Mohon tunggu...
Muhammad Nur
Muhammad Nur Mohon Tunggu... Dosen - Peduli Pengembangan Masyarakat

Peneliti dan pelaku pengembangan masyarakat berbasis riset

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Membangun Ekosistem Inovasi dan Memperlancar Komersialisasi Hasil Riset, Mampukah BRIN?

9 Januari 2022   12:58 Diperbarui: 9 Januari 2022   13:18 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kelahiran BRIN adalah tuntutan Undang-undang (UU) no 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Undang-undang yang sudah lama dinanti agar nasip Ilmu Pengetahuan  dan Teknologi mendapat pijakan yang kuat di negeri ini.

UU tersebut dimulai dengan UU no 18 tahun 2002, Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, karena tuntutan zaman perlu perubahan dan kelengkapan.

Menurut pasal 48 UU 11/2019, untuk menjalankan Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan, serta Invensi dan Inovasi yang terintegrasi dibentuk badan riset dan inovasi nasional. Badan riset dan inovasi nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Presiden dan diatur dengan Peraturan Presiden.

Kelemahan Sistem IPTEK di Indonesia

Kelemahan utama sistem Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Indonesia adalah para penghasil IPTEK sendiri. Cara pandang kita para penghasil iltek belum utuh mulai dari riset dasar sampai mengalir jauh  menjadi produk inovatif yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Para pengembang IPTEK bekerja sendiri sampai pada paten, publikasi, dan prototipe. Pada tingkat yang lebih tinggi, tingkat Perguruan tinggi, Lembaga Penelitian dan bahkan kementrian belum terdapat unit atau lembaga intermediasi yang bisa menaikkan tingkat inovasi suatu hasil riset. Diperlukan unit atau lembaga intermediasi yang menjadi koneksitas dari prototipe ke sukses komersial. Penguatan koneksitas pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi dengan industri sudah menjadi keharusan.

Selama ini sebagian besar hasil-hasil riset (ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi) masuk ke “Lembah Kematian” tidak berlanjut diadopsi dan dikomersialisasi oleh industri.

Hal ini disebabkan oleh belum adanya lembaga intermediasi yang dapat dihandalkan secara nasional.  Sampai saat ini, banyak literatur telah mengeksplorasi bagaimana keberlanjutan dapat dicapai melalui penelitian dan pengembangan internal perusahaan, dan kolaborasi rantai pasokan.

Namun, isu-isu seperti bagaimana pemangku kepentingan yang berbeda termasuk pelanggan, mitra, pemerintah, dan universitas dapat terlibat, membentuk ekosistem inovasi secara berkelanjutan masih kurang dieksplorasi.

Dukungan pemerintah untuk menguatkan hubungan triple helix/penta helix sangat diperlukan, sehingga kontribusi Perguruan Tinggi dan lembaga riset dalam pembangunan nasional semakin signifikan.  Di sinilah tempat utama yang dituntut masyarakat Ilmiah Indonesia yang ditujukan bagi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Usaha ke arah pembentukan ekosistem inovasi secara berkelanjutan memang sudah dimulai. Beberapa tahun terakhir bermunculan  Universitas Riset, Startup Business, namun pengawalan secara baik dan keberpihakan untuk produk inovatif hasil riset anak bangsa belumlah memadai. Tingkat kementrian seperti yang kita ketahui kebijakan bongkar pasang yang arahnya kadang berubah sangat cepat.

Tulisan ini menekankan pada hilirisasi dan komersialisasi hasil riset dari sebuah Universitas Riset. Universitas katagori ini juga wajib menggali pendanaan berasal dari transaksi hasil-hasil risetnya yang digunakan oleh masyarakat. Dana berasal dari hilirisasi dan komersialisasi produk riset. Walaupun banyak yang menyadari hasil-hasil penelitian dilakukan di universitas memiliki potensi komersial yang cukup besar.

Namun, mengubah hasil penemuan dan inovasi menjadi produk yang layak secara komersial terbukti sangat sulit. Produk unggul tersebut harus telah melewati tahapan-tahapan untuk komersial. Terdapat tingkat kesiapan teknologi (TKT) yang telah mencapai posisi tertinggi. Juga ada tingkat kesiapan inovasi (Katsinov) yang harus melewati batas minimum yang ditentukan.

Persoalan membawa hasil riset dari laboratorium menjadi produk komersial dan berkontribusi pada pembangunan ekonomi suatu bangsa telah diteliti antara lain oleh Lee (Yong S. Lee, 1995).

Dalam penelitian ini Lee menemukan bahwa para akademisi di AS meyakini bahwa dalam pembangunan ekonomi, peran spesifik yang dapat mereka lakukan adalah inovasi industri. Penelitian ini melakukan survei secara nasional yang melibatkan sekitar 1000 dosen yang intensif melakukan penelitian di Universitas.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa akademisi AS pada tahun 1990-an lebih percaya bahwa kolaborasi universitas-industri memberikan hasil yang lebih baik dalam kontribusi mereka bagi pembangungan ekonomi dibandingkan akademisi pada tahun 1980-an.

Mayoritas responden mendukung gagasan bahwa universitas mereka berpartisipasi secara aktif dalam pengembangan ekonomi lokal dan regional. Universitas juga diharapkan memfasilitasi komersialisasi hasil riset para akademisi, dan mendorong dosen memberikan konsultasi kepada perusahaan swasta.

Peran inovasi industri dalam pengembangan ekonomi suatu negara yang menghantarkan Paul Romer memenangkan Nobel Ekonomi 2018. Pada tahun 1990, Romer menerbitkan apa yang telah menjadi landasan pemikiran ekonomi. Pemikiran ekonomi yang terkait pada peran penerapan teknologi dan inovasi dalam pertumbuhan ekonomi, produktivitas dan kemajuan global.

Penelitian Lee juga berhasil mengungkap bahwa mayoritas dari responden menolak untuk mendukung gagasan universitas terlibat langsung dalam kemitraan bisnis yang erat dengan industri swasta. Misalnya universitas memberikan bantuan awal atau investasi ekuitas.

Banyak kalangan juga khawatir kerjasama erat antara universitas-industri, yang kemungkinan akan mengganggu kebebasan akademik. Kebebasan untuk mengejar penelitian fundamental jangka panjang. Para akademisi mencari batas-batas kolaborasi universitas-industri yang dipandang dapat menyeimbangkan antara penelitian implementasi untuk membantu pengembangan ekonomi dan penelitian fundamental untuk reputasi keilmuan.

Diskusi tentang komersialisasi hasil penelitian yang dihasilkan terutama oleh universitas riset terus berkembang. Belitskia, dkk. 2019, mengamati bahwa adanya kekurangan pengetahuan tentang hal ini dialami oleh ilmuwan universitas di seluruh dunia. Belitskia dkk. mengidentifikasi peran yang dimainkan oleh Technology Transfer Offices (TTO) dan Pendanaan Industri langsung untuk komersialisasi produk riset. Penelitian ini dilakukan di Azerbaijan, Belarusia dan Kazakhstan selama 2015–2017.

Secara keseluruhan, invensi memiliki implikasi yang jelas bagi para lulusan perguruan tinggi, technopreneur dan TTO. Dalam artian kualitas invensi, nilai invensi dan inovasi akan berimplikasi pada kegairahan komersialisasi produk riset. Ketertarikan investor yang bertujuan untuk mengeksploitasi produk riset universitas untuk mengairahkan ekonomi juga ditentukan hal tersebut.

Dinamika sebuah kerangka kerja

Pada tahun 2019, Bazan mengusulkan suatu cara dengan menggabungkan praktik terbaik (best practices) dari kerja tim riset, manajemen proyek penelitian, pengembangan produk baru, pengembangan bisnis, dan manajemen kekayaan intelektual yang sudah mapan. Penggabungan semua praktik terbaik tersebut akan menghasilkan suatu kerangka kerja yang kuat dan terstruktur (mungkin sejenis Technology Transfer Offices (TTO)) . Krangka kerja inilah yang dapat membantu peneliti universitas membawa hasil-hasil riset mereka ke pasar.

Menurut laporan Bazan, kerangka kerja ini juga relevan dengan peneliti universitas yang mungkin tidak berniat untuk mengubah inovasi mereka menjadi bisnis. Para peneliti yang ingin inovasi mereka hanya sampai pada prototipe yang memberikan daya tari khusus bagi pihak industri. Pihak industrilah yang melanjutkan mengembangkan prototype itu menjadi inovasi yang layak komersial dan dibutuhkan pasar (Carlos Bazan, 2019).

Penguatan Universitas Riset dan Teaching Industry

Usulan Bazan untuk menggabungkan praktik terbaik (best practices) dari kerja tim riset, manajemen proyek penelitian, pengembangan produk baru, pengembangan bisnis, dan manajemen kekayaan intelektual yang sudah mapan dalam suatu kerangka kerja mamanglah usulan yang sangat ideal. Praktik terbaik yang mapan tak mudah mambangunnya. Apalagi menggabungkan semua komponen tersebut dengan keharmonisan tinggi.

Dalam kondisi yang belum ideal ini mungkin skema Teaching Industry bisa menjadi alternatif, sambil memperbaiki terus komponen yang disyratkan Bazan. Skema Teaching Industry telah dijalankan beberapa tahun terakhir oleh kementerian riset dan teknologi. Universitas Diponegoro  dimana saya bekerja telah menjalankan skema Teaching Industry pada tahun 2017 dan berakhir pada tahun 2019. Program ini telah menghasilkan dua produk komersial yang dilesensikan dengan perusahaan mitra.

Skema teaching industry memungkinkan komponen seperti tim riset, manajemen proyek penelitian dan kekayaan intelektual, pengembangan produk baru dan aspek bisnisnya bisa disinergikan dalam satu atap. Konsep ini mampu membantu hilirisasi hasil-hasil riset kampus yang terstandard dan diuji cbakan dalam lingkungan pengguna sesungguhnya.

Teaching Industry jika dijalankan dengan baik dan benar akan dapat melahirkan para pengusaha yang handal berbasis inovasi kampus. Selama 3 tahun Teaching Industry Undip telah menghasilkan 2 produk unggulan berbasis pada inovasi teknologi plasma.

Satu produk terkait pembersih udara dalam ruangan dan mampu menghilangkan kontaminasi mikroorganisme seperti bakteri, jamur dan virus. Di tengah konsisi pandemic sekarang ini produk berbasis teknologi plasma dingin tersebut dapat diharapkan mengurangi transmisi Covid-19. Produk kedua adalah generator ozon dan ruang pendingin berdedikasi ozon yang dapat diimplementasikan dalam memperpanjang masa simpan produk hortikultura.

Sebuah metoda yang dikembangkan selama program Teaching Industry dan menghasilkan SNI 8759:2019. Metoda penyimpanan aplikasi teknologi plasma ozon ini telah menjadi harapan pengelolaan pasca panen produk hortikultura (Nur dkk, 2019 ; Susan, 2018).

Kesiapan memperoleh praktik terbaik komponen-komponen yang diusulkan Bazan perlu ditingkatkan terus menerus, namun secara paralel skema Teaching Industry selayaknya juga menjadi perhatian dalam tahapan Penguatan Universitas Riset dari milestone pengembangan Universitas Diponegoro.

(MN, Semarang 9 Januari 2022).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun