Mohon tunggu...
Muhammad Rafi Raditya
Muhammad Rafi Raditya Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Menulis adalah salah satu hobi saya, dengan menulis saya bisa melatih kemampuan riset dan berpikir kritis. Dan dengan menulis saya juga bisa berkontribusi dalam menyebarkan ilmu pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Akhirnya Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura Telah Ditandatangani, Apa Saja Isinya?

1 Februari 2023   09:48 Diperbarui: 1 Februari 2023   09:53 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: lpmopini.online

Istilah mengenai ekstradisi berasal dari bahasa lain yaitu "extradere" atau menyerahkan, lalu pengertian ekstradisi secara luas yakni suatu proses formal yang dimana setiap pelaku kejahatan diserahkan kepada negara lokasi tindakan kejahatan tersebut dilakukan untuk nantinya diadili maupun menjelani proses hukuman. 

Selanjutnya dalam menjalankan proses ini maupun mengikatkan diri kepada setiap perjanjian baik berdasarkan prinsip resiprositas atau yang biasa dikenal sebagai hubungan timbal balik yang sama sifatnya tidak wajib, hal ini dikarenakan bahwa tidak adanya ketentuan hukum internasional yang mewajibkan negara dalam mengikatkan diri ke dalam perjanjian ekstradisi tersebut. 

Di samping itu menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi tepatnya di Pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa "Yang dapat diesktradisikan ialah orang yang oleh pejabat yang berwenang dari negara asing diminta karena disangka melakukan kejahatan atau untuk menjalani pidana atau perintah penahanan." 

Lalu hal ini juga telah dipertegas dalam ayat 2 yang dijelaskan jika ada beberapa hal yang membuat proses ekstradisi dapat dilakukan yaitu terhadap orang yang telah disangka melakukan maupun dipidana karena melakukan pembantuan, percobaan dan pemufakatan jahat dalam menjalankan aksi kejahatan tersebut sebagaimana yang telah ada di ketentuan ayat 1. Hal ini juga bisa dilakukan sepanjang ketiga tindakan tersebut bisa dipidana menurut hukum nasional serta negara yang meminta ekstradisi.

Selanjutnya di era globalisasi ini yang mana perkembangan teknologi semakin masif dan berdampak kepada semua aspek kehidupan masyarakat seperti mudahnya berkomunikasi, melakukan transaksi, memesan layanan jasa transportasi dan pelayanan lainnya. 

Akan tetapi globalisasi juga memiliki dampak negatif salah satunya yaitu terbukanya pintu yang lebar bagi para kriminal dalam melancarkan aksinya salah satunya yakni korupsi. 

Kasus ini tentunya sudah menjadi pemberitaan di setiap media dan tidak sedikit pula dari mereka yang terjerat hukum, selain itu mereka yang mengetahui bahwa jika mereka tetap di Indonesia hartanya akan disita oleh pemerintah jadinya mereka memutuskan untuk melarikan diri ke negara yang yang menawarkan pajak rendah atau bahkan tidak memungut pajak sama sekali kepada setiap perusahaan serta orang asing, hal ini dikenal dengan sebutan tax haven country dengan harapan bahwa harta mereka bisa aman tanpa bisa dilacak oleh pemerintah Indonesia, salah satu negara tersebut adalah Singapura. 

Dan untuk saat ini mereka tidak bisa lagi melarikan diri ke Singapura, hal ini dikarenakan Indonesia dan Singapura telah menandatangani perjanjian ekstradisi pada tanggal 25 Januari 2022 lalu di Bintan, Kepulauan Riau, dan rancangan undang-undangnya disahkan pada saat Rapat Paripurna DPR RI tanggal 15 Desember 2022. 

Dan dengan disahkannya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura ini juga tentunya tidak terlepas dari posisi Singapura yang berbatasan langsung dengan Indonesia dan negara ini juga biasanya dijadikan sebagai tempat pelarian bagi para kriminal, maka dari itu dengan sahnya perjanjian ini maka akan membuka pintu yang lebar bagi para aparat penegak hukum Indonesia dalam menyelesaikan tindak pidana yang melibatkan orang Indonesia yang berada di Singapura. 

Walaupun begitu proses penandatanganan perjanjian antar kedua negara ini tentunya tidak mudah, hal ini dikarenakan bahwa Indonesia dan Singapura memiliki sistem hukum yang berbeda yang mana Indonesia menganut sistem civil law sedangkan Singapura menganut sistem common law. 

Selain itu di negara yang menganut sistem common law seperti Singapura maka pengadilannya mempersyaratkan bahwa setiap negara yang meminta ekstradisi harus membuat bukti kesalahan buronan yang dimintakan ekstradisi, di samping itu negara yang menganut common law menganut prinsip teritorialitas yang mana bersedia untuk melakukan ekstradisi bagi warga negaranya yang telah terbukti melakukan kejahatan berat (extraordinary crime), akan tetapi hal ini berbeda dengan negara yang menganut civil law seperti Indonesia yang mana negara penganut sistem ini harus meminta bukti tambahan yang termasuk bukti kesalahan dan jika ada keraguan yang beralasan apakah orang yang dimintakan ekstradisi memang benar-benar telah melakukan kejahatan atau semisal timbul suatu kecurigaan yang memiliki alasan jika kejahatan yang dituduhkan kepada para buron ini telah direkayasa. Namun negara yang menganut civil law biasanya cenderung mencegah ekstradisi bagi setiap warga negaranya sendiri melalui peraturan perundang-undangan. 

Walaupun demikian dengan adanya perbedaan sistem hukum yang dianut baik oleh Indonesia maupun Singapura sebenarnya hal ini bukan merupakan suatu halangan karena pada dasarnya pelaksanaan perjanjian ekstradisi didasari oleh adanya hukum nasional yang dimiliki setiap negara karena implementasinya melalui ratifikasi. 

Di sisi lain bahwa negara-negara peminta ekstradisi harus mempelajari terlebih dahulu terkait sistem hukum negara yang dimintakan ekstradisi karena prosesnya didasari oleh sistem hukum nasional negara yang diminta, dan dalam hal ini maka kedua belah pihak baik Indonesia maupun Singapura harus memahami sistem hukum negara masing-masing terlebih dahulu khususnya mengenai kategori kejahatan yang dapat diekstradisikan agar prosesnya berjalan lancar.

Lalu mengenai penjelasan perjanjian ini menurut Menkumham Yasonna Laoly bahwa perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura mempunyai masa berlaku surut (retroaktif) yang mana hal ini terhitung sejak tanggal diundangkannya selama 18 tahun ke belakang dengan ketentuan maksimal daluwarsa sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, dan selain masa retroaktif bahwa dalam perjanjian ekstradisi ini telah disepakati bahwa penentuan kewarganegaraan pelaku tindak pidana ditentukan pada saat tindak pidana dilakukan. Hal tersebut dilakukan supaya mencegah semacam privilege yang nantinya timbul jika sewaktu-waktu para terpidana tersebut memutuskan untuk mengganti kewarganegaraannya sehingga mereka bisa bebas dari jeratan hukum. 

Di sisi lain perjanjian ini memiliki aturan yang berisikan tentang kesepakatan para pihak untuk melakukan ekstradisi, macam-macam tindak pidana yang dapat diekstradisi, dasar ekstradisi, pengecualian wajib terhadap ekstradisi, pengecualian sukarela terhadap ekstradisi, permintaan dan dokumen pendukung serta pengaturan penyerahan. Selain itu mengenai tindak pidana yang dapat pelakunya dapat diekstradisi dalam perjanjian ini berjumlah 31 jenis yang terdiri dari tindak pidana korupsi, pencucian uang suap, perbankan, narkotika, terorisme dan pendanaan kegiatan yang masih berhubungan dengan terorisme. 

Dan dari jenis tindak pidana tersebut yang bisa diadili serta diekstradisi maka hal ini tentunya dapat menimbulkan deterrence effect (efek jera) bagi pelaku tindak pidana yang melakukan tindakan kejahatan sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya baik di Indonesia maupun Singapura agar kedepannya mereka tidak akan melakukan hal serupa.

SUMBER

Biro Humas, Hukum dan Kerjasama. (2022, Desember 15). Ekstradisi RI dan Singapura Sah Jadi UU, Buronan Tidak Bisa Sembunyi di Singapura Lagi. https://www.kemenkumham.go.id/berita-utama/ekstradisi-ri-dan-singapura-sah-jadi  uu-buronan-tidak-bisa-sembunyi-di-singapura-lagi. Diakses pada tanggal 1 Februari 2023.

Magdariza., Najmi. (2023). Aspek Hukum Terhadap Perjanjian Ekstradisi Antara Indonesia Singapura Dalam Hukum Internasional. swarajustisia.unespadang.ac.id, Vol 6 (4), Hlm 10-11. https://doi.org/10.31933/ujsj.v6i4.

menpan.go.id. (2022, Januari 27). Resmi Ditandatangani, Inilah Lini Masa Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura. https://menpan.go.id/site/berita-terkini/berita daerah/resmi-ditandatangani-inilah-lini-masa-perjanjian-ekstradisi-indonesia       singapura. Diakses pada tanggal 1 Februari 2023.

Romli Atmasasmita. Hukum tentang ekstradisi. perpustakaan.mahkamahagung.go.id.            https://perpustakaan.mahkamahagung.go.id/slims/pn-jakartaselatan/index.php?p=show_detail&id=1896. Diakses pada tanggal 1 Februari  2023.

setkab.go.id. (2022. Desember 16). RUU Perjanjian Indonesia-Singapura tentang Ekstradisi Buronan Disahkan Jadi UU. https://setkab.go.id/ruu-perjanjian-indonesia-singapura   tentang-ekstradisi-buronan-disahkan-jadi-uu/. Diakses pada tanggal 1 Februari 2023.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun