Jadi, pelajaran yang dapat diambil dari Kaba Rancak di Labuah adalah kita harus mensyukuri apa yang telah kita miliki, sekalipun kita belum memiliki maka diupayakan dengan berusaha dan semnagat untuk menggapai apa yang sedang diupayakan.
Selain berusaha diiringi oleh restunya kedua orang tua dan dengan menyampaikan apa yang diinginkan dengan berdoa pada yang Maha Kuasa.
Karena, segala sesuatunya berasal dari sang pencipta dan dengan izin darinya kita bisa mendapatkan apa yang diharapkan dan apa yang dicita-citakan.
Hal itu tergambar dalam pernyataan tokoh Rancak di Labuah yang menyesali atas tindakan yang merugikan dirinya dan orang tuanya yaitu "Mandeh kanduang ampuni denai, tapuak tampalah dek mandeh, amun makilah dek Mandeh, sabab pi'I denai lah talampau, tingkah den lah tadorong". Ambo mintak juo pado Mandeh, sasek namuah den suruik, salah namuah den tobat, asa utang Mandeh bayia, nan sahinggo iko kaateh, aden basumpah pado Allah, indak ka ancak-ancak juo, hanyo ikara jo lidah, den manuruik kato Mandeh".
Maksud dari pernyataan tersebut adalah sebagai rasa penyesalan seperti yang telah ditulis diatas. Penyesalan terhadap apa yang telah diperbuat seperti hanya mementingkan dirinya sendiri (egois) dan tidak mau mendengar petuah atau nasihat yang diungkapkan oleh Ibundanya kepada Rancak di Labuah, namun nasihat tersebut menghiraukan nasihat ibunya hingga akhirnya menyesali perbuatannya.
Pada cerita (kaba) Rancak di Labuah terdapat sikap dan perilaku yang sesuai dengan adat Minangkabau yaitu seperti rasa bertanggung jawab, patuh kepada kedua orang tua, pekerja keras, mau memperbaiki kesalahan dan adil terhadap sesama. Seperti yang diungkapkan dalam pernyataan sebagai berikut,
 "Dek lamo bakalamoan, pihak Rancak di Labuah alah barubah paratian, lah takana dinan bana, lah labiah susah daripado sanang, lah labiah jago daripado tidua, lah biaso duko daripado suko, musin ka sawah lah ka sawah, musin ka ladang inyo ka ladang, urang manggaleh, lah namuah basusah payah, namuah bak urang bak awak, pandai bajojo jo baniago, lah baladang lah bahuma, pandai maniru manuladan, namuah mancontoh kabaikan, kuaik baguru ka nan pandai, kuaik batanyo ka nan tahu, suko barundiang jo nan tuo". "(karena lama kelamaan, pihak Rancak di Labuh sudah berubah perhatian, sudah diingat ke yang benar, sudah lebih susah daripada senang, sudah lebih bangun daripada tidur, sudah biasa duka daripada suka, musim ke sawah sudah ke sawah, musim ke ladang dia ke ladang, orang berjualan, sudah mau bersusah payah, sudah mau bersimpati, pandai berjaja dan berniaga, sudah berladang sudah berhuma, pandai meniru meneladan, sudah mau mencontoh kebaikan, kuat berguru ke yang pandai, kuat bertanya ke yang tahu, suka berunding dengan yang tua)."
Jadi, sosok tersebut memiliki sikap dan perilaku yang baik dapat dijadikan media pembelajaran untuk yang membaca Kaba Rancak di Labuah ini. Banyak pelajaran yang dapat dipetik dalm ceritanya, mudah dipahami walaupun ada beberapa diksi yang agak kurang dipahami. Seperti yang telah dipaparkan diatas kurang lebihnya seperti itu gambaran mengenai tokoh Rancak di Labuah.
DAFTAR PUSTAKA
Navis, A.A. 1984. Alam Terkembang Jadi Guru. Jakarta: Grafitipers.
Edwar, Djamaris. 2001. Pengantar Sastra Rakyat Minangkabau. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Alam, Panduko. 1960. Kaba Rancak Di Labuah. Bukitinggi: Kristal Multimedia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H