Sungguh luar biasa dan unpredictable, dunia politik kita telah mencapai puncaknya. Bukan dengan kemenangan calon-calon yang menjanjikan perubahan, melainkan dengan kemenangan kotak kosong.
Pada Pilkada 2024 di Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka, kotak kosong berhasil meraih lebih banyak suara daripada kandidat yang sebenarnya. Dengan persentase 58,9% kemenangan kotak kosong di Kota Pangkalpinang, sementara di Kabupaten Bangka perolehan kotak kosong sebesar 57,25%.
Sebuah hasil yang mengundang gelak tawa dan tangis secara bersamaan. Hal tersebut mencerminkan betapa dalamnya rasa keputusasaan kita terhadap sistem politik yang ada.
Ini bukan hanya tentang kotak kosong yang menang, melainkan lebih kepada refleksi kegagalan kita dalam menyediakan pemimpin yang bisa dipercaya dan dapat diandalkan menjalankan amanah rakyat.
Mungkin ini bukan kebetulan. Mungkin justru, kotak kosong adalah simbol nyata dari apa yang kita alami dalam politik saat ini, yaitu sebuah pilihan yang kosong, tidak berisi, dan penuh dengan kekecewaan.
Hal demikian menarik perhatian penulis untuk mendalami fenomena kemenangan kotak kosong di dua daerah yang terletak di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Mari kita ulas bersama-sama.
Kotak Kosong adalah Pilihan Cerdas atau Pilihan Terakhir?
Mari kita mulai dengan merenung sejenak, mengapa seseorang memilih kotak kosong? Dalam sistem demokrasi yang ideal, pemilih memilih calon yang mewakili aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
Namun pada kenyataannya, tidak sedikit yang memilih kotak kosong hanya karena mereka merasa tidak ada yang layak dipilih. Ini adalah pilihan terakhir bagi banyak orang atau justru pemilih tidak merasa terwakili oleh siapa pun yang maju dalam gelanggang politik lokal.
Fenomena ini selaras dengan studi yang dilakukan oleh Blais & Bodet (2016), yang menjelaskan bahwa ketidakpuasan terhadap kandidat yang ada sering kali menjadi alasan utama pemilih memilih untuk tidak memilih sama sekali atau dengan kata lain memilih kotak kosong.