Misalnya ketika banyak diberitakan banyak petani-petani yang hidup dalam kemiskinan, maka mindset yang terbentuk juga demikian.
Hanya sedikit milenial yang mau berjalan melawan arus. Artinya mereka mau mematahkan stigma bahwa menjadi petani tidak selamanya akan berakhir miskin. Mereka belajar dan mencari ilmu agar sukses dalam sektor ini.Â
Namun, stigma ini tentu tidak akan mudah dihilangkan dalam kehidupan bermasyarakat. Butuh waktu yang cukup untuk menghilangkan stigma tersebut.Â
Untuk itu peran pemerintah juga dibutuhkan untuk mengatasi hal ini agar para milenial tidak lagi ragu untuk turun dan mulai menapaki sektor pertanian dengan langkah yang berani dan tepat.
Ketiga, Tidak Ada Dukungan Orangtua
Harus diakui jika orangtua akan melakukan segala cara demi kesuksesan anaknya. Mereka tidak mau anak-anaknya hidup susah dan melarat.Â
Begitu pula dengan orangtua yang bekerja sebagai petani, karena pekerjaan sebagai petani menurut mereka tidak menjamin kebutuhan hidup tercukupi, maka mereka enggan merestui anak-anaknya untuk mengikuti jejak mereka sebagai petani.
Mereka akan mendoktrin anak-anaknya untuk tidak hidup seperti dirinya menjadi petani. Ini kemudian yang menjadikan mengapa beberapa milenial lebih memilih tidak peduli dengan pekerjaan petani. Mereka lebih suka bercita-cita menjadi ASN, memiliki penghasilan tetap setiap bulannya.
Padahal jika ditilik lebih jauh, beberapa orang yang bekerja sebagai petani juga memiliki penghasilan yang cukup tinggi.Â
Namun, ini semua juga tergantung dengan pengetahuan yang dimiliki. Sebab, di tengah kemajuan zaman seperti sekarang ini, para petani pun dituntut untuk mulai beradaptasi dengan kecanggihan teknologi.