Dewasa ini, informasi dan teknologi memengaruhi aktivitas sekolah dengan sangat masif. Informasi dan pengetahuan baru menyebar dengan mudah bagi siapa saja yang membutuhkannya. Saat ini dunia pendidikan harus senantiasa menyesuaikan perkembangan
teknologi yang ada agar dapat meningkatkan mutu pendidikan, terutama penyesuaian penggunaan teknologi informasi dan komunikasi bagi dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam dunia pendidikan salah satunya dapat diwujudkan melalui pembelajaran daring, melalui pembelajaran daring pembelajaran berlangsung secara tidak tatap muka secara langsung.
Pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia saat ini telah mengubah banyak aspek ataupun tatanan sosial di masyarakat. Perubahan yang terjadi di bidang pendidikan ini terjadi dimana proses pembelajaran harus tetap berlangsung di tengah kondisi yang tidak memadai untuk dilakukan interaksi dan komunikasi secara face to face di sekolah. Pandemi Covid-19 memaksa kita untuk melakukan sesuatu diluar kebiasaan agar tetap dapat bertahan. Maka dari itu agar pendidikan tetap dapat berjalan tentu membutuhkan terobosan dan inovasi agar akses, ketersediaan dan proses pendidikan dapat berjalan dalam adaptasi kebiasaan baru (new normal). Pembelajaran daring merupakan salah satu alternatif kebijakan yang diambil untuk meminimalisir meluasnya kasus covid 19 sekaligus sebagai upaya dalam memutus mata rantai penyebarannya. Kemdikbud melalui Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan
Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19 menerangkan bahwa untuk mengurangi penyebaran Covid-19 yang semakin meningkat maka dihimbau untuk melaksanakan proses pembelajaran dari rumah melalui model pembelajaran daring
(Kemdikbud, 2020).
Pembelajaran daring diidentikan dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dimana guru dan siswa melakukan kegiatan belajar mengajar tidak dalam satu ruang yang sama. Maka diartikan pula pembelajaran daring sebagai sistem pembelajaran yang dilakukan dengan tidak bertatap muka secara langsung melainkan melalui platform yang membantu jalannya kegiatan
belajar mengajar (Sofyana & Abdul, 2019).
Pada masa pandemi seperti saat ini sekolah terpaksa melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) karena lebih memprioritaskan kesehatan dan keselamatan semua pihak. Pembelajaran Jarak-Jauh (PJJ) yang tengah dilaksanakan saat ini berjalan dengan lancar karenaditetapkannya kurkiulum darurat. Kurikulum darurat adalah Penyederhanaan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran sehingga guru dan siswa dapat berfokus pada kompetensi esensial dan kompetensi prasyarat untuk kelanjutan pembelajaran di tingkat selanjutnya. Dalam pelaksanaanya kurikulum darurat ini dijalankan untuk mendukung pembelajaran Jarak-jauh
atau pembelajaran daring.
Kurikulum pada pendidikan formal saat ini berlangsung melalui Pembelajaran Jarak-Jauh (PJJ) atau pembelajaran daring. Kurikulum formal berbasis online yang biasanya banyak menggunakan buku teks cetak, saat ini banyak mengeluarkan inovasi-inovasi baru dengan memanfaatkan teknologi untuk menunjang kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Terdapat beberapa platform yang dapat digunakan baik berupa Learning Management System maupun bentuk video conference. Beberapa LMS (Learning Management System) yang banyak digunakan diantaranya, google classroom dan portal-portal e-learning yang dimiliki oleh sekolah. Sementara itu, aplikasi video conference yang banyak digunakan selama PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) diantaranya yaitu aplikasi zoom, google meet, dan video webex.
Pembelajaran daring ini tentu memberikan banyak manfaat untuk proses pembelajaran diantaranya pembelajaran menjadi lebih praktis dan fleksibel, hemat waktu dan biaya, dan mudah dikomumentasikan. Tetapi selain manfaat ternyata ada beberapa tantangan yang dihadapi baik oleh pengajar dan pembelajar dari pemberlakuan pembelajaran daring selama masa pandemi ini, diantaranya permasalahan koneksi internet, kurang pahamnya penggunaan teknologi, kurangnya interaksi dalam pembelajaran, dan masih ada siswa yang tidak memiliki alat pendukung untuk pembelajaran daring ini seperti HP ataupun laptop. Seringkali juga ditemui, peserta didik yang memiliki HP dengan spesifikasi yang terbatas sehingga ada beberapa aplikasi yang tidak dapat didownload akibatnya siswa tersebut tidak dapat mengaksesnya. Selain itu masih masih adanya siswa yang mesti bergantian memakai HP tersebut dengan anggota keluarga lainnya, maka akibatnya siswa tersebut kadang tidak tepat
waktu dalam pengumpulan tugasnya sehingga hasilnya tidak maksimal.
Tantangan selanjutnya adalah ancaman learning loss. Learning loss adalah hilangnya pengetahuan dan keterampilan peserta didik baik secara umum maupun khusus ataupun kemunduran akademis, yang terjadi karena kesenjangan yang berkepanjangan atau
ketidakberlangsungannya proses pendidikan. Learning loss ini dapat terjadi pada peserta didik di masa pandemi ini terlebih bila mereka tidak memiliki akses untuk belajar daring. Selama pandemi, pendidikan dilakukan secara daring di mana terlihat terjadinya kesenjangan akses dankualitas pembelajaran. Hal tersebutlah yang menyebabkan munculnya learning loss, sehingga
menyebabkan capaian belajar siswa menjadi menurun.
Proses pembelajaran yang tidak sempurna tersebut merupakan bentuk kekerasan bagi siswa di lingkungan sekolah. Kekerasan yang di maksud bukan lah kekerasan yang tampak secara langsung atau dalam bentuk fisik. Namun, kekerasan ini beroperasi di bawah kesadaran pelaku maupun korbannya sehingga bersifat nirsadar dan laten yang disebut dengan kekerasan simbolik. Bordieu memfokuskan pemikirannya mengenai kekerasan pada kekerasan simbolik dimana agen atau aktor yang berasal dari kelas yang mendominasi menindas kelas terdominasi melalui simbol-simbol. Kekuasaan dan dominasi bermula dari adanya kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan untuk menguasai sumber daya yang diperebutkan dalam suatu ranah atau arena.Â
Dalam Pendidikan, sekolah menjadi salah satu ranah dalam perebutan sumber daya. Kekuasaan dan dominasi dalam perspektif Bordieu merupakan sebuah kemampuan untuk mempengaruhi inidvidu atau kelompok lain yang dianggap lebih lemah. Dalam ranah ada agen
yang dapat mencapai sumber daya tersebut dan adapula yang tidak, hal ini dikarenakan kepemilikkan modal yang dimiliki oleh setiap kelas sosial.
Bourdieu melihat bahwa sekolah hanya dijadikan sebagai tempat menyosialisasikan habitus kelas dominan dan memposisikannya sebagai habitus yang paling baik dan menyamaratakan jika semua peserta didik dapat mengakses habitus kelas dominan tersebut.
Dengan cara ini, habitus kelas dominan akan diterima begitu saja dan menjadi proses seleksi di sekolah. Bagi mereka yang memiliki habitus sama, ini akan membawa keberhasilan. Namun, bagi mereka yang tidak mampu menyesuaikan, dianggap sebagai sebuah kegagalan. Kondisi seperti inilah yang tentu dapat menimbulkan kesenjangan sosial dalam dunia pendidikan.
Sesuai dengan beberapa konsep Bordieu diatas, analisisnya pada pembelajaran daring yang berlangsung dengan penggunaan berbagai aplikasi dan platform pendukung yang menjadi kebijakan pada masa pandemi ini dapat dikatakan sebagai kekerasan simbolik, hal ini dikatakan sebagai kekerasan simbolik. Mengapa ? karena adanya kendala atau hambatan yang siswa rasakan khususnya mereka yang berlatar belakang dari kelas ekonomi bawah, mereka tidak mampu mendapatkan pendidikan yang layak karena kurangnya kepemilikkan modal ekonomi, modal budaya dan modal sosial, kendala sinyal, lalu keterbatasan kuota, keterbatasan
pengetahuan orang tua, dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah bias pada mereka kelas menengah keatas yang memang sudah terbiasa dan memiliki modal-modal yang memadai untuk kesiapan Pembelajaran Jarak Jauh. Tetapi jelas, pada pelaksanaanya mereka yangberlatar belakang dari kelas bawah dipaksa untuk dapat mengakses pembelajaran tersebut dengan segala keterbatasannya.
Maka dari itu dalam hal ini terlihat bahwa selama proses pembelajaran daring ada kelas yang mendominasi dan kelas marginal yang menjadi objek kekerasan simbolik. Hal ini ditandai dengan masih adanya hambatan-hambatan yang diterima oleh siswa, apalagi bagi siswa yang berada pada kelas ekonomi bawah mereka belajar secara tidak nyaman karena adanya hambatan yang ia terima seperti fasilitas HP yang tidak mendukung, terbatasnya kuota internet, dan signal yang sering terputus. Maka dalam hal ini siswa-siswa yang merasakan hambatan tersebut sulit berkonsentrasi dalam menerima pembelajaran yang diberikan oleh guru. Telihat bahwa di dalam pendidikan saat ini masih adanya praktik penanaman habitus baru berupa sistem pembelajaran berbasis digital yang memaksa siswa untuk menguasai aplikasi e-learning yang digunakan dalam pembelajaran jarak jauh, bagi siswa dengan kelas sosial atas tentu hal ini merupakan hal yang biasa saja karena mereka sudah sering mengakses internet sehingga tidak buta sekali akan tekonologi, namun berbanding tembalik dengan siswa yang menduduki kelas sosial bawah mereka tidak terbiasa menggunakan aplikasi e-learning yang diberikan oleh sekolah ditambah lagi banyaknya hambatan yang ia terima. Kekerasan simbolik seperti itulah yang tampak pada pembelajaran daring di Indonesia.
Daftar Pustaka
Buku:
Hidayat, Rakhmat. (2011). Pengantar Sosiologi Kurikulum. Rajawali Pers: Jakarta. Damsar.
(2010). Pengantar Sosiologi Pendidikan. Padang: Kencana.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terkhir
Posmodern. Yogyakarta : Pustaka Belajar
Damsar. (2010). Pengantar Sosiologi Pendidikan. Padang: Kencana.
Jurnal
Hidayah, N. (2020). Tantangan Kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh di Era Pandemi Covid 19.
Jurnal Pencerahan, 14(2)Widyastuti, Nika. (2020). Praktik Kekerasan Simbolik dalam Pembelajaran Jarak Jauh.
Societas: Jurnal Ilmu Administrasi & Sosial, 9(1)
Nabila, Noor Annisa. (2020). Pembelajaran Daring di Era Covid-19. Jurnal Pendidikan, 1(1)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H