Anak buahnya secara aktif menunda gerak maju Belanda menuju Yogyakarta, menghancurkan pos-pos Belanda di jalan yang menghubungkan Yogyakarta dengan Jawa Tengah, dan mengubah wilayah utara Magelang menjadi garis pertahanan yang tidak dapat ditembus.
 Tahun 1950-an merupakan puncak karir militer Ahmad Yani.
 Ia memimpin Banteng Raiders, satuan khusus TNI AD yang bertugas menumpas kekuatan separatis seperti DI/TII dan PRRI/Permesta, serta berperan aktif dalam pembebasan Irian Barat.
 Pada tahun 1955-1956, Ahmad Yani juga mengikuti pelatihan militer di Amerika dan Inggris, menunjukkan komitmennya untuk memajukan karirnya sebagai panglima militer.
 Ahmad Yani diangkat menjadi Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) pada tahun 1962 menggantikan A.H.
 Nasution merupakan salah satu perwira militer terdekat Presiden Sukarno.
 Pernikahan Sang Jenderal dan Akhir Hidupnya Ahmad Yani adalah seorang perwira militer yang bertemu dengan Bandiah Yayu Rulia di Purworejo saat ia sedang belajar mengetik sebelum bersekolah di Sekolah Militer Shodancho di Bogor.
 Mereka menikah pada akhir tahun 1944 dan membesarkan delapan orang anak di Magelang.
 Ahmad Yani menggantikan Abdul Harris Nasution sebagai Menteri Komando Angkatan Darat dengan pangkat Letnan Jenderal pada tahun 1963.
 Namun situasi politik di Indonesia berubah drastis pada tahun 1965.
 PKI mulai mendominasi kursi di Kongres dan pemerintahan, sedangkan Ahmad Yani Yani menganjurkan pandangan dunia Pancasila yang berbeda dengan doktrin komunis yang semakin mendominasi pemerintahan.