Mohon tunggu...
Muhammad Rafly Setiawan
Muhammad Rafly Setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - Manager Pemantauan Nasional Netfid Indonesia | Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Nasional

Kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang memiliki hobi travelling, menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Paradoks yang Menyenangkan: Ngopi, Generasi Muda & Penguatan Demokrasi

28 November 2024   18:54 Diperbarui: 25 Desember 2024   19:57 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://rri.co.id/hiburan/680908/tren-budaya-ngopi-ala-anak-muda

Indonesia merupakan negara dengan populasi terbesar keempat di dunia, sedang berada di tengah-tengah dinamika demokrasi yang sangat menarik, atau bisa dibilang sedikit membingungkan.

Di satu sisi, kita hidup di zaman yang penuh kebebasan. Dimana kita bisa menyuarakan pendapat melalui berbagai platform media sosial sambil duduk nyaman di kedai kopi favorit. Di sisi lain, kita juga tengah menghadapi berbagai tantangan besar dalam penguatan demokrasi yang sering kali tampak lebih mudah diselesaikan dengan secangkir kopi dan obrolan santai ketimbang dengan tindakan yang konkret.

Oleh sebab itu, penulis berupaya untuk melihat hubungan paradoks yang menyenangkan ini antara ngopi, generasi muda, dan penguatan demokrasi. Karena penulis juga merupakan generasi muda yang memiliki cita-cita besar terhadap kemajuan Indonesia. Mari kita bahas bersama-sama.

Ngopi dan Generasi Muda (antara Aktivisme dan Coffee Break)

Kopi telah lama menjadi bagian dari budaya Indonesia. Dan kini, ngopi menjadi simbol budaya pop yang tak terpisahkan dari keseharian generasi muda. Coba lihat sekeliling kita, penuh dengan kaum muda yang menghabiskan waktu lebih banyak di kafe daripada di forum ilmiah atau ruang debat politik.

Ngopi sudah bukan lagi sekadar ritual, tetapi lebih kepada simbol status. Seperti kata-kata anak muda zaman sekarang, "saya tahu apa itu kopi single origin, dan saya juga tahu bagaimana cara memilih kandidat politik yang asik". Tetapi benarkah ini menunjukkan keseriusan mereka dalam memperjuangkan demokrasi? Tentu saja tidak.

Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Youth and Politics (2023), meskipun generasi muda Indonesia memiliki akses yang lebih besar ke informasi politik melalui internet dan media sosial, namun tingkat partisipasi mereka dalam proses politik seperti pemilu atau aksi protes relatif rendah.

Ini menunjukkan bahwa mereka lebih cenderung terjebak dalam "perbincangan ringan" tentang demokrasi ketimbang berpartisipasi dalam tindakan nyata yang bisa mengubah negara. Di kafe, mereka bisa dengan lancar berbicara tentang pentingnya kebebasan berpendapat dan transparansi pemerintahan. Tetapi ketika tiba waktunya untuk memilih, mereka malah bingung memilih antara cappuccino atau latte. Apakah ini ironis? Sungguh sangat ironis.

Kafein sebagai alat penguat Demokrasi?

Sekarang, mari kita bicara soal kafein. Kopi, dengan segala daya tariknya sering kali dipandang sebagai alat untuk membangkitkan kesadaran politik generasi muda. Banyak yang berpendapat bahwa secangkir kopi bisa menciptakan ruang yang kondusif untuk diskusi politik yang mendalam. 

Namun apakah benar demikian adanya? Seberapa sering diskusi mengenai kebijakan publik berakhir dengan keputusan untuk mencari kafe yang lebih nyaman atau sekedar bercanda tentang siapa yang akan jadi pemimpin berikutnya?

Pernyataan ini tidak jauh dari kebenaran apabila kita merujuk pada studi yang dilakukan oleh Indonesian Journal of Political Studies (2022), yang menyebutkan bahwa kebanyakan diskusi politik di kalangan anak muda Indonesia lebih sering menjadi ajang pamer opini dan kurang diiringi dengan pemahaman yang mendalam tentang isu yang dibahas.

Misalnya, "katakanlah" banyak yang berbicara tentang pentingnya penguatan demokrasi, tetapi lebih banyak melakukannya dengan postingan Instagram atau tweet berisi kritik yang tidak konstruktif ketimbang berpartisipasi dalam organisasi yang mengedukasi masyarakat mengenai hak politik mereka.

Kopi dalam konteks ini, lebih sering menjadi pengalih perhatian dari pekerjaan rumah demokrasi yang sebenarnya. Kendati mendalami bagaimana sistem politik bisa diperbaiki. Generasi muda justru lebih asyik berbincang tentang topping kopi yang lebih baik atau apakah espresso lebih otentik dibandingkan dengan kopi instan atau kopi sachet.

Demokrasi yang butuh lebih dari Cangkir Kopi

Kita tidak bisa hanya menyalahkan kopi atau budaya ngopi karena masalahnya jauh lebih kompleks. Penguatan demokrasi membutuhkan partisipasi aktif, pendidikan politik yang mumpuni, dan kesadaran akan pentingnya hak serta kewajiban dalam sebuah negara demokratis.

Generasi muda yang duduk santai di kafe mungkin merasa sudah berpartisipasi dalam demokrasi karena mereka berbicara tentang politik, tetapi tanpa partisipasi dalam pemilu atau aktivitas sosial-politik lainnya, semua itu hanya sekadar omong kosong yang tidak berpengaruh pada perubahan nyata.

Menurut penelitian terbaru oleh Democracy Index Indonesia (2023), meskipun Indonesia mengalami kemajuan dalam hal kebebasan berpendapat dan hak asasi manusia, namun tingkat partisipasi politik yang aktif di kalangan pemilih muda masih sangat rendah.

Survei tersebut menunjukkan bahwa banyak dari mereka yang lebih tertarik untuk mengikuti tren politik di media sosial daripada benar-benar memahami atau terlibat dalam proses peralihan kekuasaan yang bisa mempengaruhi nasib negara.

Mirisnya, mereka lebih banyak memberi perhatian pada memilih kandidat yang lebih populer atau mendukung partai yang lebih keren ketimbang memahami visi, misi, atau kebijakan yang ditawarkan oleh calon-calon pemimpin tersebut.

Hal ini menunjukkan bahwa kopi yang sering dianggap sebagai "penyemangat" diskusi politik, kadang justru menjadi penunda bagi tindakan nyata. Alih-alih bergerak menuju solusi yang berkelanjutan, diskusi politik di kedai kopi seringkali berhenti pada tingkat pendapat pribadi tanpa menyentuh akar masalah yang lebih dalam.

Kopi dan Demokrasi tidak bisa dipisahkan tetapi harus diseimbangkan

Pada akhirnya, ngopi memang bagian dari gaya hidup banyak anak muda Indonesia dan itu sah-sah saja. Namun, kita perlu ingat bahwa demokrasi bukan hanya tentang berbicara atau berdebat dengan teman di kafe.

Demokrasi memerlukan partisipasi aktif, pemahaman yang mendalam, dan komitmen jangka panjang untuk melakukan perubahan. Kopi bisa menjadi teman diskusi yang baik, tetapi juga tidak akan pernah bisa menggantikan pentingnya pendidikan politik dan tindakan nyata dalam memperkuat demokrasi.

Oleh sebab itu, apabila kita ingin Indonesia menjadi negara demokratis yang lebih baik, mungkin sudah saatnya kita mengubah perspektif kita. Mulailah dengan secangkir kopi, tetapi setelah itu mari kita bergerak keluar dari kafe dan benar-benar berpartisipasi dalam dunia nyata, baik itu melalui pemilu, organisasi sosial, atau aktivitas yang lebih berarti. Karena pada akhirnya, demokrasi bukan hanya tentang apa yang kita bicarakan, namun juga tentang apa yang kita lakukan.

Untuk itu, keseimbangan penting bagi generasi muda dalam upaya penguatan demokrasi. Sungguh paradoks yang menyenangkan bukan? Bergerak dan bersatu, menuju Indonesia maju!

Referensi

Journal of Youth and Politics. (2023). Trends in Political Participation Among Youth in Indonesia. Hal. 102-114.

Indonesian Journal of Political Studies. (2022). Political Discourse in Youth: A Study on Coffee Shop Conversations. Hal. 67-80.

Democracy Index Indonesia. (2023). Political Engagement and Youth Participation in Indonesian Democracy. Hal. 25-30.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun