Mohon tunggu...
Muhammad Nauval
Muhammad Nauval Mohon Tunggu... Perawat - Perawat | Aceh Tulen

Pecinta Kopi Hitam Tanpa Gula

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pentingnya Mengenal "The Five Stages of Grief" bagi Orang dengan HIV/AIDS

15 Desember 2021   13:50 Diperbarui: 16 Desember 2021   09:20 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Karena kurangnya pendidikan tentang AIDS, diskriminasi, ketakutan, kepanikan, dan kebohongan mengelilingi saya, " Ryan White.

Orang dengan HIV/AIDS atau biasa disingkat ODHA hingga sekarang masih menjalani kehidupannya dengan banyak kritikan dan diskriminasi. Hal ini disebabkan karena masyarakat masih menaruh stigma negatif pada mereka yang menderita HIV/AIDS.

Jika dilihat dari satu sisi, pengetahuan masyarakat memang masih rendah dalam memahami penyakit HIV/AIDS. Kebanyakan masyarakat hanya tahu jika HIV/ AIDS adalah penyakit menular dan masih belum ada obat untuk menanganinya. Jadi memang wajar jika banyak orang menjauhi para ODHA dengan dalih takut tertular.

Namun jika dipahami dengan benar, HIV/AIDS tidak akan mudah menular. Jika kita pandai menjaga diri dan menjaga pergaulan, resiko untuk terjangkit maupun tertular HIV/AIDS sangat kecil terjadi. Seperti yang kita tahu, HIV/AIDS kebanyakan menyasar orang-orang dengan pergaulan bebas, narkoba hingga seks bebas.

Namun ada pula orang-orang yang terjangkit HIV/AIDS diluar semua pergaulan negatif tersebut. Misalnya anak yang dilahirkan dari orangtua ODHA. Atau orang-orang yang tertular ketika tranfusi darah. Ini semua diluar kendali mereka.

Maka stigma masyarakat yang memandang buruk semua ODHA itu sangat keliru. Adapun jika mereka takut tertular, ini juga anggapan yang salah. Maka penting mindset  jauhi virusnya, bukan orangnya pada setiap orang.

ODHA juga Ingin Hidup Normal dan Berguna untuk Sesama

Ketika saya masih kuliah dan praktik di salah satu Rumah Sakit besar yang ada di Medan. Saya menemukan banyak sekali ODHA yang depresi hingga ingin mengakhiri hidupnya. Pikirannya sudah buntu, tidak ada jalan keluar bagi dirinya.

Apalagi jika mengingat HIV/AIDS adalah salah satu penyakit yang belum ada obatnya. Bisa dikatakan, ini adalah penyakit menular dan cukup menakutkan bagi semua orang. Sangat wajar jika banyak ODHA yang kehilangan semangat hidupnya.

Meski begitu tidak sedikit juga ODHA yang memiliki semangat hidup yang tinggi hingga mampu menjadi inspirasi bagi ODHA yang lain.

Ginan Koesmayadi, Sumber [SuperMusic.ID]
Ginan Koesmayadi, Sumber [SuperMusic.ID]

Sebut saja misalnya Ginan Koesmayadi. Divonis mengidap AIDS pada umur 20 tahun lantas tidak membuat dirinya patah semangat. Bersama rekan-rekan ODHA yang lain, Ginan mendirikan Komunitas Rumah Cemara sebagai wadah ataupun rumah bagi ODHA lainnya.

Ginan Koesmayadi merasa teman-teman ODHA harus mendapat tempat yang cocok untuk mengembalikan semangat hidup mereka. Apalagi Ginan sendiri pernah merasakan bagaimana sakitnya ketika dikucilkan dalam pergaulan karena mengidap HIV/AIDS. Pernah terpuruk bahkan ingin mengakhiri hidupnya.

Berangkat dari semua itu, Ginan Koesmayadi akhirnya mendirikan Komunitas Rumah Cemara dan hingga sekarang sudah memiliki puluhan ribu anggota. Hidup sebagai ODHA dan memilih menjadi aktivis membuat dirinya menjadi inspirasi bagi ODHA yang lain.

Ginan Koesmayadi menghembuskan nafas terakhir pada 2018 lalu karena serangan jantung. Meski begitu, sekarang sudah banyak lahir Ginan lainnya yang tak kalah menginspirasi. ODHA pun kini sudah mulai membuka diri dan menatap masa depan yang cerah untuk memulai kembali hidupnya.

***

Divonis mengidap penyakit menular tentu menjadi pukulan berat bagi siapa saja. Tidak menerima kenyataan yang ada. Guncangan psikologi yang cukup berat dirasakan. Apalagi jika sebelumnya dirinya itu sedang meniti karir, sudah sukses namun tiba-tiba divonis mengalami HIV/AIDS. Pasti kehidupannya akan hancur berantakan, karir hilang, pergaulan hingga relasi dalam ruang lingkup pekerjaan akan mengalami perubahan.

Maka pada tulisan ini saya akan mengenalkan sedikit tentang tahapan yang akan dilalui oleh para penderita HIV/AIDS secara umum.

Menurut Elisabeth Kubler-Ross, seorang psikiater sekaligus penulis asal Amerika-Swiss, secara umum seseorang akan mengalami lima tahapan dalam menghadapi kedukaan. Teori ini dikemukakan oleh Kubler-Ross pada 1969 dan dikenal dengan The Five Stages of Grief.

Pada awalnya Kubler-Ross membuat teori ini untuk menggambarkan kondisi pasien ketika dia divonis mengidap penyakit parah. Namun dalam perjalanannya, teori ini mulai juga digunakan untuk mendeteksi tahapan kesedihan yang akan dialami oleh orang-orang yang berduka dan kehilangan.

Meskipun belum terbukti secara ilmiah, namun lima tahapan kesedihan ini sekarang sudah banyak dijadikan rujukan banyak orang untuk mulai mengenal tahapan kesedihan yang ada pada dirinya.

Maka ketika kita sedang membahas tentang ODHA. Rasanya teori ini juga cocok untuk dijadikan sebagai landasan awal para ODHA dalam memahami kondisi dirinya. Tahapan apa saja yang sudah dilalui dan sedang dalam tahapan apa Anda sekarang, memahami semua tahapan tersebut semoga bisa menjadi alternatif lain dalam penyembuhan diri Anda.

Lalu apa saja The Five Stages of Grief ? yuk, langsung saja kita ulik satu persatu.

Pertama, Penyangkalan (Denial)

Ini merupakan tahapan pertama yang akan dilalui oleh pasien ketika divonis mengidap penyakit parah. Menyangkal adalah wajar, ini merupakan bentuk spontanitas kita ketika menghadapi hal-hal di luar dugaan.

" Hasilnya ini pasti salah, tidak mungkin saya mengidap penyakit ini, kalian pasti salah!".

Kurang lebih begitulah kata-kata yang sering kita dengar ketika seseorang divonis menderita penyakit parah.

Meskipun begitu, penyangkalan ini juga ada manfaatnya. Hal ini bisa meredam emosi yang bertubi-tubi, dan perlahan otak Anda akan mencernanya dengan pikiran yang lebih tenang.

Kedua, Marah (Anger)

Marah adalah tahapan kedua. Menyangkal bisa meredam emosi Anda. Sedangkan marah merupakan langkah untuk meluapkan emosi.

Anda pasti akan terkejut ketika mengalami hal di luar dugaan. Ketika Anda sedang marah, sebenarnya Anda cukup sadar jika marah itu tidak ada gunanya. Namun, Anda butuh waktu untuk menerima semuanya. Ini juga proses yang wajar yang akan dialami seseorang  jika dihadapkan dengan kondisi yang pelik.

Ketiga, Menawar ( Bargaining)

Ketika Anda divonis HIV/AIDS, perasaan menyesal pasti akan hadir. Anda pun kini mulai berandai-andai.

"Andai saja aku tidak bergaul dengan mereka, pasti hal ini tidak akan terjadi".

Tahapan ketiga adalah menawar. Anda akan mulai melakukan penawaran dengan diri Anda sendiri. Berandai-andai dan berharap semuanya akan kembali seperti dulu.

Proses menawar ini bisa menunda kesedihan. Anda akan bermain dalam pikiran Anda sendiri. Meski memang kenyataannya sudah terjadi, namun  tahapan menawar ini bisa menunda kesedihan hingga Anda benar-benar siap menerimanya.

Keempat, Depresi (Depression)

Tahapan selanjutnya adalah depresi. Seseorang yang tidak bisa melawan semua emosi negatif dalam dirinya akan mengalami tahapan yang satu ini.

"Apa gunanya hidup jika harus dikucilkan seperti ini".

Seseorang mengalami depresi bisa karena banyak hal. Misalnya yang terjadi pada ODHA. Dikucilkan dari pergaulan dan masyarakat membuat kondisi psikologisnya terguncang. Bahkan tak jarang dalam tahapan depresi ini banyak orang yang ingin mengakhiri hidupnya.

Jika Anda sedang dalam tahapan ini, segeralah konsultasi dengan psikolog. Karena seseorang dengan depresi berat cenderung akan melakukan hal yang tidak wajar.

Kelima, Penerimaan (Acceptance)

Penerimaan merupakan tahapan terakhir dalam teori The Five of Grief. Jika Anda sedang dalam tahapan yang satu ini, Anda adalah orang yang memiliki semangat hidup yang tinggi.

Anda mulai menerima kenyataan yang ada. Sekarang yang Anda pikirkan adalah bagaimana menatap masa depan yang cerah dan tidak larut dalam kesedihan untuk waktu yang lama.

" Sekarang semuanya sudah terjadi, saya akan fokus memperbaiki diri dan memulai semuanya dari awal".

Meski memang tidak mudah. Namun seseorang yang sudah mulai menerima kenyataan akan lebih mudah maju ke depan. Seperti Ginan Koesmayadi sang aktivis ODHA. Tidak hanya berhasil untuk dirinya sendiri, beliau juga sukses menginspirasi banyak orang.

Teori lima tahapan kesedihan ini sebenarnya tidak berlaku pada semua orang. Karena pada dasarnya kepribadian setiap orang berbeda-beda. Namun secara garis besar, teori lima tahapan kesedihan ini bisa membuat diri Anda mengenal dengan baik permasalahan yang kini sedang Anda rasakan.

Sekian

Aceh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun