Presiden SBY sering dianggap sosok yang berfokus pada kebijakam luar negeri yang pragmatis, yang lebih mengedepankan kepentingan nasional dan stabilitas internasional. Akan tetapi, jika dilihat dari kacamata teori konstruktivisme dalam politik luar negeri, dapat ditemukan adanya alasan mengapa era kepemimpinan Presiden SBY tidak sepenuhnya relevan dengan perspektif konstruktivis.
Hal itu dikarenakan banyak dari kebijakan luar negeri Presiden SBY berfokus pada menjaga stabilitas regional dan hubungan diplomatik yang harmonis. Sebagai contoh, Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden SBY cenderung untuk bersikap moderat terhadap isu-isu yang memicu ketegangan, seperti isu Palestina, atau isu-isu terkait dengan hak asasi manusia dan demokrasi di negara lain.
Di lain sisi, konstruktivis lebih mengedepankan perubahan identitas dan norma global. Misalnya, seperti konstruktivis akan melihat bagaimana Indonesia berperan dalam mempengaruhi pembentukan identitas global, seperti dalam isu perubahan iklim atau hak asasi manusia. SBY, meskipun berperan dalam diplomasi internasional, tidak secara aktif membentuk atau merombak norma-norma internasional yang ada, yang lebih menjadi ciri dari perspektif konstruktivis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H