, 15(3), 89-102.
Setiawan, B., & Nasution, M. (2021). Peran Partai Politik dalam Pilkada: Koalisi dan Kemenangan dalam Pilkada di Indonesia. Jakarta: Pustaka Cendekia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H