Mungkin terlalu Cerdas untuk Masyarakat Banten
Apabila kita berpikir lebih jauh, kegagalan Airin juga bisa jadi cerminan dari strategi kampanye yang kurang efektif. Dalam dunia politik, kita sering kali mendengar bahwa kampanye adalah segalanya.
Namun terkadang, kampanye yang terlalu cerdas dan "melangit" bisa malah berbalik merugikan terutama kampanye tersebut tidak relevan dengan masalah sehari-hari yang dihadapi oleh masyarakat.
Mungkin, pesan yang terlalu elegan dan terkesan elitis itu tidak mampu menyentuh emosi masyarakat Banten yang lebih peduli dengan isu-isu kesejahteraan dan pemberdayaan.
Sebuah studi dari Lembaga Survei Indonesia (2023), menunjukkan bahwa calon pemimpin daerah yang terlalu fokus pada jargon elit dan program-program besar, sering kali gagal memahami kebutuhan dasar masyarakat.
Airin, yang memiliki citra seorang pemimpin di kota besar dengan segudang program canggihnya, mungkin tidak terlalu memperhitungkan bahwa masyarakat Banten lebih membutuhkan solusi konkret terhadap masalah seperti infrastruktur yang buruk, akses pendidikan yang terbatas, atau lapangan kerja yang minim.
Pengaruh Koalisi dan Dukungan Parpol yang telalu Manis?
Satu lagi faktor yang tak bisa diabaikan adalah strategi koalisi politik. Seperti yang kita ketahui, Pilkada di Indonesia tidak pernah jauh dari koalisi politik yang kompleks dan terkadang penuh intrik.
Airin, kendati memiliki jaringan politik yang solid di Tangerang Selatan, tampaknya tidak cukup mendapatkan dukungan dari koalisi-koalisi penting yang bisa mempengaruhi perolehan suara di Banten.
Ini bukan hanya soal popularitas, tetapi lebih kepada bagaimana kekuatan partai dan koalisi politik dapat mempengaruhi hasil akhir pemilihan.
Setiawan & Nasution (2021) mengungkapkan bahwa dalam Pilkada, kekuatan partai politik sering kali lebih penting dibandingkan dengan kuaitas individu calon pemimpin itu sendiri.