Sosok  Rasulullah SAW bagi umat muslim di seluruh dunia melambangkan kesempurnaan. Mulai dari ahklak, sikap, kepemimpinan dan masih banyak hal yang bisa dijadikan sebagai  teladan bagi semua umat islam di dunia.
Tepat pada 29 Oktober 2020, umat islam beramai-ramai memperingati Hari kelahiran Rasulullah SAW yang jatuh pada 12 Rabiul Awal. Semua orang terlihat sangat bahagia, banyak hidangan yang disajikan untuk dijadikan menu santap bersama dalam merayakan maulid nabi.
Hal ini berlaku di setiap daerah. Namun walau demikian, cara daerah dalam merayakan maulid nabi bisa dikatakan berbeda-beda. Ada yang hanya merayakan sehari  pada 12 Rabiul Awal saja, ada juga yang merayakan sehari sebelum 12 Rabiul Awal, dan ada juga yang tidak merayakan dengan dalih bi'dah atau alasan  lainnya. Itu semua tergantung keyakinan masing-masing.
Saya tidak akan menyentuh ranah apakah maulid bi'dah atau tidak. Namun pada tulisan kali ini saya akan mencoba sedikit bercerita mengenai bagaimana perayaan maulid di daerah saya, yaitu di Kabupaten Pidie, Aceh.
Kabupaten Pidie merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Aceh. Banyak sejarah dan tokoh-tokoh hebat yang lahir di Kabupaten ini, salah satunya Tgk. Hasan di tiro.
Setidaknya ada beberapa adat dan kebiasaan yang dijalankan masyarakat Aceh khususnya Pidie dalam merayakan hari maulid nabi. Hal ini juga berlaku di beberapa Kabupaten lain yang berada di Aceh, namun dalam tulisan kali ini saya hanya akan memfokuskan di Kabupaten Pidie saja.
Merayakan Maulid dalam Kurun Waktu 100 Hari
Tepat pada 12 Rabiul Awal perayaan maulid mulai marak diperingati di setiap masjid-masjid yang berada di Aceh. Biasanya hari pertama maulid diadakan di masjid pada setiap kemukiman. Satu kemukiman biasanya beranggotakan 9 hingga 12 desa ( kampung ).
Pada hari pertama perayaan, semua masyarakat yang berada dalam mukim tersebut ramai-ramai datang ke masjid untuk memeriahkan acara. Nanti di akhir acara, masyarakat akan menikmati makan bersama dengan makanan yang telah disiapkan sebelumnya oleh warga.
Perayaan maulid nabi di Aceh khusunya di Pidie berlangsung dalam kurun waktu yang lama, yaitu 100 hari. Masyarakat Aceh biasanya menyebutnya dengan istilah 3 bulan 10 hari. Jika dihitung dalam bulan Hijriah, mulai dari  rabiul awal, rabiul akhir, jumadil awal hingga jumadil akhir.
Perayaan maulid nabi 100 hari ini sudah berlangsung sejak lama dan masih terus dijalankan hingga sekarang. Hal ini sudah dijadikan sebuah adat yang diwajibkan harus ada pada setiap momen Kelahiran Baginda Rasulullah SAW.
Perayaan di Setiap Desa ( Kampung )
Jika perayaan pada masjid kemukiman sudah diadakan. Selanjutnya desa-desa mulai mengadakan rapat mengatur tanggal untuk merayakan maulid di meunasah desa. Biasanya hal yang perlu dibahas dalam rapat adalah, tanggal yang tepat supaya tidak bentrok dengan desa yang lain yang berada dalam satu kemukiman yang sama. Kemudian mengatur  berapa bungkus nasi yang harus diminta pada setiap keluarga untuk dibawa ke meunasah. Lalu soal tamu yang akan di undang, ada berapa desa, pejabat di tingkat Kecamatan, dan hal-hal menyangkut teknis lainnya.
Mengundang dan Di Undang Desa Tetangga
Pada setiap peringatan maulid nabi di desa, bukan hanya warga desa sendiri saja yang di undang. Semua desa yang berada dalam satu kemukiman yang sama  semuanya di undang. Jika ada 12 desa, maka semuanya harus di undang. Itulah peraturan yang berlaku. Warga desa tetangga yang di undang juga tidak dibatas berapa orang yang harus hadir, mau datang 200 orang, 300 hingga 500 orang sekalipun semuanya bebas.
Kemudian, hal itu juga berlaku pada desa yang mengundang. Ada saatnya desa tersebut yang akan di undang. Peraturannya juga sama, jumlah orang yang hadir tidak dibatasi.
Makanya tidak heran jika banyak perantau asal Aceh memilih libur pulang kampung jika momen maulid nabi sudah tiba. Karena keadaannya pun sangat meriah, menjadi momen-momen yang ditunggu oleh banyak orang.
Mengadakan Dakwah ( ceramah ) Ustad Lokal Hingga Ustad  Luar Daerah
Selesai acara, pada malamnya dilanjutkan dengan mengadakan acara ceramah. Penceramah yang di undang biasanya adalah ustad-ustad lokal, namun tidak jarang pula ustad kongdang asal ibukota juga turut memeriahkan. Ini tergantung inisiatif setiap desa.
Ada juga desa yang mengadakan ceramah hingga tujuh malam berturut-turut. Penceramahnya pun berbeda-beda pada setiap malamnya. Ada juga yang hanya mengadakan satu malam saja. Ini lagi-lagi bagaimana keputusan yang di ambil desa masing-masing.
Itulah sebagian kecil kebiasaan yang sudah dijadikan adat yang wajib dilaksanakan pada setiap perayaan maulid nabi di Aceh, khususnya Kabupaten Pidie. Tentu masih banyak satu dan dua hal lainnya yang dilakukan masyarakat Aceh saat perayaan maulid.
Semua orang tentu akan berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan lebih-lebih pada momen maulid nabi seperti ini. Semua orang menunjukkan kasih sayang dan cintanya pada Rasulullah SAW. Maka, apapun kebaikan yang telah dilakukan, semoga kelak Allah SWT akan mempertemukan kita dengan Rasul mulia Muhammad SAW. Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H