Belakangan ini saya suka menonton film-film bernilai edukatif dan sarat pesan moral. Banyak sekali pesan positif yang bisa kita ambil dari sebuah film. Karena bukan hanya sebagai hiburan, dari film kita juga bisa belajar banyak hal.
Front of the class merupakan salah satu film favorit saya. Film Hollywood ini termasuk salah satu film lama. Film ini mengisahkan tentang seorang pria bernama Brad Cohen yang menderita Tourette Syndrom dan ia bercita-cita ingin menjadi seorang guru.
Tourette Syndrom adalah penyakit yang membuat seseorang mengalami tic, yaitu gerakan atau ucapan berulang yang tidak terkendali. Ini termasuk dalam gangguan neurologis dimana otak mengirimkan sinyal kepada tubuh sehingga secara refleks kepada tubuh sehingga membuat mulut menjadi tak tertahankan untuk mengeluarkan suara-suara aneh.
Brad Cohen menderita Tourette Syndrom sejak umur 6 tahun. Masa kecilnya penuh dengan penderitaan. Menjadi seorang siswa yang mengidap syndrom membuat hari-hari Cohen menjadi sulit. Dia tidak diterima dalam lingkungannya. Bahkan Cohen harus pindah sekolah akibat teman-teman dan gurunya tidak mau memaklumi kelainan yang diderita Cohen.
Guru menganggap Cohen sengaja mengeluarkan suara-suara aneh sehingga membuat suasana kelas menjadi gaduh. Bahkan Cohen disuruh maju ke depan kelas untuk meminta maaf dan berjanji tidak akan mengeluarkan suara-suara aneh tersebut. Namun, apalah daya, Cohen hanya bisa berusaha semampunya, suara aneh tersebut tetap saja keluar dari mulutnya tanpa bisa dibendung.
Motivasi Menjadi Guru
Orangtua Cohen sudah berpisah. Ibu Cohen sangat peduli pada dirinya. Sudah banyak sekali usaha yang dilakukan oleh ibunya untuk menyembuhkan penyakit Cohen. Namun tetap saja gagal. Pernah suatu hari ayah Cohen kesal dengan tingkah anaknya tersebut. Ia cukup frustasi dan meminta Cohen agar tidak mengeluarkan lagi suara-suara aneh. Namanya juga penyakit, Cohen tetap tak berdaya. Ia hanya berharap suatu saat nanti semua orang akan mampu memahaminya.
Cohen kecil hanya bisa berpasrah. Ia benci pada dirinya sendiri, sekarang ia hanya bisa pindah ke sekolah baru. Awalnya hal yang sama juga dialami Cohen. Tidak diterima dan banyak guru yang mengeluh dengan suara-suara aneh yang keluar dari mulut Cohen.
Hingga suatu hari, Kepala Sekolah datang menemui Cohen. Ia menyuruh Cohen untuk menghadiri sebuah pertunjukan orkestra yang diadakan oleh sekolah pada sore hari. Cohen menolak, ia takut suara anehnya akan membuat semua orang disana terganggu. Namun, Kepala Sekolah tetap bersikeras agar Cohen datang kesana. Akhirnya ia pun setuju untuk menghadiri acara tersebut.