Mohon tunggu...
Muhammad Nauval
Muhammad Nauval Mohon Tunggu... Perawat - Perawat | Aceh Tulen

Pecinta Kopi Hitam Tanpa Gula

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengingat Nasihat "Mak" dalam Balutan Hadih Maja

6 Desember 2020   20:14 Diperbarui: 6 Desember 2020   20:37 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
[ Sumber : VOA ISLAM ]

Menjadi orangtua bukanlah pekerjaan mudah yang bisa dilakukan oleh siapa saja. Ibu bersama dengan ayah mempunyai andil besar dalam merawat hingga mendidik anak-anaknya supaya menjadi pribadi yang baik.

Peran keduanya sangatlah besar bagi tumbuh kembangnya seorang anak. Kita tidak bisa mengklaim jika hanya peran ibu saja yang paling besar jasanya dalam mendidik anak, begitu pula sebaliknya. Ibu dan ayah ( orangtua ) mereka saling melengkapi satu sama lain dalam merawat serta mendidik anaknya.

Meski begitu, dalam mendidik seorang anak orangtua mempunyai tugas dan peran masing-masing. Ada yang hanya bisa dilakukan oleh ibu, ada juga peran yang hanya bisa dilakukan oleh ayah. Seperti yang telah saya katakan di atas, mereka saling melengkapi satu sama lain.

Namun, kita juga tidak bisa mengesampingkan jika peran ibu cukup kentara terlihat dibandingkan dengan peran ayah. Jika ayah mendidik dengan perbuatan, ibu mendidik dengan kasih sayang.

*******

Melihat tema lomba " Ibu, Sekolah Pertamaku " yang diadakan Kompasiana, saya tersadar jika apa yang telah saya raih hingga saat ini tidak lepas dari perjuangan kedua orangtua di rumah.

Maka pada tulisan kali ini, saya akan bercerita tentang ibu. Saya biasa memanggilnya " Mak ", ini panggilan yang lazim untuk seorang ibu bagi kami masyarakat Aceh. Mak saya sudah berumur 52 tahun. Cuma lebih muda delapan tahun dari ayah.

Saya adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Saya punya kakak perempuan, abang, dan seorang adik perempuan yang masih mengenyam pendidikan di Tingkat Madrasah Aliyah. Diantara kami berempat, saya yang paling dekat dengan Mak. Hal ini disebabkan karena kakak dan abang sudah berkeluarga dan adik perempuan saya sejak lulus Sekolah Dasar sudah mulai masuk Pesantren hingga sekarang. Dibanding mereka bertiga, saya yang lebih banyak menghabiskan waktu bersama Mak dan ayah di rumah.

Karena sering bersama dengan mak, saya juga banyak bertanya  soal pengalaman mak dan ayah saat merawat kami ketika masih kecil. Ada perasaan sedih dan senang ketika mendengar cerita Mak. Misalnya ketika beliau melahirkan saya. Kondisi beliau saat itu sedang tidak dalam keadaan yang sehat. Akibatnya Mak harus dirawat beberapa hari di Rumah Sakit setelah melahirkan saya.

Saya juga masih ingat bagaimana cara Mak mendidik sejak saya masih kecil. Mak sangat suka dan gemar membacakan cerita dan hadih maja untuk kami. Bagi yang tidak tahu, hadih maja ini semacam pribahasa atau perkataan dalam kehidupan masyarakat Aceh. Hadih maja mengandung unsur filosofis yang digunakan sebagai nasehat serta peringatan, atau juga sebagai sindiran halus agar menjadi pedoman dalam menjalani kehidupan yang lebih baik.

Mak dan Adik Perempuan, [ Dok. Pribadi ]
Mak dan Adik Perempuan, [ Dok. Pribadi ]

Karena hobinya ini, kemudian banyak ajaran dan juga nasihat dari Mak disampaikan dalam balutan hadih maja. Saya masih ingat hadih maja yang paling sering Mak ucapkan adalah , " Kiban U Meunan Minyeuk, Kiban Ku Meunan Aneuk ". Artinya, bagaimana kelapa begitulah santannya, bagaimana orangtua begitulah anaknya. Dari hadih maja ini Mak selalu berpesan, jangan pernah mempermalukan orangtua, sebab baik buruknya sifat dan sikap saya dalam bermasyarakat, yang disorot tetap orangtuanya. Makanya nasehat-nasehat seperti ini benar-benar saya jaga hingga saat ini. Saya tidak ingin mempermalukan dan mengecewakan mereka berdua.

Bukan hanya itu saja. Banyak yang Mak ajarkan hingga saya mengetahui banyak hal. Selain mengajarkan seperti kebanyakan orangtua pada lazimnya, Mak selalu mengucapkan pesan dalam balutan hadih maja dalam setiap pengajarannya. Harus saya akui, cara seperti ini cukup manjur diterapkan, setidaknya cara seperti ini berhasil diterapkan pada saya hingga membuat setiap pesannya terus saya ingat hingga saat ini.

Harus saya akui peran Mak cukup besar dalam mendidik saya. Baik itu pelajaran  secara langsung maupun tidak langsung, semuanya dapat dijadikan pelajaran. Kemudian  Jika ditanya, apa yang sudah Mak ajarkan kepada saya ?, saya akan menjawab begini,

Pertama, Mengenalkan Agama

Sebagai seorang muslim hal dasar sekali yang wajib diajarkan orangtua kepada anaknya adalah agama. Mengenalkan agama adalah tugas utama dari orangtua, baik itu Mak atau ayah. Dalam mengenalkan agama Mak mengajarkan saya tentang sifat-sifat Allah. Kemudian membacakan kisah-kisah islami. Dari kisah-kisah islami ini kemudian memotivasi saya. Tentang bagaimana akhlak-akhlak sahabat nabi, juga tentang pelajaran-pelajaran hidup yang bisa dipetik. Meski belum bisa memahami secara utuh karena saya masih kecil, namun kisah-kisah dan apa saja yang telah Mak ajarkan kembali teringat ketika sudah beranjak dewasa.

Mak dulu ketika masih remaja pernah mondok di Pesantren. Mengajarkan dasar-dasar  agama seperti ini tidak begitu susah bagi beliau. Menghafal surat pendek dan membaca Al-quran rutin dilakukan ketika selesai salat magrib hingga menjelang insya. Begitulah rutinitas yang terus Mak terapkan pada saya setiap harinya.

Mak juga sering mengatakan, " Hina bak donya hareuta tan, hina bak tuhan elemee hana ". Artinya hina di dunia itu karena tidak mempunyai harta, sedangkan hina di mata Tuhan karena tidak mempunyai ilmu. Ilmu yang dimaksud disini adalah ilmu agama.

Kedua, Mengajarkan Menulis dan Membaca

Sebelum saya bisa bersekolah, Mak mengambil peran menjadi seorang guru di rumah. Mak mengajarkan saya bagaimana cara menulis dan membaca. Mengenalkan angka dan huruf. Mak begitu sabar, tidak terlihat sedikitpun rasa kesal di wajahnya.

" Tajak beut supaya bek ta peunget gob, tajak sikula supaya bek jipeunget le gob ". Dapat diartikan begini, belajar ilmu agama tujuannya supaya tidak menipu orang lain, belajar di sekolah supaya tidak ditipu orang lain. Begitulah yang terus Mak sampaikan. Hingga kemudian saya benar-benar mengerti jika bukan hanya belajar ilmu agama saja yang diperlukan, begitu pula sebaliknya.

Ketiga, Mengajarkan Tata Krama

Adab merupakan hal mendasar yang terus Mak ajarkan kepada saya sejak kecil. Mak selalu mengingatkan supaya saya menjadi anak yang beradab. Misalnya ketika berkunjung ke rumah orang lain, mulai dari mengucapkan salam hingga cara menjaga sikap saat ke rumah orang lain, semuanya Mak ajarkan dengan sangat sabar.

Saya sangat bersyukur dan berterima kasih kepada Mak. Berkat didikan dari beliau, saya disambut dengan baik kemanapun saya bekerja. Juga peran ayah juga tidak kalah penting. Mereka bersama-sama berusaha membentuk kepribadian yang baik untuk saya, dan bisa saya katakan itu berhasil.

Mak mengingatkan bagaimana sikap yang benar ketika bicara dengan orang yang lebih tua. Bagaimana adab ketika makan. Itu semua Mak ajarkan perlahan-lahan hingga saya beranjak dewasa seperti sekarang ini.  

Misalnya ketika saya sudah mulai berinteraksi dengan masyarakat. Mak mengingatkan " Menyoe Galak Ta Meuseunda, Bek Takira Luka Asoe ". Maksudnya adalah jika saya senang bercanda, maka jangan mudah tersinggung. Mak mengajarkan saya sampai ke tahap itu, ayah juga turut mengambil peran yang sama dalam mendewasakan saya.

Bukan hanya itu saja, Mak dan ayah juga banyak mengajarkan saya melalui pengalaman dan kisah-kisah mereka. Banyak ilmu yang bisa saya petik dari pengalaman mereka berdua. Misalnya ketika ayah bercerita tentang pengalamannya mencari pekerjaan. Kadang berhasil, dan tidak sedikit pula yang berujung gagal.

Mereka juga memotivasi ketika banyak sekali lamaran pekerjaan saya yang ditolak. Dalam hal ini biasanya ayah membandingkan bagaimana susahnya dia dulu saat mencari kerja. Kemudian mereka menyemangati supaya saya tidak menyerah dan putus asa. Baik dalam keadaan susah maupun senang, mereka terus berada di samping saya hingga sekarang ini. Sekilas terlihat mereka seperti memanjakan saya, namun sebenarnya tidak. Mereka sedang menuntun saya perlahan, mereka tidak ingin saya salah jalan dan menyesalinya seumur hidup.

Jadi saya sangat setuju jika ada yang mengatakan bahwa Ibu Sekolah Pertamaku. Ibu memang orang pertama yang mengajarkan banyak hal. Sejak dari kandungan kasih sayang ibu sudah terasa. Ini tentu bukan cuma saya saja yang merasakan. Semua anak yang berada di dunia pasti mengharapkan hal yang sama. Tetapi kemudian ada juga sebagian anak yang tidak seberuntung  kita. Ada yang harus kehilangan Ibunya ketika dia dilahirkan, bahkan ada pula yang harus rela kehilangan kedua orangtua mereka sekaligus.

Maka, selagi masih diberikan kesempatan, jangan pernah mencoba mengecewakan  mereka. Apalagi menyakiti perasaannya. Orangtua telah melakukan segala cara yang mereka bisa untuk anaknya. Maka sudah sewajarnya sebagai anak kita juga harus turut membahagiakan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun