Â
Eksistensi manusia menjadi makhluk sosial yang tidak hanya hidup di ruang hampa dari banyak sekali interaksi sosial, menuntut adanya hubungan yang intensif menggunakan manusia yang lainnya. Adanya hubungan tadi tentunya, disadari atau tidak disadari, akan menghadirkan benturan-benturan kepentingan ataupun sekedar penguatan ciri-ciri suatu komunitas atas komunitas yang lainnya. Implikasinya, grup yang berhasil dalam proses penguatan ciri-ciri tadi karena adanya dukungan sosial, baik dengan pertimbangan kuantitas ataupun kualitas.Â
Â
Rakyat Indonesia waktu ini juga memiliki rasa toleransi yang sangat kurang. Mereka akan bersikap tidak peduli dengan apa yang terjadi dengan kurang lebih terutama pada kaum minoritas atau yang tidak sependapat menggunakan mereka. Kebanyakan secara umum dikuasai tak pandang bulu, mereka akan tidak peduli pada beberapa orang minoritas, apakah mereka butuh donasi atau tidak meskipun orang tadi pernah menolongnya. Akibatnya juga para minoritas akan mencap buruk kaum lebih banyak didominasi, padahal tidak seluruh mayoritas seperti itu. Cap jelek tadi akan terus terdapat selama perilaku lebih banyak didominasi yang semenamena tidak dilarang.
Â
Aparat berwajib juga tidak dapat menghentikan atau memberikan sanksi di orang-oarang yang semena-mena tadi sebab biasanya tidak terdapat kekerasan fisik karena hanya melalui ekspresi. Disinilah sebenarnya peran pemerintah sangat dibutuhkan. harus ada pemahaman mendalam wacana toleransi. Wacana berita yang terjadi yaitu tentang mahasiswa dan tindakan pemerintah dalam menuntaskan perkara menggunakan cara meminta minoritas memafkan menurut aku hal tadi mencerminkan bahawa pemerintah kurang menegakkan hukum dan pemerintah tidak memiliki perspektif yang kentara pada menanggapi info-gosip HAM.
Â
Umumnya itu bicara tentang gerombolan agama atau ethnic eksklusif. Secara jumlah pengikut kelompok kepercayaan memang terdapat kelompok lebih banyak didominasi serta kelompok minoritas pada Indonesia. Demikian jua menggunakan ethnic tertentu yang sering merujuk kepada grup ethnic yang diklaim pendatang serta nenek moyangnya bukan asal Indonesia walaupun sudah bertahun-tahun turun temurun menjadi masyarakat negara Indonesia. Mungkin terdapat segelintir orang yang menganut agama/keyakinan eksklusif karena jumlah pengikutnya banyak atau sedikit. namun keyakinan itu umumnya tak mampu dipaksa. Namanya juga keyakinan mau pengikut banyak atau pengikut sedikit yang jelas keyakinan saya ialah A, B, C serta bukan D,E.
Â
Lantas apakah usahakan gerombolan kepercayaan minoritas mengalah di kehendak kelompok kepercayaan lebih banyak didominasi? Mustinya tidak. Masing-masing keyakinan absolut beda. jika sama ya tidak perlu ada nama agama A, B, C relatif satu nama saja. Sesuatu yang beda tidak mampu disamakan, yang bisa ialah hormatilah perbedaan itu serta abaikan perbedaan itu berjalan bersama pada harmoni. Toleransi bukan problem minoritas mengalah di lebih banyak didominasi atau kebalikannya. Toleransi adalah menjalankan keyakinan masing-masing tanpa saling mengusik satu sama lain, tanpa saling menghalangi, tanpa saling merasa berkuasa karena dominan atau merasa harus dikasihani karena minoritas.
Â
Batasan lebih banyak didominasi dan minoritas adalah terminologi sosiologis buat merujuk kepada kuantitas individu yg terhimpun dalam kesatuan ensitas. sebagai sebuah konsep atau kerangka berpikir. istilah ini sering dipergunakan buat membangun kerangka analistis relasi suatu gerombolan menggunakan kelompok yang lainnya. Disampingitu, pengertian minoritas dan dominan sesungguhnya telah mengandung makna politik, dimana yang satu merujuk pada kumpulan-kumplan atau pertemuan-pertemuan, dan rapat-rapat yang berjumlah banyak, dan lazimnya supreme dalam poly hal, sedangkan satu lagimerujuk kepada kumpulan atau pertemuan-pertemuan individu yang lebih sedikit, yang secara kualitas tidak mungkin lebih supreme dari yang mayoritas.
Â
Indahnya toleransi beragama turut mewarnai perayaan Natal pada Yogyakarta. Sejumlah umat muslim turut mengucapkan selamat Hari Natal secara langsung pada orang-orang yang merayakannya. Bahkan, hal itu dilakukan menggunakan mendatangi rumah ibadah secara langsung. Momen indahnya toleransi dalam perayaan Natal dimana beberapa masyarakat muslim tampak mengunjungi Gereja Katolik St. Antonius, Kotabaru, Yogyakarta. Beberapa laki-laki muslim yang mengenakan sarung, dan wanita berhijab datang di sana.
Â
Tanpa rasa sungkan, mereka mengunjungi rumah ibadah serta saling berjabat tangan. Mereka tampak saling berbalas senyum menggunakan ramah. tidak hanya itu, mereka juga terdengar saling mendoakan satu sama lain. Tak hanya itu Ketika perayaan natal di Yogyakarta ada Sebagian mall yang mengadakan diskon natal, dan disisi lain yang menikmati diskon itu tidak hanya kaum kristiani. Melainkan banyak juga kaum muslim yang menikmati diskon tersebut. Selain diskon ada juga mall yang mendekor ruangan dengan gaya natal agar menciptakan suasana natal.
Â
Pernyataan diatas menunjukkan bagaimana toleransi kepada umat kristani, meskipun mereka bukan mayoritas tetapi warga Yogyakarta antusias membantu mereka agar umat kristiani dapat merasakan vibes hari raya natal. Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia terutama di kota Yogyakarta masih kuat toleransinya. Contoh-contoh diatas menunjukkan bahwa mayoritas masih memandang "ada" minoritas. Kasus diatas juga membuktikan bahwa mayoritas dan minoritas bisa hidup Bersama dengan damai tanpa adanya konflik.
Â
Referensi :
Â
Umihani, U. (2019). Problematika Mayoritas Dan Minoritas Dalam Interaksi Sosial Antar Umat Beragama. Tazkiya, 20(02), 248-268.
Â
Bungin, B. (2019). Sosiologi komunikasi. Kencana.
Â
Prasetyo, T. D. D. (2019). Toleransi Umat Beragama Mayoritas dan Minoritas di Indonesia.
Â
https://balitbangdiklat.kemenag.go.id/berita/problem-mayoritas-dan-minoritas-dalam-interaksi-sosial
Â
Â
https://www.kompasiana.com/vrgultom/5d6b9582097f36696813a804/minoritas-mayoritas?page=all#section2
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H